Kisah Sebuah Cermin Winda Di Panti Asuhan Part 5

“Agung itu siapa, Oma?” Oma menutup wajah dengan kedua telapak tangannya lalu menggelengkan kepalanya perlahan. | Cerpen Kehidupan Kisah Sebuah Cermin Winda Di Panti Asuhan Part 5

“Oma mau istirahat?”

Oma mengangguk perlahan. Aku mengelus tangannya lembut, lalu kuambil gelas yang berisi air dari atas meja kecil. Oma meneguk air itu hingga habis setengah gelas.

“Oma, kalau Oma mau istirahat, yuk bantalnya aku rapikan dulu.”

Oma menatapku dengan wajah yang membuat hatiku terasa sedih. Aku menghela napas panjang lalu kurapikan bantalnya hingga Oma dapat merebahkan dirinya dengan nyaman.

“Aku akan duduk di sini nunggu Oma tidur, ya.”

Oma Rima mengangguk lalu menggenggam tanganku. Tangannya masih terasa sehangat tadi. Matanya perlahan mulai terpejam. Ketika napasnya sudah terdengar teratur, aku perlahan keluar dari kamar.

Oma Rima pasti mengantuk, semalam tidurnya terganggu mimpi buruk. Aku embuskan napas, ketika teringat kisah perjalanan hidup Oma Rima. Kisah yang membuatku bergidik membayangkannya.

Kulangkahkan kaki menuju dapur untuk meletakkan baki yang sedang kupegang ini. Lalu kembali melangkah ke arah kantor. Kantor terlihat lenggang, semua petugas pasti sedang menemani para penghuni panti, mengisi jadwal kegiatan rutin.

Aku duduk di kursi tamu, kembali mengingat apa yang diceritakan Oma Rima. Tyo pasti tak tahu tentang kisah ini. Andai Tyo tahu, pandangannya tentang Oma pasti berubah.

Agung? Siapa pula laki-laki ini? Ayah Tyo kah?

Tyo pasti bisa menjawab pertanyaan ini. Dia anggota terdekat keluarga Oma Rima, dia pasti mengenal siapa Agung. Kuambil HP dari dalam tas lalu mulai mengetikkan pesan.

[Yo, kamu lagi ngapain?]

Aku menunggu pesan itu terbaca, tapi centang dua itu tidak juga berubah warna. Ah, mungkin Tyo sedang bertemu dengan dosen pembimbingnya, hari ini Tyo memang sedang ada di kampus.

Aku bangkit dari kursi lalu memutuskan untuk ke ruangan musik di belakang. Di sana ada beberapa oma yang sedang asyik bernyanyi sambil diiringi gitar yang dimainkan salah seorang petugas.

Aku duduk di belakang dan turut bernyanyi ketika lagu yang dinyanyikan tidak terasa asing di telinga. Rasanya senang sekali melihat para oma menyanyi dengan penuh semangat.
Senyum mereka membuat hatiku terasa hangat.

Tiba-tiba HP di dalam tasku bergetar. Pesan dari Tyo.

[Aku abis konsultasi. Kamu di panti, ya? Mau dijemput sekarang?]

[Iya, Yo.]

[Oke, tunggu di situ.]

Aku matikan HP lalu kembali menikmati lagu-lagu yang dinyanyikan para oma. Seorang oma malah menarik tanganku lalu mengajak untuk bernyanyi bersama. Aku begitu menikmati kebersamaan ini, senang melihat mereka terhibur.

Ponselku kembali bergetar, segera kubuka dan benar dugaanku. Pesan dari Tyo. Dia sudah ada di depan panti. Aku segera berpamitan dan bergegas melangkah ke luar.

Tyo sedang menatap ke arah pohon-pohon yang berada di halaman panti ketika aku keluar dari pintu depan.

“Kok, nggak masuk, Yo?” “Nggak, ah.” “Nggak mau nengok Oma?”

“Lain kali, aja.” Aku menghela napas panjang. Tyo seperti ini karena nggak pernah tahu, betapa pedih kisah hidup omanya. Andai dia tahu, dia pasti bisa lebih memahami mengapa Oma Rima terlihat kurang hangat terhadap keluarganya. | Cerpen Kehidupan Kisah Sebuah Cermin Winda Di Panti Asuhan Part 5

“Yo, kita ke suatu tempat, yuk, ada yang mau aku ceritain.”

“Oma? Cerita apalagi dia?”

“Yo, please, ah. Jangan seperti itu. Ada yang perlu kamu tahu.”

“Mau ke mana? Pantai?”

“Boleh.”

“Ya udah, naik. Kita ke sana, sekarang,” ucap Tyo sambil menyerahkan jaket untuk kupakai, kemudian memakaikan helm di kepalaku.

Aku tersenyum lalu naik ke atas motor. Tyo memang tidak romantis tapi dia laki-laki yang baik. Dia menyayangiku dengan caranya, dengan tidak ingin membuatku merasa kecewa.

Pantai terlihat lengang ketika kami sampai di sana. Tyo memilih kursi di bawah pohon yang terlihat nyaman. Dia menggenggam tanganku tanpa berkata.

“Tadi gimana hasilnya, Yo? Bab tiga disetujui nggak?” tanyaku begitu duduk di kursi.

“Ada revisi sedikit tapi udah disetujui. Aku bisa langsung ngerjain bab empat.”

“Sip. Kita bisa barengan, nih. Kemaren, bab tiga aku juga udah beres.”

“Syukurlah. Biar kita bisa wisuda bareng.”

Aku mengangguk sambil tersenyum, betapa bangganya bila bisa wisuda bersama.

“Tadi oma cerita apalagi sama kamu, Win?”

Aku menghela napas panjang lalu menatap wajah Tyo.

“Cerita Oma bikin aku kaget, Yo. Kisah Oma kamu pedih banget.”

Lalu meluncurlah kisah Oma Rima dari mulutku. Wajah Tyo terlihat mengeras.

“Nah, sekarang kamu ngerti, kan, kenapa Oma Rima bersikap seperti itu dengan keluarganya?”

Tyo terlihat menggelengkan kepalanya.

“Maaf, Yo, apakah Agung itu nama papa kamu?”

Tyo menatapku dengan pandangan heran.

“Tentu aja bukan, Win. Nama papaku, Yudi Dewanto. Nggak ada nama Agung di keluargaku.”

“Hah, lalu Agung itu siapa?”

“Mana aku tahu, lagian kamu percaya aja sama cerita Oma.”

“Ya ampun, Yo. Kamu tega banget, sih, ngomong begitu. Masa Oma Rima mengarang cerita yang sampai bikin Oma ketakutan seperti itu.”

“Lah kenyataannya, di rumahku nggak ada yang namanya Agung."

"Keliatannya, keluargamu memang sepertinya kurang sayang sama Oma. Termasuk kamu.”

“Siapa bilang?”

“Buktinya Oma dititipkan ke panti. Jarang pula dikunjungi. Kamu aja nggak mau nengokin.”

Rahang Tyo terlihat mengeras.

“Aku dan keluargaku sayang sama Oma tapi Oma yang nggak suka kami dekati. Oma sering meminta kami menjauh. Kamu juga salah untuk satu hal, Win.” “Apa?” “Bukan kami yang ingin menitipkan Oma di panti tapi Oma yang memaksa ingin tinggal di sana.” |Cerpen Kehidupan Kisah Sebuah Cermin Winda Di Panti Asuhan Part 5

- Bersambung -