Istriku Seorang Wanita Bercadar

Kadang kubertanya pada diri, sudah pantaskah menjadi imamnya?

Pagi ini dia terlihat sangat cantik. Memakai daster polkadot sebatas lutut. Rambut panjangnya sengaja digerai, menyebarkan aroma soft saat dia mengibaskan mahkotanya itu. Aku membantu memasang celemeknya dari belakang. Itung-itung bonus sembari memeluknya. | Cerpen Islami Istriku Seorang Wanita Bercadar

Dia sangat suka dengan posisi ini. Seperti ada yang melindungi dari belakang saat mau jatuh, katanya. Padahal aku tahu, itu hanya alasannya saja untuk menyembunyikan rona merah saat tangan ini mulai nakal.

Meski belum mandi, aromanya semerbak. Tidak apek dan tidak pula terlalu wangi. Dia hanya memakai parfum saat di rumah saja, dan itupun hanya untuk menyenangkanku. Hari-hari biasa, dia hanya memakai lulur.

Oh iya, sekarang libur dan aku sedang menemani istri memasak. Katanya dia mau menyajikan hidangan spesial, dan aku sudah gak sabar pengen mencicipi rasanya.

Tumis kangkung setengah matang dan udang balado.

Dari namanya saja sudah membuat ludahku naik turun di tenggorokan.

Oke siap. Aku bantu mengeksekusi kangkung yang sudah dibersihkan. Kupritili (kupetiki, kuirisi) satu persatu batang dan daunnya. Lumayan lama juga ya. Tapi tak mengapa, demi menjadi suami yang pengertian sama istri, bang Toyib rela tangannya ijo-ijo, hehe ....

Sementara istri, dia menyiapkan bumbu kedua masakan tersebut dan membersihkan udang.

Setengah jam aku berkutat di dapur bersamanya. Seperti di dalam film India, selama masak aku dan dia begitu lengket. Saling bercanda di tengah-tengahnya, disertai adegan-adegan lain yang tak perlu kuceritakan di sini.

Hingga, hidangan kami akhirnya selesai.

Memang enak masakan istriku. Sudah nambah lebih dari sekali dibuatnya. Mulut ini ber hah kepedesan, dan keringat sudah mengucur deras di dahi, tanda aku menikmati tiap suapannya.

"Kak ... Sudah berapa persen ridho Kakak untukku hari ini?" di tengah-tengah makan dia bertanya.

"Sudah 90%, Dek ...." aku menjawab dengan makanan penuh di mulut.

"Ok baiklah, ...." dia segera bangkit dan berdiri membelakangiku.

Tangannya segera memeluk pinggang ini dan berbisik manja di telingaku.

"Kalo sekarang, udah berapa persen?" lembut suaranya terdengar.

"Udah 100%, Dek. Makasih untuk semuanya ya. Maaf kalo kakak belum bisa menjadi imam yang baik buat adek," aku bangkit dan membereskan sisa sarapan kami.

"Kakak ngomong apa sih? Udah sekarang Kakak mandi, biar adek yang beresin. Kan nanti jam 10 kita ada taklim di Masjid Al-Muthmainnah. Kalo udah baru gantian adek yang mandi." dia cekatan membereskan peralatan makan yang masih tersisa.

Setengah jam berikutnya, kami sudah siap mau berangkat taklim.

"Dek, sini biar kakak aja yang pakein burqanya," aku mengambil alih tugasnya.

"Emang Kakak bisa?" dia bertanya meragukan.

"Bisa dong." aku mempraktekkan sesuatu yang selama ini hanya bisa aku lihat.

Tiba-tiba mataku berembun. Ada rasa syukur yang luar biasa menjalar di tubuh ini. Seorang lelaki biasa yang mempunyai istri yang luar biasa. | Cerpen Islami Istriku Seorang Wanita Bercadar

"Kok kamu mau nikah sama lelaki yang imannya jauh dibawahmu, Dek?" aku selesai memasangkan cadar istriku.

"Apa karena aku pakai cadar, Kak? Jadi seolah-olah aku sudah menjadi perempuan suci? Aku pakai cadar bukan berarti imanku sudah yang paling tinggi. Aku hanya ingin menjaga kehormatan sebagai perempuan. Tidak sembarangan orang berhak melihat dan menyentuhku. Seperti mimosa pudica, dia akan mengatupkan daunnya saat disentuh. Sungguh cantik tumbuhan itu." dia bangkit dan segera meraih tasnya.

"Kakak beruntung punya istri sholehah sepertimu, Dek." aku memegang tangannya untuk kemudian kugandeng.

"Aku lebih beruntung mempunyai suami yang semangat dalam berhijrah dan menuntut ilmu agama," timpalnya.

Begitulah, aku lelaki biasa yang mempunyai istri wanita bercadar. Dari dia aku belajar apa itu hijrah.