Untuk Wanita Yang Sudah Berstatus Emak

"Merantaulah, Nak ... supaya kau tahu rasanya jauh dari orang tua, jauh dari rumah, kekurangan uang, bahkan kehabisan stok barang untuk engkau makan."Aku masih terus mengingat kalimat sederhana nan betul itu. Iya, betul-betul aku pernah merasakan. | Cerpen Motivasi Untuk Wanita Sudah Berstatus Emak

Dan masih terus merasakan hingga sekarang.

Jauh dari orang tua yang aku sayang, orang yang paling mengerti kepribadianku, orang pertama yang melihatku menangis tatkala mereka bahagia menyaksikan kelahiranku. Orang yang tak pernah bisa kubalas kebaikannya, meski dengan puluhan juta uang hasil kerjaku.

Jauh dari rumah yang menjadi tempat tinggal ternyaman, setelah lelah bekerja, setelah semua tantangan yang menguras tenaga, semuanya, ahh, terlalu indah untukku lupakan meski barang sebentar.

Kehabisan uang? Ya. Pasti aku pernah merasakannya. Setahun lalu yang benar-benar menguras tenaga, menguras habis uangku, menguras habis air mata.

"Kau harus dioperasi. Usus buntumu sudah terinfeksi. Kalau tidak segera diangkat, itu membahayakan dirimu sendiri. Dan kemungkinan besarnya, kau harus mati perlahan."

Sakit didiagnosis seperti itu oleh dokter? Tidak. Hanya cukup membuatku tetiba menangis sesenggukan di pelukan seorang wanita paruh baya. Dialah ejensiku di sini. Seperti sosok emak. Baik, dewasa, tenang, aku pun dibuat lelap karena nasehat dan puk puk tangannya yang lembut.

"Saya tahu kamu kuat, kamu anak yang baik, istirahatlah. Nanti, jika urusan administrasi rumah sakit untuk operasimu terselesaikan, saya bangunkan. Jangan takut, saya akan ada di sini untukmu. Menunggumu sampai semuanya selesai."

Bahagia? Iya. Karena bagiku, dirinya sosok emak kedua setelah jauhnya jarak memisahkan aku dengan emak kandungku. Emak, dimana pun engkau berada kini, engkau tetap yang terbaik untukku. Bidadari tak bersayapku di dunia, semoga sampai bersama-sama di jannah-Nya nanti. Aamiin.

Pukul dua dini hari, tepat sesuai janji. Ejensi datang membangunkanku.

"Bangunlah, Sayang ... sudah waktunya dokter membawamu masuk ke ruang operasi."

"Siapkah aku, Mom?" Sebutku sambil meraih pinggangnya untuk kupeluk.

"Siap. Kamu kan strong. Berdo'alah sama Allahmu, supaya semuanya lancar."

Mendengar nasihatnya tersebut, aku segera mendekapkan tangan di depan dadaku. Berbisik lirih pada sanubari yang tengah merasakan ragu, takut dan semuanya yang tak bisa ku ungkap saat itu.

'Allah, jika jalan ini yang terbaik, lancarkanlah semuanya. Sembuhkanlah sakitku. Jika jalan ini bukan yang terbaik, ambillah aku dengan pelan, supaya aku tak lagi merasakan sakit kedua kali. Sungguh, Engkaulah kini tempatku bergantung.'

Selesai dengan permohonan, kuberanikan diri membuka mata. Dua orang suster memasangi kedua tanganku dengan berbagai alat medis. Sebuah jarum suntik berhasil bersarang di tangan kananku. Ada rasa sedikit nyeri di sana. Lamat-lamat, aku bertanya.

"Sus, nanti, apakah akan lama waktunya untuk operasi?"

"Tidak. Sekitar empat atau lima jam baru akan selesai. Kemungkinan segitu. Kenapa?"

"Aku gugup."

"Biasa, ini untuk pertama kalinya kamu operasi kan?"

"Iya,"

"Nggak akan sakit, kami akan tangani dengan baik." Jawabnya dengan sedikit senyum tersungging di sana. Membuatku merasa lebih baik dan tenang.

***

Pukul tujuh pagi aku terbangun. Keadaan kamar yang semula aku lihat penuh dengan peralatan untuk operasi, telah berubah menjadi ruangan yang penuh orang pesakitan. Termasuk diriku.

"Dimana aku?"

Tak ada jawaban. Mataku berkeliling melihat seisi ruangan. Tak ada sesiapa pun yang menungguiku. Tanpa terasa, air mataku menganak sungai.

"Emak, beginikah rasa sesungguhnya yang pernah engkau ucapkan dulu padaku? Jauh dari orang tua jauh dari rumah, kehabisan uang, bahkan tak ada peneman apapun yang menunggui kesadaranku dari koma pasca operasi?, Emak, aku rindu." |Cerpen Motivasi Untuk Wanita Sudah Berstatus Emak

=======================================

Emak,
Pada garis-garis buku yang tersusun rapi di sana
kusemayamkan rasa rindu padamu, mengiba
Menjalar di setiap sela nadi tak bisa untuk mengakui

Emak,
Kusajikan sebaris tulisan rasa kopi
Bercawankan kenang yang engkau masih terus membelaiku dalam mimpi

Emak,
Seusai senja ini, aku ingin bernyanyi
Menyanyikan lagu berisi nada pemuas rindu

Salahkah, Emak? Jika aku masih ingin menjadi seorang putri.