Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 3

Ana tak sadarkan diri. Tubuhnya terhenyak di sandaran kursi sementara kepalanya terkulai ke samping dengan kedua mata terpejam. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 3

Dari mulutnya keluar suara tangis pilu.

"Ana!" pekik Lala yang duduk di kursi sebelah Ana.

Seisi kelas kembali riuh. Mereka segera mengerubungi Ana, termasuk Pak Akbar. Penasaran dengan apa yang tengah terjadi pada gadis berambut ekor kuda itu.

Pertanyaan kenapa, kenapa, dan kenapa terlontar dari mulut mereka tapi tak ada jawaban yang keluar dari mulut Ana. Jangankan menjawab dengan kata, menjawab dengan anggukan atau gelengan kepala saja tidak saat mereka bertanya apakah ia sakit. Ana hanya terus menangis dan menangis dengan mata terpejam membuat seisi kelas kebingungan.

"Ngeselin banget sih! Ditanya boro-boro jawab, ini malah dieeeeeem aja sambil nangis. Kesambet kali!" sewot Risa, salah satu mahasiswi yang memilih cuek dengan kehadiran Ana di kelasnya.

Senenarnya bukan hanya Risa yang merasa kesal dengan sikap diam Ana, beberapa mahasiswa pun demikian. Jika Ana diam saja, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan agar gadis itu berhenti menangis dan kegiatan belajar mengajar bisa dilanjutkan kembali.

"Ya sudah, lebih baik antar saja dia pulang. Siapa tahu dia memang sedang sakit."

Mendengar Pak Akbar bersuara, tiba-tiba kedua mata Ana yang berurai air itu perlahan-lahan membuka dan kepalanya pun menegak kemudian menggeleng pelan.

"Kamu sakit?" tanya Pak Akbar.

Ana menggeleng sambil matanya menatap sendu Pak Akbar yang berdiri di hadapan. Sementara itu tangisnya semakin pilu dan tersedu-sedu seperti sedang mengalami kesedihan yang mendalam.

Dahi Pak Akbar mengernyit, heran. "Sebenarnya kamu kenapa?"

Lagi, Ana tak menjawab. Ia hanya terus menerus menatap Pak Akbar tanpa berkedip.

Pak Akbar menghela nafas berat kemudian berkata, "Saya nggak tahu kamu kenapa tapi kamu masih mau ikut kuliah saya?"

Kepala Ana mengangguk.

"Oke. Kalau begitu kamu berhenti menangis dan saya akan lanjutkan menjelaskan materi kuliah."

Ana mengangguk lagi dan kini diiringi dengan senyuman samar yang tersungging dari bibirnya. Tangisnya pun mulai mereda.

"Idih! Kayaknya dia cuma pengen caper aja deh, sama Pak Akbar," celetuk Risa sebal sambil berlalu menuju tempat duduknya yang terletak di baris kedua dari depan.

Mereka yang mengerubungi Ana satu per satu mulai kembali ke tempat duduk masing-masing. Ada yang sambil bergumam mencemooh dan ada juga yang berdecak kesal. Kebanyakan dari mereka setuju dengan pendapat Risa bahwa yang dilakukan Ana hanyalah untuk mencari perhatian dari Pak Akbar. Buktinya Ana merespon jika hanya Pak Akbar yang berbicara padanya dan terakhir gadis itu menambahkan senyum pula. Dasar! Mengganggu kegiatan perkuliahan saja.

"Baiklah, kita lanjutkan materi tadi."

Pak Akbar sudah kembali berdiri di depan kelas. Sambil menjelaskan materi kuliah sesekali matanya melirik ke arah Ana. Ia merasa ada yang aneh pada gadis itu. Tiba-tiba menangis tanpa sebab yang pasti lalu yang lebih aneh lagi, cara gadis itu tersenyum dan menatapnya mirip bahkan sama dengan Nadya.

***

"Kenapa kamu celingukan?"

Ana tak mempedulikan pertanyaan Lala. Ia tetap mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang kelas. Pak Akbar sudah tidak terlihat lagi sedangkan teman-teman yang lain beberapa sudah meninggalkan ruangan sedangkan sisanya masih bersiap untuk beranjak pulang, termasuk Lala yang sibuk memasukkan buku dan alat tulis lain ke dalam tas.

Apakah kuliah sudah selesai? Ana kebingungan. Padahal sepertinya tadi baru saja Pak Akbar memperkenalkan diri lalu... lalu...

Ah, ya!

Sekarang Ana ingat. Sesuatu yang berkelebatan di hadapannya tadi dan juga rasa sakit seperti tertusuk jarum di bagian samping perutnya. Semua itu biasa ia alami sebelum makhluk gaib atau roh merasuki tubuhnya.

Ana terlahir sebagai seorang yang manis daging, begitu orang-orang menyebutnya. Manis daging karena tubuhnya mudah dirasuki roh.

Ana yakin selama mata kuliah Pak Akbar berlangsung tubuhnya dikendalikan jiwa lain yang bukan dirinya. Makanya tadi ia tak sadarkan diri dan saat sudah sadar tiba-tiba kuliah telah berakhir.

Astaga! Apakah tidak ada orang yang tahu bahwa dirinya sedang kerasukan di kelas ini hingga ia tak sadarkan diri cukup lama? | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 3

Dan apa saja yang ia lakukan selama raganya dipinjam oleh roh entah siapa itu?

"Ana, kayaknya benar apa kata Risa. Kamu tadi nangis cuma buat cari perhatian sama Pak Dosen kece itu 'kan?"

Sontak Ana menoleh ke arah Lala yang sudah berdiri dari kursi dengan tas di bahu, bersiap hendak pulang.

"Apa? Tadi aku nangis?"

"Ya ampun! Kamu lupa? Kamu benar-benar aneh, Ana!" Lala menggeleng-gelengkan kepala.

"Maksudku, aku tadi nangis karna ingat Bapak yang udah meninggal..."

Ana tidak ingin Lala tahu bahwa ia tidak mengetahui apapun yang dilakukan dirinya selama kuliah berlangsung. Lagipula Lala pasti tak akan percaya jika tadi ia kerasukan.

"Oh. Begitu?" Lala menaikkan satu alisnya.

"Iya."

"Aku gak peduli alasan kamu nangis tapi yang pasti tadi kamu emang kelihatan senang banget pas jam mata kuliah Pak Akbar. Selama dia ngejelasin materi, kamu ngelihatin dia terus sambil senyum-senyum gitu."

Ana meringis. Benar-benar memalukan! Pasti yang merasukinya adalah roh perempuan centil dan ganjen.

"Kayaknya kamu terpesona banget sama Pak Akbar sampe-sampe pas dia ngabsen nama kamu, bukannya nyahut kamu malah ngelihatin dia gak pake ngedip."

"Tadi aku nggak dengar..." Lagi-lagi Ana beralasan.

"Ah. Ya udah lah. Aku mau pulang."

Lala berlalu pergi sementara Ana masih duduk termangu, memikirkan kejadian tadi yang menimpa dirinya. Sungguh memalukan. Ternyata tadi ia menangis lalu tersenyum sambil memandangi Pak Akbar. Astaga... Itu benar-benar merusak reputasinya.

Sudah sering Ana kerasukan tapi kali ini yang paling lama dan tidak diketahui oleh siapapun hingga roh yang merasuki tubuhnya keluar sendiri. Kini tubuhnya terasa pegal-pegal dan sakit di beberapa bagian.

Ah, menyebalkan! Sebenarnya roh siapa itu? Apakah hantu penunggu kampus yang biasa disebut si Putri? Entahlah. Tapi yang pasti sepertinya hantu itu naksir pada Pak Akbar.

"... pantas aja tadi dia kayak udah akrab gitu sama lo. Jadi kalian kerja di perusahaan yang sama?"

"Iya. Pak Akbar tuh HRD Manager di sana."

"Oooo... Eh, tapi dia udah punya istri belum?"

"Dia duda. Istrinya meninggal pas abis akad nikah."

"Masak sih?"

"Iya. Ada kali udah dua bulan ke sini."

"Wah... Kalo gitu gue punya kesempatan dong, buat deketin dia. Hehehe..."

"Huuuu... Dasar lo!"

Tanpa sengaja Ana mendengar percakapan dua orang mahasiswa yang duduk di sudut belakang ruangan. Mereka sedang membicarakan Pak Akbar. Dan Ana terkejut saat tahu bahwa istri Pak Akbar sudah meninggal. Jangan-jangan yang merasuki tubuhnya adalah...roh istri Pak Akbar.

***

Itulah mengapa tempat pemakaman itu dinamakan Makam Jengkol karena di sana tertanam pohon jengkol. Sebenarnya selain pohon jengkol, ada pohon-pohon yang lain juga seperti pohon melinjo, kamboja dan sebagainya. Tapi entah mengapa yang dipilih sebagai nama tempat itu adalah jengkol.

Di batang pohon jengkol itu Nadya dan Niken duduk berongkang-ongkang kaki sambil berbincang seru. Biasalah, namanya juga perempuan.

"Tebak, gue abis ke mana?" ujar Nadya dengan wajah berseri-seri.

"Ya palingan lo abis ngintilin laki lo seharian."

"Emang! Hehehe..."

"Percuma lo ngintilin dia tiap hari. Dia-nya gak ngelihat lo. Buat apa?"

"Biarin! Suka-suka gue." Nadya memeletkan lidahnya lalu melanjutkan dengan antusias, "Asal lo tau aja, ya! Sekarang gue udah bisa ngomong langsung sama si Chunky Bar walopun dia nggak bisa ngelihat gue."

Mata Niken menyipit. "Ngerasukin siapa lo?"

"Namanya Ana. Tadi pas gue ikut ke kampus nemenin Akbar ngajar, gue ngelihat ada sedikit celah di tubuh cewek itu. Ya udah, gue masuk aja ke sana."

"Jahat, lo!"

Nadya terdiam. Ia tahu yang dilakukannya itu jahat tapi mau bagaimana lagi? Ia hanya terlalu ingin tetap terhubung dengan suaminya dan tubuh gadis itulah medianya.

"Terus lo ngomong apa aja sama laki lo?" tanya Niken sambil mengayun-ayunkan kedua kakinya.

"Enggak, atau lebih tepatnya belum ngomong apa-apa. Tadi baru percobaan. Gue cuma bisa nangis tadi dan selebihnya gue diem aja."

"Terserah lo deh," balas Niken malas. Selanjutnya ia iseng memetiki buah jengkol, tak mempedulikan Nadya yang tersenyum-senyum sendiri.

Ya, senyum bahagia selalu nampak menghiasi wajah Nadya sejak pulang dari kampus.

Kini ia sudah menemukan cara untuk bisa tetap berkomunikasi dengan sang suami meski mereka telah berbeda alam. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 3

- Bersambung -