Hari mulai beranjak petang. Akbar membereskan meja kerjanya sebelum meninggalkan ruangan. Sesaat pandangannya berhenti pada seekor kupu-kupu yang hinggap di tepi bingkai foto yang berisi gambar dirinya dan Nadya. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 2
Entah mengapa akhir-akhir ini ia sering melihat seekor kupu-kupu di sekitar dirinya berada. Baik itu di rumah maupun di kantor tempatnya bekerja. Anehnya kupu-kupu yang ia lihat selalu sama. Berwarna biru keunguan dengan corak bulatan-bulatan putih di pinggiran kedua sayapnya.
Kupu-kupu indah itu seolah mengikuti ke mana ia pergi. Jika diingat-ingat lagi, makhluk yang terbentuk melalui proses metamorfosis seekor ulat itu selalu hadir di dekatnya beberapa hari setelah kepergian sang istri.
Apa jangan-jangan...
Ah, sudahlah. Akbar segera menepis pikiran negatif yang hinggap di kepalanya lalu segera keluar dari ruang kerjanya.
Suara adzan maghrib terdengar tepat saat mobil yang dikendarai Akbar tiba di halaman depan rumah orang tuanya.
Rencananya setelah menikah ia dan sang istri akan tinggal di rumah miliknya sendiri yang ia beli dengan hasil kerja kerasnya selama ini. Tapi takdir berkata lain. Istrinya meninggal bahkan di saat tangannya baru saja terlepas dari jabatan ayah mertua.
Ya sudah, akhirnya ia memutuskan untuk tetap tinggal di rumah orang tuanya sementara rumahnya sendiri disewakan pada orang lain. Lagipula kasihan bapak dan ibunya hanya tinggal berdua. Si sulung yang perempuan ikut suami sedangkan si bungsu diterima bekerja di luar kota.
"Bu, Pak, aku berangkat, ya?"
Akbar menyalami tangan kedua orang tuanya yang sedang duduk santai sambil menyaksikan acara televisi.
Baru maghrib tadi ia pulang dan setelah isya ia pergi lagi dengan penampilan sama rapinya seperti saat akan berangkat ke kantor. Kemeja dan celana kain melekat rapi di tubuhnya.
Malam ini adalah kali pertama ia akan mengajar di sebuah kampus. Ya, mulai malam ini ia berprofesi sebagai seorang dosen.
Kesempatan itu datang begitu saja. Sekitar sebulan lalu salah seorang teman yang berkedudukan sebagai kepala program studi di salah satu kampus swasta menawarkannya untuk mengajar di sana. Tentu saja ia tertarik tapi mengingat tak ada pengalaman mengajar yang ia miliki, ia jadi ragu untuk menerima tawaran tersebut.
"Dicoba aja dulu, Bar. Kalau lulus tes, ya lanjut. Kalau gagal, ya nggak lanjut," kata temannya kala itu.
Setelah berpikir cukup lama akhirnya Akbar menerima tawaran itu. Lalu ia pun melakukan serangkaian tes, mulai dari psikotes, tes kemampuan akademik hingga tes mengajar.
Dan tak disangka, ia diterima. Kesepakatan pun dibuat. Ia mengajar kelas karyawan yang jadwal belajarnya berlangsung di malam hari.
Baguslah, kini di malam hari ia memiliki kegiatan yang bermanfaat. Meskipun tidak setiap malam ia mengajar tapi setidaknya ia bisa mengurangi lamunan tentang sang istri jika malam menjelang.
***
Dengan langkah tak bersemangat Ana memasuki gedung kampus. Sesekali ia menguap akibat dari rasa lelah dan ngantuk yang melanda. Bagaimana tidak? Dari tempat bekerja tadi ia langsung ke mari untuk mengikuti kuliah.
Sebenarnya hari ini adalah hari pertama masuk kuliah setelah libur tiga bulan lamanya. Dan dengan sangat terpaksa Ana harus pindah ke kelas malam karena kini ia telah bekerja.
Saat itu, saat Ana akan mengikuti ujian akhir di semester genap, sang ayah meninggal. Kehidupannya yang sederhana mulai merasakan kekurangan. Mau tak mau Ana harus ke sana ke mari mencari pekerjaan agar berpenghasilan demi untuk membantu sang ibu memenuhi kebutuhan keluarga.
Ana merupakan anak pertama dan mempunyai tiga orang adik yang semuanya sudah sekolah. Setelah ayahnya meninggal, mereka hanya mengandalkan uang pensiun ayah yang semasa hidup berprofesi sebagai guru dan uang hasil ibunya berjualan nasi uduk di pasar.
Beruntung di saat masa libur kuliah Ana bisa mendapatkan pekerjaan di sebuah tempat les musik yang tak jauh dari rumahnya. Di sana ia mencatat nama-nama peserta les dan uang yang dibayarkan.
Dan lebih beruntung lagi karena di kampusnya ada kelas malam yang diperuntukkan bagi mahasiwa yang sudah bekerja. Jadi Ana bisa bekerja sambil kuliah meskipun berat menjalankannya tapi ia yakin pasti bisa.
Semangat, Ana!
Ana menyemangati diri sendiri saat memasuki lift yang akan membawanya ke lantai lima di mana ia akan mengikuti kuliah.
"Tahan dulu."
Segera tangan Ana menahan pergerakan pintu lift agar tak tertutup sedangkan matanya melihat sekilas laki-laki berpostur tinggi yang baru saja masuk ke dalam. Ganteng, ucap Ana dalam hati sambil bibirnya tersenyum samar. Lalu diam-diam ia mengamati laki-laki itu dari belakang sementara lift terus bergerak naik. Hanya ada mereka berdua di sana.
Ting
Lift berhenti di lantai tujuan. Laki-laki itu keluar terlebih dahulu kemudian Ana menyusul di belakang. Mereka menyusuri lorong gedung yang sepi. Mungkin mahasiswa lain belum semuanya datang. Maklumlah, kebanyakan mahasiswa yang merangkap sebagai pekerja memang kerap telat datang dengan alasan pekerjaan.
Ana terkesan membuntuti lelaki itu karena terus berjalan di belakangnya padahal tanpa terduga tujuan mereka sama yaitu ruang kelas yang akan digunakan untuk kuliah malam ini.
"Kamu mahasiswa baru, ya?"
Entah mengapa Ana merasa senang mendapat sapaan dari laki-laki itu saat ia sudah duduk di salah satu bangku di barisan agak belakang. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 2
Dan lagi-lagi hanya ada mereka berdua di sana, yang lain belum datang.
"Bukan...emm...maksudku, dua semester lalu aku ikut kelas pagi dan semester ini aku pindah ke kelas malam," jelas Ana dengan agak gugup.
Begitulah Ana. Selalu merasa gugup jika diajak berbicara dengan lelaki, apalagi lelaki ganteng dan keren seperti yang sedang duduk tak jauh darinya itu. Ditambah ruangan sepi pula. Ya sudah, ia menjadi semakin gugup.
"O...," Laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepala. "Pantas aja aku baru lihat kamu sekarang. O iya, aku Fajar. Kamu?"
"Ana," jawab Ana disertai senyuman canggung.
Dari sekedar menanyakan nama, Fajar menanyakan hal sederhana lain yang menjadi awal perbincangan seru mereka.
Rasa gugup dan canggung yang menghinggapi Ana lambat laun berkurang hingga akhirnya menghilang. Ternyata selain keren dan tampan, Fajar juga merupakan sosok yang mudah akrab, ramah dan menyenangkan.
Ana bersyukur di hari pertamanya kuliah di kelas malam, ia langsung mendapatkan seorang teman mengingat tidak ada yang ia kenal di kelas barunya ini.
Satu per satu mahasiswa lain mulai berdatangan dan suasana kelas berubah dari lengang menjadi ramai. Beberapa dari mereka ada yang menyapa dan mengajak Ana berkenalan seperti halnya Fajar, beberapa lagi tak peduli.
Dosen mata kuliah di jam pertama tidak masuk. Dan mereka malah bersorak senang.
Aneh.
Katanya mereka ke kampus ingin mengikuti kuliah tapi saat si dosen tidak datang, mereka malah senang. Jika begitu, mengapa mereka ke kampus? Sudah saja, diam di rumah.
Satu dua mahasiswa memutuskan untuk pulang. Ada juga yang pergi ke kantin, sedangkan sisanya masih setia menanti dosen mata kuliah kedua sambil mengobrol, mendengarkan musik hingga ber-selfie ria.
"Assalamu'alaikum."
Ucapan salam itu membuat suasana riuh di kelas berubah menjadi hening seketika. Dosen mata kuliah di jam kedua sudah datang. Tepat waktu.
Sosok gagah berwibawa itu memasuki kelas sambil menenteng sebuah laptop dan sebuah map bening kemudian duduk di kursi yang telah disediakan di muka kelas.
Terdengar bisik-bisik yang berasal dari mulut para mahasiswi, memuji tampilan fisik si dosen.
"Dosennya ganteng, ya?"
Ana mendapatkan bisikan dari Lala, gadis yang duduk di sebelah kirinya. Kemudian ia mengangguk.
Diiyakan sajalah agar cepat selesai dan tidak terjadi bisik-bisik selanjutnya. Padahal menurut Ana, dosen yang dengan potongan rambut rapi itu berwajah tak begitu tampan tapi mungkin karena postur tubuhnya yang tinggi dan tegap juga aura kewibawaanya begitu terpancar jadi membuat para mahasiswi di kelas ini menjadi terpesona.
Bisik-bisik itu terhenti saat si dosen berdiri dari kursi lalu berdehem.
"Selamat malam semuanya," sapanya sambil melangkahkan kaki ke depan papan tulis.
"Malam, Pak..."
"Sebelum masuk ke materi kuliah, saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Akbar Satria Arif..."
Fokus Ana yang sedang memperhatikan dosen di depan sana tiba-tiba teralihkan saat seekor kupu-kupu bersayap biru hinggap di atas mejanya.
Tangan Ana tergoda untuk menyentuhnya tapi kupu-kupu itu malah terbang ke bagian belakang lalu Ana tak mempedulikannya lagi. Pandangannya kembali fokus ke depan.
"...terdiri dari manajemen dan sumber daya manusia. Manajemen itu apa? Sumber daya manusia itu apa?"
Dosen yang bernama Akbar itu sudah masuk ke dalam materi perkuliahan. Perkenalannya sebentar, pikir Ana. Dosen lain biasanya setelah memberitahukan nama, mereka juga mengatakan dulu kuliah di mana, tempat tinggal mereka di mana... Begitulah. Dan sepertinya dosen yang satu ini benar-benar hanya mengatakan namanya saja, tak lebih.
Ana masih serius memperhatikan Pak Akbar yang sedang menjelaskan tentang apa itu pengertian dari manajemen sumber daya manusia tapi lagi-lagi fokusnya terganggu. Kali ini bukan karena seekor kupu-kupu melainkan seperti ada yang berkelebatan di hadapannya sampai akhirnya bagian samping perutnya terasa seperti tertusuk jarum kemudian...semuanya gelap. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 2
- Bersambung -