Akbar memejamkan kedua mata. Bukan untuk tertidur melainkan untuk mengusir ingatan saat Nadya megap-megap tak bisa bernafas lantas perlahan-lahan kedua mata istrinya itu tertutup dan tak terbuka lagi untuk selamanya. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 4
Setiap malam selama hampir dua bulan lamanya Akbar tak bisa tertidur dengan cepat. Karena kepingan-kepingan kejadian menyedihkan itu datang begitu saja memenuhi benaknya tanpa diminta di kala ia terperangkap sendirian di dalam kamar.
Jika sudah begitu yang bisa ia lakukan adalah memandangi wajah Nadya yang terbingkai pigura kayu di atas meja. Tak hanya memandang, kadang ia pun berbicara pada foto itu. Menceritakan apa saja yang ia lakukan dan apa yang terjadi padanya seharian tadi. Seperti malam ini pun begitu.
Sambil duduk dengan kaki berselonjor dan punggung bersandar di kepala ranjang, Akbar memulai percakapan dengan foto sang istri yang ia pegang dengan kedua tangan.
“Dia, kamu tau? Malam ini untuk pertama kalinya aku mengajar di kampus,” katanya antusias seolah-olah yang di hadapannya itu adalah benar-benar Nadya dalam wujud nyata dan hidup bukan sebatas gambar.
“Ya, betul. Sekarang aku udah jadi dosen.” Akbar tersenyum.
“Itu lho, di kampus yang si Irwan juga ngajar di sana. Iya, kampus yang itu.”
“Kamu setuju ‘kan, kalo aku jadi dosen?”
“Mmm... Tapi pasti kamu cemburu kalo tau reaksi mahasiswi-mahasiswi di sana pas aku masuk ke kelas mereka tadi.”
“Hahaha... Tuh, ‘kan... kamu cemburu.”
Tawa Akbar terhenti saat tiba-tiba ia teringat pada mahasiswi bernama Ana yang bertingkah aneh tadi di kelas. Lebih dari itu ia juga teringat akan senyumannya. Lalu ia cocokkan dengan senyuman Nadya di foto. Sama.
“Dia, tadi ada mahasiswi yang punya senyuman yang sama kayak kamu.” Akbar menyentuh senyum itu dengan jari-jarinya. Senyum yang membuat gigi gingsul pemiliknya terlihat dan malah membuat senyuman itu semakin mempesona.
Tak terasa setetes air jatuh membasahi kaca pigura.
Akbar menangis lagi, untuk ke sekian kali dalam kesendirian. Menangisi kepergian Nadya, juga menangisi dirinya sendiri yang sebenarnya rapuh dan hampir setengah gila karena kehilangan separuh jiwa.
Di siang hari Akbar bisa bersikap biasa saja, memperlihatkan dirinya tidak apa-apa seolah-olah tegar setelah ditinggal mati sang istri dan menjalani aktivitas seperti biasa. Tapi saat malam hari tiba dan saat kesepian itu melanda, ia berubah menjadi melankolis.
Maka dari itu ia menerima tawaran untuk menjadi dosen di kelas karyawan agar di malam hari pun ia tetap memiliki aktivitas dan ingatan tentang Nadya akan sedikit berkurang. Sayangnya, itu tidak berpengaruh. Justru di sana ia menemukan seorang mahasiswi yang mengingatkannya pada Nadya.
“Sayang, kenapa kamu pergi secepat itu? Bahkan sebelum aku sempat memanggil kamu dengan sebutan ‘istriku’,” kata Akbar lirih. Tangannya mengusap-usap wajah Nadya yang seolah-olah tersenyum ke arahnya.
Lalu tiba-tiba indera penciuman Akbar menghirup sekilas aroma manis nan segar yang sangat ia kenal. Aroma parfum yang biasa Nadya pakai.
“Dia, kamu ada di sini?” Akbar menyeka kasar air yang menggenang di sudut mata lantas mengalihkan pandangan ke sekeliling kamar.
Di sana, di jendela. Akbar melihat ujung tirainya bergerak seperti tertiup angin.
***
Berat, memang sungguh berat jika dua orang yang saling mencinta harus terpisah. Apalagi waktu perpisahannya terjadi saat mereka sedang berada di puncak kebahagiaan yang bernama pernikahan.
Takdir, bagi sebagian orang yang tak bisa menerimanya sebagaimana Nadya, dikatakan kejam. Lalu mereka mengajukan protes pada Tuhan. Tapi sayangnya, takdir yang sudah ditetapkan seperti kematian tidak bisa diubah kembali apapun yang terjadi.
Dan yang terjadi selanjutnya adalah jiwa-jiwa yang sudah tak memiliki raga itu merasa tidak ikhlas. Jika sudah begitu mereka tidak tenang di alam gaib sana lantas akhirnya memilih bergentayangan di alam dunia. Seperti yang dilakukan Nadya.
“Iya, Sayang. Aku di sini.”
Setiap hari dan hampir setiap waktu Nadya berada di sisi Akbar bahkan setiap malam selalu menemani suaminya itu tertidur. Kadang ia memberi tanda agar Akbar menyadari kehadirannya. Entah dengan aroma wangi dan gerakan benda yang ada di sekitar seperti yang ia berikan malam ini hingga dengan menjelmakan dirinya menjadi seekor kupu-kupu.
Sama seperti Akbar, Nadya pun menangis. Ia tak tega melihat kondisi Akbar yang setiap malam mengalami kesulitan tidur karena teringat akan dirinya, tenggelam dalam duka yang pada siang hari disembunyikan dari dunia luar. | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 4
Nadya sama sekali tak menyangka Akbar serapuh itu. Selama hampir satu tahun mengenal dan menjalani hubungan asmara dengan Akbar, tak pernah ia melihat lelaki itu menangis. Ternyata dibalik tampilan fisik yang gagah dan raut wajah yang cenderung dingin ada sebongkah hati yang rapuh.
Ingin rasanya Nadya mengusap lembut wajah sang suami, mendekap erat tubuhnya untuk sekedar memberi rasa tenang dan nyaman. Tapi ia tak bisa. Ia hanya bisa duduk di sini, di tepi ranjang sambil menatap sendu seraut wajah yang penuh dengan gurat kesedihan itu.
Sungguh, Nadya ingin hidup kembali. Ia tak tahan melihat Akbar selalu dirundung kesedihan dan duka yang mendalam karena ditinggal dirinya mati. Itu sangat menyakitkan dan selamanya ia tak akan pernah merasa tenang jika Akbar terus menerus begitu.
Ada yang bilang menjalani hubungan jarak jauh atau long distance relationship itu berat. Tapi menurut Nadya, justru lebih berat jika menjalani hubungan di dua alam yang berbeda seperti ini. Berkali-kali lipat beratnya ketimbang hubungan jarak jauh.
Setidaknya hubungan jarak jauh masih bisa saling mendengar suara walaupun tak bisa saling bertatap wajah dan bersentuhan. Juga suatu waktu mereka bisa saling bertemu.
Nah, hubungan berbeda alam? Meskipun bisa saling bertemu tapi tak bisa saling menatap, tak bisa saling bicara, tak bisa saling mendengar, tak bisa bersentuhan.
Nah, hubungan berbeda alam? Meskipun bisa saling bertemu tapi tak bisa saling menatap, tak bisa saling bicara, tak bisa saling mendengar, tak bisa bersentuhan.
Menyedihkan.
Tapi meskipun begitu Nadya tetap ingin selalu berhubungan dengan sang suami. Ia tak ingin hubungan cinta mereka berakhir karena hanya kini mereka telah terpisah ruang dan waktu. Dan ia yakin Akbar pun begitu.
Raga Nadya memang sudah mati bahkan mungkin sudah membusuk di dalam perut bumi, tapi tidak demikian dengan rasa cintanya. Rasa itu masih hidup dan terus bersemi untuk Akbar, sang suami.
Karena itulah keinginannya untuk hidup kembali begitu kuat dan ya, ia akan hidup lagi meski dalam raga yang berbeda.
“Selamat tidur, Sayang...” ucap Nadya lembut di telinga Akbar yang kini sudah terlelap sambil memeluk bingkai foto. “...besok kita ketemu lagi.”
Nadya tersenyum tanpa melepaskan pandangan dari wajah suaminya lalu bagai kain tipis yang tertiup angin ia melayang begitu saja meninggalkan kamar itu. Malam ini ia harus pergi ke suatu tempat.
***
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan di pintu depan. Akbar yang tengah menikmati sarapan sejenak meninggalkan meja makan. Ia berjalan menuju ruang tamu kemudian membuka pintu. Di sana, di depan pintu ia melihat seorang gadis dengan penampilan dan dandanan seperti Nadya. Pakaiannya, rambutnya yang sebagian dijepit dengan bobby pin ke belakang telinga dan tentu saja senyuman itu. Semuanya mengingatkan pada Nadya. Tapi untuk apa gadis itu datang ke mari? Bagaimana gadis itu tahu di sini adalah tempat tinggalnya?
“Kamu Ana, ‘kan?”
Iya, itu Ana. Meskipun Akbar baru pertama kali bertemu di kelas itu tapi ia masih ingat karena saat itu Ana bertingkah aneh dengan menangis tanpa sebab yang pasti.
Tapi bukannya menjawab pertanyaan Akbar, Ana malah menyapa dengan sapaan yang membuat lelaki itu terkejut.
“Hai, Chunky Bar!” Ana melambaikan tangan di depan wajah Akbar, sama persis seperti yang Nadya lakukan tiap kali bertemu lelaki itu.
Chunky Bar?
Dahi Akbar mengerut. Hanya Nadya yang memanggilnya dengan sebutan itu. Bagaimana Ana bisa tahu? Sebenarnya siapakah Ana? | Cerpen Sedih Tolong Pahami Lagi Bahwa Aku Bukan Dia Part 4