Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga Part 2

Jika ketersengajaan adalah takdir dari sebuah pertemuan, biarlah waktu yang menuai kapan ia akan pergi. Karena terkadang yang hadir hanya sekedar singgah bukan untuk menetap.

Sebuah pertemuan adalah memulai.

Aku berharap tak membawa rasa dalam hati. Karena hal paling menyakitkan adalah mengakhiri, walau dengan alasan sebaik apapun. | Cerpen Cinta Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga Part 2

***
Rintik-rintik jatuh perlahan, awan kelabu berkumpul menjadikan langit gelap seketika. Sesaat kemudian, kilat menyambar berkali-kali.

Hujan mengguyur dengan lebatnya. Menjadikan sejuk dan menyisakan genangan air. Aku memandangi hujan yang sedari tadi tak berhenti. Namun, perlahan hanya tinggal rintikan kecil yang tak kasat mata.

Drrt... Drrt...getar di handphone pertanda sebuah pesan. Aku menebak sinis, pasti si bocah. Sudah dua minggu ini handphoneku di hujani dengan chat darinya. Berasa nyesal memberikan nomor WA ku dua minggu lalu. Huh.

[Ka lagi dimana?] read
[Aku singgah ya] read

Benar dugaan ku kan, si bocah tak pernah absen mengechatku. Aku tak menghiraukannya. Kuletakkan lagi handphone itu di atas nakas.

Sudah dua hari ini aku tak membalas chat darinya. Aku sengaja, biar dia tak mengganggu ku lagi. Tapi, kenapa perasaanku resah.

Ku pejamkan mata, dua puluh menit lagi jam 4. Mungkin aku bisa tidur sejenak sebelum masuk waktu asar. Mataku terpejam, tapi aku masih sadar. Kenapa jadi susah tidur begini, pikirku.

Aku melenguh kesal. Ku hempaskan guling yang ku peluk sejak tadi. Aku bangkit, beranjak dari kamar untuk membersihkan diri. Mungkin tubuhku butuh penyegaran.

"Kak, ada yang nelpon tuh, dari tadi loe kak," Siska mengangetkanku yang sedang asyik membersihkan diri.

"Iya dek, sebentar," sahutku dari dalam kamar mandi.

Aku segera memakai handuk dan masuk kedalam kamar. Kulihat handphone ku masih berdering. Lagi, lagi nomor tak dikenal. Siapa sih?

Tik. Aku mengangkatnya.
"Ka aku didepan," tak salah lagi, ini si bocah. Mau apa dia.

"Ngapain kesini?" tanyaku judes.

"Aku bawa martabak bangka nih rasa coklat," aku menelan ludah. Mulutku tiba-tiba ngiler saat mendengar kata martabak. Itu makanan favorite ku banget.

"Lagi nggak nafsu," balasku ketus, Padahal pingin banget tapi apa daya. Gengsi lebih besar.

"Sayang banget, masak ia aku buang ka," jawabnya sedih.

"Buat kamu aja de," gumamku.

"Aku udah kenyang ka," pungkasnya.
"Aku buang ya," sambungnya lagi.

"Ee jangan dong, mubazir tau," kataku terpaksa.

"Keluar dong ka, ambil martabak nya," pintanya memelas.

"Niat kamu kemari cuma untuk antar ntu martabak," kataku kesal.

"Enggak juga sih, aku pengen lihat kaka," jawabnya pelan.
Deg.deg.deg. Jantungku serasa mau keluar. Kenapa si bocah jadi tambah pintar ngegombal. Sadar Ran, dia nggak berhak buat kamu baperan.

"Males ah," jawabku singkat.

"Kenapa?" tanyanya.

"Lagi mager," jawabku ngasal.

"Yaudah, aku buang ya martabak nya," si bocah mengancam. Pintar banget dia buat aku harus keluar. Mana tega aku si martabak dibuang.

"iya iya, ni kaka keluar," jawabku terpaksa.

"Oke, aku tunggu ya," sahutnya nyengir sambil mematikan handphone. Beef.

Aku keluar dengan mengenakan baju seadanya. Atasan baju tidur biru muda dengan rok hitam dan tak lupa jilbab instan dongker.

Si bocah berdiri di depan pagar kosan. Aku berjalan perlahan. Reflek dia melihat kedatanganku. Sekilas kulihat ia senyum ala oppa korea.

"Mana," kataku sambil menjulur kan tangan. Aku menatapnya ke atas karena memang perbedaan tinggi kami lumayan jauh.

Ia tersenyum dan lama kemaaan cengengesan. Aku membuang muka.
"Yaudah, kaka masuk ya," kataku kesal.

"Ee jangan dong ka," katanya sambil menarik jilbanku pelan. ia segera menjegat langkah ku dari depan dan memberikan martabak itu padaku.

"Ka, balas chat ku ya, angkat juga telponku," teriaknya saat aku hendak masuk kedalam rumah.

Aku tak menggublisnya. Aku masuk ke dalam rumah tanpa melihatnya lagi.

****

Keesokan harinya...
"Hai kaaa.." sapanya sambil melambai tangan tepat saat aku membukakan pintu. Ups dia lagi. Pagi-pagi udah bikin orang badmood aja. | Cerpen Cinta Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga Part 2

"Ngapain kesini pagi-pagi?" kataku cemberut.

"Ya mau antar kaka kerjalah" jawabnya enteng.

"Emang kamu ojek apa? Yang bisa antar-antar kaka". Jawabku makin kesal.

"Kalau kaka mau, gak ada yang salah. Aku mau kok jadi ojeknya kaka", balasnya sambil nyengir.

"Hmm, sorry dek. Sayangnya kaka gk tertarik tuh". Jawabku langsung pergi meninggalkannya.

"Kaa, tunggu", panggilnya sambil narik tas ranselku. Dengan tubuh tinggi nya mudah saja ia menarik tasku. Langkahku terhenti, dengan sigap ia menghalangi jalanku. Rasanya mau teriak tapi masih pagi, huh. Akhirnya aku hanya menampakkan wajah angry bird kuadrat.

"Ayolah kaa, pergi bareng aku aja", wajahnya memelas.

"Maaf ya dek, kakak enggak mau boncengan sama cowok", jawabku ngasal.

"Siapa yang mau boncengan. Lah, kan aku bawa mobil kaa", jawabnya santai. What, mobil. Sejak kapan anak tengil ingusan ini punya mobil.

"Mobil?", kataku terkejut
Ia hanya mengangguk sambil cengengesan gak jelas, wajahnya hampir mirip oppa korea yang lagi merayu cewek. Percis, aku hampir mual melihatnya.

"Terus, itu kereta siapa?" kataku sambil nunjuk kereta beat warna putih yang sejak tadi bertengger di depan pagar kosan.

"Laa, mana aku tau kaa. yang jelas itu mobil aku kaa", jawabnya sambil nunjuk mobil honda jazz putih yang berada disebrang jalan.

"Yuk kaa", sambungnya. Belum lagi aku menjawab mau atau tidak. Si adek bawel ini, menarik tas ranselku dari belakang memaksaku berjalan menuju mobilnya. Aku gelabakan dibuatnya.

Ia membukakan pintu mobil untukku dan aku pun segera masuk. Masih dengan wajah cemberut. Ia menjalankan mobilnya pelan, tangan kirinya memutar tape yang ada dimobil. terdengar sebuah lagu yang tak asing, oh my god. Lagu akad oleh payung teduh. Dengan suara pas-pasan ia mengikuti lirik lagu yang dihidupkan. Ia menyetir sambil bernyanyi dengan intonasi yang tak beraturan, sebentar meninggi sebentar rendah. Rasanya ingin aku menutup kuping. Sesekali ujung matanya melihat ke arahku, aku dapat merasakannnya. Entah apa maksudnya.

"Oalah macet lagi", katanya pelan. Akhirnya ia berhenti bernyanyi. Aku menghela nafas lega.

"Kaka enggak telat ni kan?" , tanyanya.

"Emm, enggak kok. Belum jam 8." jawabku.

Aku melihat jalanan macet total. Beberapa kendaraan roda dua memotong jalan, membuat beberapa pengguna jalan kesal termasuk si adek tengil. untuk meredakan suasana, akhirnya aku mencoba bertanya padanya.

"Ini mobil ayahmu ya. Anak sekarang taunya pakai aja, tapi enggak tau susahnya nyari uang" celetusku tiba-tiba

"Siapa bilang ini mobil ayah. Ini punya aku kok kaa", jawabnya sambil melihatku.

"Aku udah kerja kok, walaupun masih kuliah", sambungnya lagi.

"Kerja part time?", tanyaku.

"BUMN, tapi aku cuma bagian teknisi kaa", jawabnya santai .
wajahku melongo. Anak tengil ini kerja di BUMN. Serius? Kok bisa. Aku aja cuma guru anak-anak.

"Kenapa ka?" tanyanya sambil melihat wajah terkejutku.

"BUMN, kok bisa?? Kan kamu masih semester 4??" tanyaku lagi.

"Ya bisalah, buktinya sekarang aku udah kerja. Jadi aku udah bisa dong nikahi kaka" balasnya nyengir.

"Apa kamu bilang dek?" kataku pakai wajah angry bird pangkat 16 sambil mengepal tangan.

"Ehh, gak ada deh kaa. Becanda" jawabnya pelan.

"Kaa, jangan seram gitu dong wajahnya. Adek jadi takut nih", seloronya.

Aku tetap diam, melihat ke depan.  | Cerpen Cinta Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga Part 2

- Bersambung -