Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit Part 2

Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi pada diriku. Otakku berhenti berpikir. Setiap saat merasa ketakutan hingga terkadang otakku tak mampu menerima tekanan. Ada dorongan kuat untuk marah-marah. Tertawa dan bertingkah seperti orang gila. | Cerpen Sedih Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit Part 2

Dorongan untuk melakukan itu sangat kuat, hingga rasanya kepala ini mau pecah. Semakin aku melawan dorongan itu, rasanya kepalaku benar-benar akan pecah dan akhirnya aku berteriak ketakutan dan histeris. Melihat kondisiku, orang tuaku berusaha membawaku berobat. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, dokter hanya menyimpulkan.

"Anak ibu tidak apa-apa. Semuanya normal. mungkin anak ibu stress."

Mereka pun terus bertanya apa aku ada masalah? mereka terus menanyaiku seperti seorang wartawan yang haus berita. Namun jawabanku.

"Putri juga nggak tahu bu."

Aku pun tak tahu apa yang membuatku stress. Mereka pun kembali membawaku berobat. Kali ini mereka membawaku ke tempat orang "pinter". Aku sungguh tak mempercayai hal itu. Tapi karena aku sungguh ingin sembuh dan menghargai usaha orang tuaku aku pun ikut saja. Apa yang meteka katakan sungguh tidak masuk di akalku dan mereka sangat salah dalam menebak. Rata-rata mereka tebakan mereka.

"Kamu cuma stress karena sedang menyusun skripsi."

Sungguh, tak ada masalah dengan skripsi. Penelitianku dibiayai seorang dokter yang sedang penelitian S3. Dan aku juga mendapat dosen pembimbing yang baik dan tak menyulitkan sama sekali. Semua berjalan lancar, penelitian hampir selesai. Hanya tinggal pengamatan dan menyusun data. Ada juga yang menebak.

"Ini ada yang syirik. Anak ibu pintar. Ada yang nggak suka sama anak ibu. Dia nggak mau anak ibu selesai kuliah. Makanya dia guna-guna anak ibu."

Ketika ku tanya siapa yang berbuat demikian. Jawaban para orang "pinter" itu selalu sama.

"Kamu nggak perlu tahu. Adalah, biar Allah yang membalas. Yang penting kamu jangan lupa selalu shalat dan berzikir."

Sumpah, sungguh luar biasa. Setelah menanamkan bibit prasangka buruk pada seseorang. Nasihat manis keluar dari mulutnya itu.

Setelah 40 hari terlewati, aku merasa sedikit lega. Aku berpikir, artinya perasaan aneh yang kurasakan bukan karena tanda-tanda akan meninggal. Aku pun mulai berani mengaktifkan hpku. Ada banyak pesan, dari teman-teman yang heran karena aku seolah menghilang dan dari seorang dokter yang aku bantu penelitian S3 nya. Aku jadi merasa sangat bersalah. Akhirnya aku menelpon dokter tersebut dan menceritakan kondisiku. Sebagai seorang dokter yang hanya paham tentang medis, beliau tak percaya dengan kondisiku. Keanehan yang ku alami dan betapa depresinya aku saat ini. Beliau memaksaku kembali ke kampus dan ingin bertemu. Setelah mengumpulkan keberanian aku pun memutuskan untuk kembali ke kampus dengan ditemani ibuku.

"Putri, saya sangat terkejut mendengar ceritamu. Kita ini orang ilmiah, bagaimana mungkin kamu percaya dengan hal itu. Semua yang kamu alami pasti ada penjelasan medisnya."

"Iya dok, saya juga sudah ke medis, tapi tak ada hasil. Saat pertama kali saya periksa, tensi saya tinggi dan dokternya menyarankan untuk EKG."

"Lalu?"

"Saya belum EKG. Karena saya merasa tidak ada masalah dengan jantung saya."

"Begini saja. Saya kebetulan hari ini mau bertemu dengan dokter Farhat. Beliau dokter spesialis jantung. Kalau kamu mau, saya bisa temani kamu."

Aku berpikir, apa salahnya dicoba untuk meyakinkan. Kami pun pergi ke tempat dokter tersebut praktek di RS Permata Bunda. Sesampainya di sana, dokter yang sangat baik hati itu menyambut kami dengan hangat. Aku sedikit takut. Tapi beliau meyakinkanku untuk tenang. Sebelum melakukan tes, beliau bertanya.

"Kamu sering merasa nyeri di bagian jantung?"

"Tidak sering dok. Cuma pernah dan itu sangat jarang."

"Kamu sering merasa berdebar-debar tiba-tiba?"

"Kalau itu sering dok."

Setelah hasil tes keluar, beliau pun membacakan hasil tesnya.

"Hasil tesnya bagus, detang jantungnya konsisten dan normal. Semua bagus. Cuma kamu tetap harus jaga makanan. Jangan suka minum kopi, jangan sering minum es, soda. Lebih baik mencegah."

"Baik dok." | Cerpen Sedih Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit Part 2

"Kamu ingin lihat bagaimana hasil dari jantung yang bermasalah?"

"Ya." jawabku antusias. Tentu saja aku mau, menambah ilmu dan pengetahuan. Beliau menuju pasien berikutnya. Seorang bapak paruh baya yang terengah-engah dan seperti sulit bernapas. Hasil dari EKG nya sangat buruk. Detak jantung tak beraturan. Dokter Farhat sangat baik. Beliau memberiku tes gratis dan memberiku ilmu pula. Betapa beruntungnya aku.

Selama perjalanan kembali ke kampus. Dokter Sarah kembali bertanya dengan penasaran tentang apa yang terjadi padaku. Aku kembali bercerita, dan ya.... beliau kembali tidak percaya ada yang lain dari penyakitku. Beliaupun terus berpikir keras hingga akhirnya beliau mendapat ide untuk membawaku ke tempat praktek seorang Profesor yang juga merupakan dosen pembimbing disertasinya, Prof. Rahmat Hidayat.

"Mungkin kamu punya masalah psikologis, ayo kita ke sana. Prof Rahmat juga mengerti tentang psikologis. Dia bisa membaca gerak gerik kita. Kita berbogong apa tidak. Pokoknya saya masih belum percaya kamu sakit non medis."

Aku hanya setuju saja. Bagaimana tidak, aku pun sangat ingin sembuh.

Sesampainya di tempat praktek, Prof Rahmat langsung menyuruh kami masuk. Beliau menyuruhku untuk berbaring di atas tempat tidur. Beliau memeriksa kondisi fisikku. Mulai dari tensi, denyut nadi, detak jantung, sampai perut. Setelah memeriksa semua itu, beliau menyuruhku untuk duduk dan meluruskan satu tanganku kedepan.

"Sekarang, pejamkan mata. Jika ada yang menggerakkan tangan ikuti saja."

Aku pun mengikuti instruksinya. Dan betapa terkejutnya aku. Tanganku bergerak sendiri ke samping. Kemudian beliau menghentikan gerakannya dan melakukan tes lagi. Kali ini dengan kedua tangan. Dan kembali, tanganku bergerak lagi. Entah mengapa, kali ini aku merasa seperti di awang-awang antara sadar dan tidak. Saat membuka mata, aku seolah bingung dengan orang-orang disekelilingku. Aku mengenal tapi seperti tak kenal. Ku tatap wajah prof tersebut sambil berusaha mengenali. Kemudian prof tersebut bertanya dengan sedikit membentak.

"Kenapa!"

Aku terkejut dan tersadar. Beliau duduk dan menulis resep.

"Saya beri kamu resep dan tebus sendiri di apotik. Memang ada makhluk lain ditubuhmu. Saran saya, kamu harus lebih banyak lagi mengaji tentang tauhid dan lakukan rutin membaca al-qur'an."

"Apa benar itu prof?" Tanya dokter Sarah tak percaya. Saya sendiri masih belum percaya 100%.

"Iya, tapi jangan terlalu khawatir. Hal ini bisa terjadi saat seseorang mungkin sedang lemah imannya. Yang perlu dilakukan hanya harus selalu mengaji."

Sepanjang perjalanan aku hanya terus bertanya dalam hati. Apa yang salah, sebelumnya semua baik-baik saja. "Cobaan apa ini ya Allah. Aku akan benar-benar menjadi gila. Tolong bantu aku ya Allah." Besitku dalam hati.

Malam tiba dengan keheningannya, tiba-tiba saja kamar kost ku terasa begitu menyesak. Aku merasa sangat kecil di kamar berukuran tiga kali lima tersebut. Napasku terasa akan berhenti. Aku berusaha mengatur napas, tapi semua hanya semakin menyesak.

Dorongan kuat untuk teriak dan bertingkah seperti orang gila hadir kembali. Aku berusaha menahannya tapi kembali lagi, kepala terasa akan pecah. Ku remas-remas kasurku dan berusaha bertahan. Sungguh, ini sangat menyiksa. Terbayang olehku nyawa yang akan dicabut. Hal itu membuatku semakin gemetar hingga akhirnya aku pun menangis tak terkontrol.

Ibu kost dan teman-teman panik dan datang ke kamarku. Mereka berusaha menyadarkan aku. Aku sadar semua yang terjadi. Tapi aku tak tahu, aku tak bisa mengendalikan diri, otakku tak sejalan dengan reaksi fisikku. Semua mereka kerjakan. Mulai dari azan dan membaca ayat-ayat pendek. Aku hanya teriak tak tahu apa sebabnya.

Tapi aku merasa sedikit tenang karena tak sendiri lagi. Semua orang yang ku lihat terasa membingungkan. Yang ku cari hanya sosok yang mungkin akan menjemputku. Tapi semua yang kulihat hanya teman dan bapak ibu kost. Semakin lama aku semakin bisa mengendalikan diri. Pikiranku akan kematian mulai reda. Tapi aku memutuskan untuk kembali ke rumah lagi. | Cerpen Sedih Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit Part 2

~ Bersambung ~