Akhirnya, syukuran pembukaan Taman Galeri Alam telah selesai. Ini adalah salah satu impian dari sejuta mimpi yang ku ukir dibenakku. | Cerpen Sedih Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit
Setelah berbagai mimpi telah menjauh. Aku merajut mimpi baru. Dulu aku bermimpi untuk menjadi seorang dokter. Namun, allah menjadikanku seorang peneliti. Akhirnya aku merubah mimpiku, aku bermimpi melanjutkan kuliah S2, dan ingin bekerja di LIPI. Tapi kenyataannya, justru aku menikah sebelum lulus kuliah. Walau akhirnya kuliahku selesai, tapi berat untuk lanjut S2.
Akhirnya akupun bertekad untuk jadi seorang pengusaha agar bisa mengurangi pengangguran di Indonesia. Berbagai macam usaha telah ku coba. Mulai dari berjualan donat, bakso, mie ayam, tas dari tali kur, menerima murid les dan lain-lain. Segala usaha telah kukerahkan.
Segala kemampuan telah ku curahkan. Tak sedikit yang mencibirku. Seorang sarjana tak berguna yang ujung-ujngnya hanya di dapur, sumur dan kasur. Tapi dalam benakku. Manusia selalu salah dimata manusia. Baik salah, salah apalagi. Tapi aku tetap semangat. Prinsipku adalah, tak ada pendidikan yang sia-sia. Ilmu yang kita dapat tentu sangat bermanfaat. Terutama untuk diri sendiri.
Keberhasilan yang kucapai saat ini tak seindah seperti perasaanku saat akhirnya mimpiku terwujud. Perjalanan yang sangat panjang, hingga jatuh bangun berulang kali harus ku jalani. Masih teringat jelas sekali. Dulu semua berjalan dengan lancar, skripsi hampir selesai.
Aku merasa aku akan tepat waktu untuk menyelesaikan kuliah S1, jurusan biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara. Dengan semangat yang kumiliki. Tak perduli hari libur, seorang peneliti tetap ke kampus untuk melakukan penelitian setiap hari. Betapa sibuknya aku. Selain mengurus penelitianku sendiri. Aku juga membantu beberapa penelitian dosen dan dokter-dokter di luar fakultas MIPA.
Tetapi, ramadhan 2013 lalu merupakan ramadhan paling mencengkam bagiku. Hari itu kehidupanku berubah drastis. Semua hancur berantakan. Entah apa yang terjadi saat itu. Tak ada sebab dan alasan yang bisa dijelaskan. Saat itu, semua teman-teman sedang berkumpul di ruangan dosen. Seperti biasa, kami sering berkumpul di ruangan itu untuk saling berbagi dan diskusi.
Mereka pamit ingin shalat zhuhur di musholah laboratorium yang hanya berjarak beberapa ruang dari ruangan tempat kami berkumpul. Karena kebetulan aku sedang off atau haid. Mereka minta tolong agar aku menjaga peralatan mereka. Tas, laptop, camera dan lain-lain. Saat mereka sesang sholat aku pun melihat-lihat film dari laptop temanku. Tiba-tiba saja, ruangan terasa bergoyang.
Aku memperhatikan sekitar ruangan. Tapi tak ada gempa. Seketika tubuhku dingin seperti es. Ku rasakan adrenalinku meningkat dan memacu jantung berdetak kencang. Aku menjadi panik dan sulit bernafas. Kaki lemas tak berdaya. Aku memberanikan diri berjalan ke lab anatomi hewan yang letaknya berhadapan dengan ruangan itu. Di dalam terdapat beberapa asisten lab yang sedang penelitian. Kudekati salah seorang dari mereka. Aku memegang tangannya.
"Kak Mel.... aku kenapa. Rasanya dingin." Ucapku dengan sulit sebelum akhirnya tubuhku lemas tak berdaya.
"Kamu kenapa Put? wajahmu pucat dan dingin." Tanyanya panik sambil memegangi aku. Aku tak bisa menjawab. Aku sendiri kebingungan saat itu.
Seketika para asisten yang sedang penelitian berusaha memapahku dan membawaku ke ruang asisten.
"Put kenapa? Kamu sakit?"
Aku seolah tak bisa bicara dan hanya bisa beristigfar berulang-ulang dan menyebut nama Allah. Keringan bercucuran dalam tubuh yang kurasa dingin. Seorang dosen kepala membawa air minum untukku. Kebetulan dosen tersebut sedang memantau lab. Dia memberiku minum sambil terus berzikir sambil mengelu-elus punggungku. Setelah ku rasa sedikit tenang. Mereka kembali bertanya.
"Kenapa Put?"
"Nggak tahu bu. Tiba-tiba saja."
"Apa kamu melihat sesuatu?" Tanya dosen tersebut. Aku tahu sesuatu yang dimaksud adalah makhluk halus atau jin.
"Nggak bu." Jawabku singkat.
Tiba-tiba aku teringat akan kematian. Ku perhatikan sekelilingku, apa mungkin aku melihat malaikat maut yang siap mencabut nyawaku. Tapi semua terlihat biasa. Aku berjalan pulang dengan ketakutan. Semakin lama ketakutan semakin kuat.
Ku putuskan untuk pergi ke rumah teman dan menginap di kostnya. Di tempat tersebut aku ceritakan ketakutan dan kegelisahanku. | Cerpen Sedih Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit
Temanku menyarankan untuk periksa ke dokter. Akhirnya aku beranikan diri untuk periksa. Berapa terkejut dokter tersebut melihat tekanan darahku.
"Apa kamu punya riwayat darah tinggi?"
"Tidak dok. Setiap periksa biasanya tensi saya turun atau normal."
"Tekanan darah kamu tinggi sekali sampai 140/100. Apa kamu pusing sekarang?"
"Tidak dok."
"Apa kamu sedang cemas atau ketakutan?"
"Sedikit." Jawabku singkat.
"Apa kamu sering berdebar-debar?"
"Sesekali dok."
"Begini saja. Saya sarankan kamu untuk EKG. takutnya kamu ada riwayat sakit jantung."
Sontak aku terkejut mendengarnya. Aku tak menjawab apapun. Aku hanya mengiyakan saja.
Selama di kost kegelisahan semakin bertambah. Aku berusaha mencairkan suasana dengan bercengkrama, akan tetapi hal itu tidak membantu. Aku serasa mengawang-awang dan ketakutan. Bibirku tak henti beristigfar. Tangan berkeringat dingin, sulit bernafas. Akhirnya ku putuskan untuk menghubungi orang tua.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam bu."
"Ada apa nak? Kenapa malam-malam nelpon ibu?"
"Bu.... kayaknya Putri mau mati." Ucapku gemetar. Entah bagaimana reaksi ibuku saat itu. Yang ku tahu, seorang ibu pasti akan sangat Khawatir mendengarnya. segera ibuku membeli tiket kereta dari kampung menuju Medan. Belum sempat matahari terbit ibuku sudah tiba di kost ku. Dengan memberanikan diri aku kembali ke kost ku.
"Ada apa nak?"
"Entahlah bu, Putri merasa ketakutan. Sepertinya Putri mau mati sebentar lagi." Jelasku lagi.
"Kamu ngomong apa? Kamu sakit?"
"Enggak bu, Putri cuma ngerasa ketakutan seperti ada yang ngawasi." Ku peluk ibuku dengan erat.
"Ya sudah, ayo kita pulang ya."
Aku pun segera menyiapkan barang-barangku dan pulang kampung saat itu juga.
Saat di rumah, kondisiku tak banyak berubah. Justru yang kulakukan hanya menghitung hari. Aku merasa hidupku tak lama lagi. Aku menghiung mundur 40 hari semenjak aku merasa seperti nyawaku akan dicabut. Setiap saat aku semakin ketakutan. Seolah ada sosok yant terus ada disampingku dan mengikutiku. Aku berusaha melihatnya. Tapi tak terlihat sama sekali. Setiap melaksanakan shalat. Kakiku gemetar ketakutan sampai terkadang serasa ingin lari. Sosok itu terus berbisik.
"Assalamu'alaikum, aku akan mencabut nyawamu sekarang." Hingga dada ini sesak dan aku berlari berusaha menghindari kematian. Rasa ketakutan itu selalu hadir setiap saat, tak jarang aku menangis sendiri. Ingin selalu ditemani orang tua, tak bisa ditinggal sendiri. Aku tak bahkan tak berani melangkahkan kaki keluar rumah. Serasa ada maut yang siap menjemput diluar sana.
Semua kejadian buruk mulai terbayang-bayang. Misalnya, jika aku keluar rumah menggunakan motor, halusinasi tentang kecelakaan sadis selalu terbayang dan membuatku lemas tak berdaya. Semua terasa kelam dan sangat sangat menyiksa. | Cerpen Sedih Tidak Kembali Ke Masa Lalu Yang Pahit
~ Bersambung ~