Privat Less Bahasa Inggris Anaku Rasya

Semuanya masih jelas dan terang terekam di kepalaku, hal yang membuatku menjadi pribadi "Kamar addicted," bahwa benar adanya kata orang-orang bijak di luar sana, di dunia ini yang perlu kau percayai hanyalah dirimu sendiri. | Cerpen Ibu Privat Less Bahasa Inggris Anaku Rasya

Ayah dan bunda adalah orang Aceh asli, sebagai si bungsu beruntungnya aku lahir dengan perpaduan terbaik dari hasil kerjasama mereka, hidungku juga mancung, bedanya aku di anugerahi mata yang sipit dan kulit yang lebih putih membuatku menjadi menggemaskan saat kecil.

Tahun 2000-an adalah masa jayanya Ayah, permintaan berbagai macam elektronik ramai di toko, hidup kami tercukupi, sebelum kebahagiaan itu dirusak oleh manusia yang hatinya kotor.

Saat kecil, selain mengaji, aku tidak di izinkan pergi atau malah main jauh dari rumah kecuali di dampingi keluarga, Ayah mencukupi kebutuhanku sebagai anak-anak dengan banyak mainan, video game, Superman figure dan kawan-kawan sudah meramaikan masa kanak-kanakku. Dengan banyak alasan mengapa aku tak boleh banyak-banyak di luar rumah, yang jelas bunda bilang karena dia sayang.

Saat itu aku sudah duduk di kelas empat SD, kegiatan luar sekolah semakin banyak, bunda memintaku untuk mengikuti kelas bahasa Inggris saja, karena video game aku jadi suka bahasa Inggris maka kegiatan yang paling sering mengharuskanku untuk keluar rumah adalah mengikuti les bahasa Inggris di tempat kursus ternama di kotaku.

Inang, panggilan kakak perempuanku yang paling aku sayangi, nama aslinya Tiara Puspita Sari, di lain waktu akan kuceritakan kenapa bisa ku panggil dia Inang. Inang yang paling sering mengantarku ke tempat les selain ayah, aku merindukan momen itu, dijemput, angin-anginan di atas motor, sebelum langsung pulang dibeliin pop ice rasa permen karet.

Sebagai seseorang yang terlalu banyak diam di rumah saja, melihat keramaian di luar membuatku senyum-senyum sendiri, bahagia, sepertinya berjalan bebas, berlarian di luar sana sangat menyenangkan.

Aku sering iri melihat teman yang di bebaskan pergi kemana saja, karena menurutku kelas empat SD itu sudah gede, sudah bisa membedakan hal yang baik dan buruk. Teman kelas berenang untuk mengambil nilai olahraga, aku hanya di rumah, teman kelas pergi rekreasi ke luar kota bersama guru, aku hanya di rumah. Pernah di bolehin keluar nonton final sepak bola tim sekolah, tapi itu di temanin bunda.

"Nda, besok adek bareng teman-teman saja ya pergi lesnya ?"

"Kenapa ? Kan ada inang yang nganterin kamu ?"

"Kawan-kawan mau jemput, berangkat bareng aja naik angkot, boleh ya bunda ?"

"Siapa aja yang mau jemput ?"

"Fadhlan, Irsyad, sama Bagas, please ya bundaaa, Rasya sudah besar bunda please yaa."

Bunda menoleh ke arah ayah yang sedang keliatan pusing menghitung sesuatu dengan kalkulator, Ayah yang mendengar rengekanku menurunkan kaca matanya menoleh ke bunda dan mengangguk, bunda menghirup nafas panjang.

"Iya boleh, tapi handphone kamu jangan dimatiin, kalo udah sampai dan minta jemput telpon bunda, segera !"

Itu hari pertama aku merengek ke bunda untuk di ijinkan keluar rumah tanpa didampingi, aku harap dia mengerti karena aku juga mau mandiri seperti teman-teman.

"LETS STUDY ENGLISH ! MAKE YOUR DREAM BECOME TRUE!"
Sebuah kalimat ajakan yang tegas, di bawahnya ada foto seorang anak yang sedang mengobrol dengan dua orang bule, dari gambar aku bisa mengira jika les di tempat ini akan mahir berbahasa Inggris seperti anak yang ada dalam spanduk besar yang di tempel di sepanjang dinding teras tempat kursus.

Pelajaran selesai, beberapa temanku sudah dijemput orang tuanya, beberapa anak lain termasuk ketiga temanku tadi sudah pulang naik angkot, sementara aku masih menunggu dijemput.

Aku sudah menelpon bunda dua kali tapi belum diangkat, tiba-tiba seorang laki-laki dewasa dengan perawakan gendut yang berpakaian rapi, kira-kira ia sebaya ayah turun dari mobil carry dan menghampiriku.

"Hei, kamu Rasya kan ? Udah besar ya sekarang, Mana papamu ? Belum jemput ?" Dia menanyaiku seolah-olah kami sudah akrab. | Cerpen Ibu Privat Less Bahasa Inggris Anaku Rasya

"Oh Ayah om ? Ayah tadi sibuk di toko, inang atau bunda yang sebentar lagi menjemputku."

"Kalo lama di jemput bagaimana ? Bagusan pulang bareng om, kebetulan om mau ke rumah kamu, mau ya ?" Dia mengajak dengan sedikit memaksa.

"Tapi nanti bunda jemput bagaimana ?" Jawabku.

"Sudaaah ga apa, om teman ayah kamu, masa kamu lupa ?"

"Aku ga ingat om, he he. Bentar ya, aku coba telpon bunda lagi."

"Ga usah, om mau buat kejutan untuk ayah dan bunda kamu, om sudah lama engga main ke toko."

"Tapi cepat ya om ? Nanti bunda nunggu."

"Oke bos."
Dia terlihat sigap, dengan buru-buru berlari kecil masuk ke mobil sekaligus membukakan pintu untukkku.
Aku tidak mengerti, bagaimana bisa aku menerima ajakan orang asing yang hanya bermodal mengenal ayah. Karena sepengetahuanku, teman ayah yang sering main ke toko, semuanya baik-baik.

Baru berjalan beberapa meter, dari kaca depan mobil aku melihat bunda melintas.

"Om berhenti dulu, itu tadi bunda, aku mau bilang dulu ke bunda."

"Mana ? Kamu salah lihat kali ?"

"Iya om, itu tadi bundaa, aku mau turun aja om."

Aku mulai cemas sekaligus panik, dadaku berdebar-debar, aku mulai sadar keputusanku ikut naik ke mobil adalah keputusan yang salah.

Dia menginjak pedal gas lebih dalam, mobil melaju lebih cepat. Dengan panik dan terburu-buru aku mengambil handphone dari saku.

"Prakk."
Tangannya menyambar handphonku dan membantingnya ke bawah, handphoneku berantakan.

"Om aku mau pulang, aku mau ke bunda ajaa."
Aku mulai nangis ketakutan, rasanya mau teriak tapi tidak berani.

"Kamu bisa diam tidak ? Iya kita langsung ke rumahmu !" Suaranya meninggi.

Aku semakin panik ketika arah mobil tidak melaju ke arah rumah, aku menangis tersedu sejadinya, aku sangat takut.

Akhirnya mobil melambat dan menepi.

"Kamu kenapa ? Kita beli oleh-oleh dulu ya untuk ayah kamu ?"

"Tidak mau, aku mau pulang saja, bunda pasti nyariin aku, bunda pasti menunggu."
Bicaraku terpatah-patah sambil sesunggukan.

"Diam dulu oke ? Kamu bisa diam ? Diam !" Suaranya makin meninggi dan membentak. Aku semakin takut.

"Tolong ayaah ! bundaaa, toloong !"

Suaraku meledak, aku berteriak sejadinya, aku tak bisa lagi menahan rasa takut.

"Brukk, bruk"

Seketika dua pukulan tinju yang kencang mendarat di wajahku, tepatnya di hidungku, tidak sakit tapi berat, pandanganku gelap. Aku kehilangan kesadaran. | Cerpen Ibu Privat Less Bahasa Inggris Anaku Rasya

- Bersambung -