Sejak peristiwa malam jumat itu, Larasati sedikit trauma. Dia jadi lebih manja dan tak mau ditinggal sendiri, khususnya bila malam tiba. | Cerpen Misteri Teror Mencekam Di Malam Jumat Kliwon Part 2
Sering Dia mengigau dalam tidurnya, menjerit-jerit histeris tanpa sadar. Puncaknya, Larasati meminta kembali ke rumah orang tuanya di kampung sebelah. Karena rasa takutnya akan teror pocong itu. Demi untuk membuatnya tenang Aku mengikuti keinginannya. Bagaimanapun Aku tak mau hal-hal buruk terjadi pada istri dan calon anakku.
Kamis sore, selepas pulang kerja Aku merapikan pakaian yang akan dibawa istriku menginap di rumahnya. Tampak wajahnya tegang, menunggu Aku berkemas.
"Cepat mas, nanti kemalaman di jalan."
"Sebentar dek, ini udah mau selesai koq"
"Ini malam jumat, mas. Laras takut"
"Sebentar dek, ini udah mau selesai koq"
"Ini malam jumat, mas. Laras takut"
Wajah istriku berubah pias, ada bening mengembang di sudut matanya. Ku rengkuh tubuhnya, dan Larasati membenamkan wajahnya di dadaku.
"Ayo berangkat, dik."
Wanitaku mengangguk.
"Pamit Ibu dulu ya, mas."
Setelah pamit pada Ibu, kami pun menuju rumah mertuaku yang jaraknya lima kilometer dari rumah. Perjalanan yang tak butuh waktu lama. Dan lima belas menit kemudian kami sampai di pelataran rumah sederhana itu. Tampak Ibu mertuaku tergopoh-gopoh menyongsong putri semata wayangnya.
"Laras, koq kamu kesini, nak ?"
"Aku takut, bu. Takut kejadian minggu kemarin terulang lagi. Nggak apa-apa ya bu, Laras tinggal di sini sampai melahirkan nanti ?"
"Ten..tentu saja, nak. Ini kan rumahmu juga." Ujarnya sambil menuntun langkah istriku masuk ke rumah.
"Aku takut, bu. Takut kejadian minggu kemarin terulang lagi. Nggak apa-apa ya bu, Laras tinggal di sini sampai melahirkan nanti ?"
"Ten..tentu saja, nak. Ini kan rumahmu juga." Ujarnya sambil menuntun langkah istriku masuk ke rumah.
Entah mengapa Aku merasa Ibu mertuaku seperti sedikit keberatan. Tapi Aku tak mau berburuk sangka, ku tepis pemikiran buruk dari otakku. Lalu kami pun masuk menuju kamar Laras semasa masih tinggal di sini. Hanya ada satu ranjang usang dan satu lemari pakaian di dalamnya. Ku letakkan tas pakaian di kolong tempat tidur.
Tak berselang lama, Adzan maghrib terdengar dari pengeras suara di masjid. Aku bergegas menuju ke bagian belakang rumah untuk mengambil air wudlu.
"Bapak kemana, bu ?"
"Oh, bapakmu ada di belakang rumah."
"Tidak berjamaah di mesjid ?"
"Nak Ilham duluan saja, mungkin nanti bapak menyusul"
"Baiklah, Ilham duluan ya bu. Tolong titip Laras "
"Oh, bapakmu ada di belakang rumah."
"Tidak berjamaah di mesjid ?"
"Nak Ilham duluan saja, mungkin nanti bapak menyusul"
"Baiklah, Ilham duluan ya bu. Tolong titip Laras "
Ibu mertuaku mengangguk. Lalu Aku bergegas menuju masjid yang tak begitu jauh dari rumah.
*****
Malam semakin larut, suasana hening mencekam. Hanya sesekali suara jangkrik dan lolongan anjing kampung yang membuat bulu kuduk meremang terdengar dari kejauhan. Kubaca surat-surat pendek dan ayat kursi sebelum akhirnya ku rebahkan diri disamping Laras yang sudah terlelap sejak tadi.
Belum lama mataku terpejam, tiba-tiba ada suara gemuruh di atas atap rumah mertuaku. Aku terbangun, dan beristighfar berkali-kali. Sementara Laras masih terlelap di sisiku. Ku tajamkan indera pendengaranku, sayup ku dengar suara orang tertawa cekikikan dari arah belakang rumah. Bulu kudukku berdiri di buatnya. Perlahan ku raih pentungan yang sudah ku siapkan dan sengaja ku simpan di kolong tempat tidur untuk berjaga-jaga.
Dengan hati-hati dan tanpa suara sedikitpun aku berjingkat turun, dan membuka pintu kamar. Lalu berjalan perlahan menuju dapur. Suara erangan dan tawa cekikikan masih samar-samar terdengar. Membuat Aku semakin penasaran. Jantungku berdegup kencang, seakan ingin loncat dari rongga dada. Dari bibirku tak henti ku lafalkan ayat kursy dan asma Allah. Masih dengan hati-hati Aku membuka pintu dapur yang ternyata tak terkunci, lumayan memudahkanku keluar dari rumah. | Cerpen Misteri Teror Mencekam Di Malam Jumat Kliwon Part 2
Suara tawa itu sudah tak terdengar, hanya suara erangan seperti suara hewan buas tengah berebut sesuatu, yang sedikit lebih jelas ku dengar, dari sebuah bilik di belakang rumah mertuaku. Sebuah bangunan reyot yang dijadikan gudang penyimpanan peralatan bertani Bapak sejak lama. Dengan mengendap-endap aku mendekati bilik itu. Semakin dekat, suara itu semakin jelas. Dan Adrenalin memacu jantungku berdetak semakin cepat.
Aaah....tiba-tiba..!!
Kurasakan telapak kakiku menginjak sesuatu yang basah dan sedikit lengket. Ku bungkukkan badan, dan meraih telapak kaki dengan ujung jariku. Bau anyir darah menyeruak indera penciumanku ketika ku dekatkan jariku ke hidung. Kepalaku terasa pening dan perutku terasa mual. Dan akhirnya Aku pun muntah karena tak tahan dengan bau amisnya.
Kurasakan telapak kakiku menginjak sesuatu yang basah dan sedikit lengket. Ku bungkukkan badan, dan meraih telapak kaki dengan ujung jariku. Bau anyir darah menyeruak indera penciumanku ketika ku dekatkan jariku ke hidung. Kepalaku terasa pening dan perutku terasa mual. Dan akhirnya Aku pun muntah karena tak tahan dengan bau amisnya.
Hoeekkkkk...ohekkk..hoekk..
"Ilham, sedang apa kamu disitu?"
Tiba-tiba kedua mertuaku keluar dari bilik reyot itu.
Membuatku kaget sekaligus merasa lega. Masih dengan perut yang sedikit mual, Aku mendekati mereka.
Membuatku kaget sekaligus merasa lega. Masih dengan perut yang sedikit mual, Aku mendekati mereka.
"Tadi Aku mendengar suara aneh dari atap rumah, lalu orang tertawa cekikikan dan seperti suara binatang buas berebut makanan. Lalu Aku ikuti suara itu, Sampai di situ Aku menginjak darah. Dan karena tak tahan bau anyirnya perutku mual, bu." Jawabku sambil mengarahkan tangan ke tempat kakiku menginjak cairan lengket tadi.
"Ooh, itu tadi suara bapak memukul musang yang mau memakan anak ayam di dalam bilik itu. Mungkin itu darah musang yang di pukul bapak."
"Ooh, lalu kemana bangkai musangnya pak?"
"Ooh, lalu kemana bangkai musangnya pak?"
Bapak tampak gelagapan.
"Sudah dibuang ke belakang sana sama bapakmu. Mungkin suara binatang itu suara anjingnya tetangga yang berebut bangkai musang." Kali ini ibu mertuaku menimpali.
"Sudah sana masuk, kasihan laras sendirian."
"Ya,bu. Ilham masuk duluan."
"Sudah sana masuk, kasihan laras sendirian."
"Ya,bu. Ilham masuk duluan."
Ku lirik ibu mertuaku yang tampak sedikit aneh malam ini. Memakai Kain panjang berwarna putih dengan rambut diikat tinggi diatas kepalanya. Tapi segera ku tepis pikiran negatif di kepalaku. Terbayang kelebatan bayangan putih malam jumat lalu, membuatku bergidik ngeri. Aku pun lalu bergegas kembali masuk ke rumah.
Setelah mencuci darah musang di kakiku dan mengambil wudlu aku kembali ke kamar. Ku dapati Laras masih tertidur lelap. Ku hamparkan sajadah dan ku tunaikan qiyamul lail, kemudian memohon keselamatan istri dan calon anakku. Memasrahkan segalanya hanya pada yang maha kuasa.
Ku rapikan selimut di tubuh istriku
Ku kecup lembut keningnya. Lalu kembali membaringkan tubuhku di sisinya, hingga kembali terlelap sampai adzan shubuh berkumandang. | Cerpen Misteri Teror Mencekam Di Malam Jumat Kliwon Part 2
- Bersambung -