Pernahkah kamu mendengar desas-desus bahwa di daerah tempat tinggalmu ada sebuah tempat yang dianggap keramat? | Cerpen Misteri Suasana Horor Simpang Jembatan Angker
Kau pasti pernah mendengar, terutama jika tinggal di pedesaan terpencil seperti aku. Hampir setiap waktu mendengar kisah tahayul, baik dari orang tua maupun masyarakat di sekitar.
Ini adalah kisahku.
Desa ini dikelilingi oleh barongan-barongan, atau pekarangan liar dengan sedikit penerangan. Walau listrik telah lama masuk, tapi suasana redup masih terlihat jelas berbaur dengan keangkeran yang menjamah. Aku sudah merasa tidak asing dengan mitos yang sering dibicarakan warga. Mulai dari penampakan Pocong, Sundel Bolong, atau apalah. Hampir semua telah kudengar.
Namun, ada satu tempat yang paling ditakuti warga. Tempat itu adalah jembatan yang menghubungkan antara desa ini dengan desa seberang yang dilintasi jalan raya. Ya, jembatan kecil sepanjang lima puluh meter yang menggantung di atas rawa-rawa, yang bisa digunakan sebagai jalan pintas menuju jalan besar dengan cepat.
Berbeda apabila lewat memutar mengikuti jalan utama karena bisamemakan waktu hingga setengah jam.
Ada banyak cerita horor yang mengobyekkan jembatan itu. Mereka mengaku sering melihat penampakan mengerikan pada malam hari. Namun, jujur aku sama sekali tidak mempercayai cerita konyol seperti itu. Pasalnya, dari kecil hingga menjadi mahasiswa, belum pernah sekalipun melihat penampakan. Bahkan, sudah berkali-kali aku melewati jembatan itu pada malam hari.
Ada banyak cerita horor yang mengobyekkan jembatan itu. Mereka mengaku sering melihat penampakan mengerikan pada malam hari. Namun, jujur aku sama sekali tidak mempercayai cerita konyol seperti itu. Pasalnya, dari kecil hingga menjadi mahasiswa, belum pernah sekalipun melihat penampakan. Bahkan, sudah berkali-kali aku melewati jembatan itu pada malam hari.
Azan Isya berkumandang beberapa waktu lalu. Lagi-lagi aku kemalaman. Sudah semalam ini, aku masih di jalan dengan mengendarai motor. Rasa lelah, kantuk, dan lapar telah kompak bersorak di tubuhku. Malam ini, aku tak bisa istirahat cepat, sebab banyak tugas kuliah yang harus dikerjakan.
Entah sudah berapa menit berlalu, kini aku telah sampai tepat di depan jembatan itu. Suasananya horor memang, karena ditempat sama sekali tidak ada penerangan selain lampu dari motor. Benar-benar gelap! Aku sedikit bergidik saat menyadari bahwa di bawah jembatan adalah rawa-rawa yang berlumpur dan dalam.
Entah sudah berapa menit berlalu, kini aku telah sampai tepat di depan jembatan itu. Suasananya horor memang, karena ditempat sama sekali tidak ada penerangan selain lampu dari motor. Benar-benar gelap! Aku sedikit bergidik saat menyadari bahwa di bawah jembatan adalah rawa-rawa yang berlumpur dan dalam.
Perasaanku ekstra waspada, apalagi saat jembatan berbunyi gemluduk saat dilintasi motorku. Dalam hati, aku berharap akan menjumpai penampakan untuk membuktikan kebenaran. Namun, walau telah melewati dan sampai di depan rumah, hantu-hantu itu sama sekali tak kujumpai.
“Assalamualaikum .,” salamku sambil memasukkan motor ke dalam rumah.
“Waalaikumsalam.” Suara Emak terdengar nyaring. “Sudah pulang kowe, Guh? Malam amat,” protes Emak
Kulepas helm dan jaket, kemudian sepatu.
Kulepas helm dan jaket, kemudian sepatu.
“Ada tambahan sedikit, Mak,” jawabku. “Ngomong-ngomong, mana Bapak?”
“Bapakmu sudah tidur.. Baru aja pulang..”
Aku manggut-manggut sambil bergegas menuju kamar. Namun, Emak segera menghadang.
Aku manggut-manggut sambil bergegas menuju kamar. Namun, Emak segera menghadang.
“Kamu tadi pulangnya lewat mana, Guh?” tanya Emak sambil menatap tajam.
Terpaksa kuhentikan langkah dan menoleh untuk membalas tatapan Emak. Dapat terbaca ekspresi khawatir beliau.
“Teguh tadi lewat jembatan, Mak,” jawabku jujur.
“Jembatan angker itu?” tanya Emak.
“Irit bensin,” ujarku sekenanya.
“Mbok ya jangan suka lewat situ, Le,” peringat Emak, lalu kembali bercerita tentang keangkeran jembatan itu. Haaah … padahal aku baru saja pulang dan ingin istirahat sejenak sebelum menyelesaikan tugas kuliah.
“Emak udah berulangkali nasihati kamu, kalau balik kuliah jangan lewat jembatan angker itu!” Nada suara Emak meninggi. | Cerpen Misteri Suasana Horor Simpang Jembatan Angker
“Mak, Teguh udah berkali-kali lewat situ dan buktinya nggak ada apa-apa!” jawabku masih dengan nada cuek.
“Kamu ini dibilangi kok jan ndablek!” Emak menghela napas.
“Emak ini nasihatin kamu, biar ntar gak terjadi apa-apa. Emangnya kamu nggak takut sama penghuni jembatan itu?” Emak ngotot.
“Emak ini nasihatin kamu, biar ntar gak terjadi apa-apa. Emangnya kamu nggak takut sama penghuni jembatan itu?” Emak ngotot.
Aku hanya tertawa kecil melihat keluguan Emak, “Emangnya Emak percaya sama gituan? Aduh, Mak … Mak. Zaman sekarang udah canggih, Mak! Kok ya masih percaya ama setan-setanan? Kolot tau, Mak!”
“Hush! Ora ilok ngono iku!” ujar Emak sambil melotot. “Pokoknya gak boleh lewat situ, ya, gak boleh lewat situ. Titik. Kamu tahu? Udah banyak orang yang dikerjai sama penunggu jembatan itu, Guh! Bahkan beberapa dari mereka sempat ngelihat buaya putih di rawa-rawa,” kata Emak panjang lebar.
“Ya elah, Mak. Mana ada di situ buaya? Buaya sih adanya di kebun binatang.” Aku tertawa terkekeh-kekeh.
“Alah mboh, Guh!” akhirnya Emak putus asa dan kembali menuju ruang tengah untuk melihat sinetron favorit di televisi.
Aku tidak tahu siapa yang telah meracuni pikiran Emak dengan kekolotan seperti itu. Untunglah, aku tidak pernah terpengaruh oleh hal-hal seperti itu. Sebab menurutku, logikalah yang harusnya kita pegang. Kalau kita percaya dan selalu terpuruk ketakutan oleh makluk seperti itu, kapan bisa maju? Kalau jin, sih, aku masih percaya. Tapi kalau hantu? Tidak sama sekali.
Aku tidak tahu siapa yang telah meracuni pikiran Emak dengan kekolotan seperti itu. Untunglah, aku tidak pernah terpengaruh oleh hal-hal seperti itu. Sebab menurutku, logikalah yang harusnya kita pegang. Kalau kita percaya dan selalu terpuruk ketakutan oleh makluk seperti itu, kapan bisa maju? Kalau jin, sih, aku masih percaya. Tapi kalau hantu? Tidak sama sekali.
Kurebahkan diri di ranjang dan memejamkan mata dalam-dalam. Aku merasa sangat rileks dan nyaman. Seandainya ini cukup untuk mengurangi rasa lelah. Kulupakan semua ocehan Emak tentang jembatan angker itu sebelum ketularan kolot. Lagipula, cerita-cerita itu membuatku semakin merasa lelah.
Namun, tiba-tiba bulu kudukku berdiri. Aku merasakan sensasi dingin pada tengkukku. Merinding.
Tak sengaja pandanganku mengarah pada kaca jendela kamar. Entah itu nyata atau tidak. Samar-samar, aku melihat sekelebat bayangan. Tiba-tiba aku merasa ketakutan sendiri dan gemetar. Apalagi udara di sekitar mendadak dingin dan mencekam. Bayangan apa itu? Entahlah! Bentuknya tak jelas hingga aku sendiri tak dapat menggambarkan seperti apa sosoknya.
Mendadak bayangan itu hilang. Melihat itu, aku sedikit merasa lega. Aku mencoba berpikir positif dan meyakini bahwa yang kulihat adalah halusinasi karena kecapaian.
Ah, persetan! Mau halusinasi, mau tidak, aku tak peduli. Tak perlu takut karena tak akan menyakitiku. Sebab, aku merasa tak pernah sekalipun berbuat salah pada mereka.
Untuk menghindari pikiran yang bukan-bukan, aku segera menarik selimut dan tidur. Biar tugas-tugas kuselesaikan besok pagi sebelum subuh. | Cerpen Misteri Suasana Horor Simpang Jembatan Angker
Aku berusaha terhanyut, walau sebenarnya mata sangat susah dipicingkan.
- Bersambung -