Suamiku Adalah Bapak Rumah Tangga

"Bagi uangnya dong? Ntar kalau aku dah gajian, aku kasih balik deh?" hampir setiap hari ucapan itu keluar dari mulut suamiku. | Cerpen Sedih Suamiku Adalah Bapak Rumah Tangga 

Dan sesering dia meminta, sesering itu pula dia ingkar janji. Dia memang kerja di suatu pabrik sebagai buruh. Walau begitu aku menerima apa adanya dia.

Hingga kami dikaruniai seorang putri cantik. Dia masih sama. Selalu meminta uang padaku. Walau itu adalah uang pemberiannya.

Namun, uang yang diberikan padaku hanyalah sesuka hatinya. Lebih sering tidak memberi dari pada memberi. Jumlah uang yang diminta dan uang yang diberikan padaku. Lebih besar uang yang dimintanya. Untungnya aku membuka usaha kecil-kecilan yaitu jualan jus buah di depan rumah.

Suamiku kerja dari rumah berangkat pukul 5 pagi. Putri kami masih tidur. Dan pulangnya, dia selalu pulang malam, sekitar pukul 20.00 wib. Biasa, dia mampir warung kopi terlebih dulu. Dan putri kami sudah terlelap. Sehingga putriku sudah terbiasa tanpa sosok ayahnya.

Ketika putri kecilku sudah berusia 3 tahun. Dia sudah kuajarkan untuk mandiri. Kubiarkan dia terjatuh tak kala berlari sedang bermain di halaman depan rumah. Kulihat putri kecilku menangis. Aku menghampirinya dan menggendongnya.

Namun, lambat laun kejadian tersebut membuatnya lebih berhati-hati. Kulihat jalannya mulai diperhatikan. Saat dimana dia terjatuh dulu, dia berjalan perlahan. Dia sudah mulai mengerti kalau jatuh itu sakit.

Dan Ayahnya tak pernah tahu kalau putrinya tumbuh pesat dan cepat belajar.

Dan saat anakku sudah memasuki usia 4 tahun. Kusekolahkan dia di paud. Dia mulai mengenal yang namanya teman. Mengenal yang namanya guru dan lingkungan sekolah.

Dia kubangunkan setiap pagi untuk mandi, sarapan, dan lain sebagainya hingga dia siap berangkat ke sekolahnya.

Hanya sekali dua kali dia kumandikan. Setelah, aku yakin dia mampu mandi sendiri. Akhirnya kupercayakan dia untuk mandi sesuka hatinya. Aku hanya menungguinya di sampingnya. Tangan kecilnya mulai membasuh setiap sudut bagian tubuhnya yang kotor. Dia kemudian mulai menggosok giginya. Dia memang sudah kubiasakan untuk menggosok giginya sejak kecil.

Dan saat acara mandinya selesai. Kuajari putriku untuk memakai baju dalaman dan cara mengancingkan baju. Perlahan namun pasti, sejak saat itu putri kecilku sudah terbiasa mandiri.

Saat bangun pagi maka dengan segera dia akan mengambil handuk dan mandi sendiri. Setelah itu dia akan berganti baju sendiri. Dia hanya menanyakan padaku seragam mana yang harus dipakai.

Dan lagi ayahnya tak tahu kalau putrinya sepintar ini sekarang. Dia sibuk dengan aktifitas di luarnya. Walau uang belanja untukku tak pernah sampai padaku.

Dia menyimpan dengan rapat uang kerja kerasnya sendiri. Dan setiap aku meminta. Jawabnya selalu sama. Kalau aku punya uang sendiri. Aku jadi diam dan tak pernah meminta padanya lagi.

Kini memasuki usia putriku yang ke 5 tahun. Dia semakin pintar dalam berbagai hal. Dia mulai membantuku menyapu halaman walau sesukanya. Aku hargai niat tulusnya. Tak jarang dia sering mengeluh dan mulai menanyakan kemana Ayahnya pergi. Karena memang selama ini dia tak pernah menjumpai Ayahnya, baik itu pagi atapun malam.

Kujelaskan padanya kalau Ayahnya kerja. Mencari uang untuk dia dan untuk bundanya. Walau sebetulnya perih hati ini harus membohonginya. Karena sebetulnya entah kesibukan apa yang dilakukan suamiku.

Setiap malam dalam sujudku aku terus berdo'a. Semoga suamiku segera sadar dan memberiku nafkah. Dan mulai memperhatikan putrinya yang sangat merindukan sosok Ayahnya.

Pernah terbersit dalam pikiranku untuk mengakhiri hubunganku dengan suamiku. Namun saat kulihat putriku tertidur dengan lelap. Aku tahu kalau keputusanku keliru. Aku tidak punya hak memutuskan hubungan darah antara anak dan Ayahnya.

Aku akhirnya hanya memendam kepedihanku sendiri. Selalu kupasang senyum untuk putriku. Aku selalu mengatakan pada putriku kalau Ayahnya kerja. Walau pedih sebetulnya relung hatiku menolak akan ucapanku. Karena walaupun dia kerja. Tak ada sedikitpun nafkah untukku. Sekalipun ada, maka dalam waktu dekat. Dia akan memintanya lagi dengan berbagai alasan.

Hingga suatu malam.

Putri kecilku tak dapat tidur pulas. Dia terus menangis sepanjang malam. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 wib dini malam. Aku sudah menanyakan alasan kenapa menangis. Dan dia bilang badannya gerah. Kukipasi badan kecilnya dengan kipas bambu seadanya. Karena memang kipas yang terpasang di tembok sudah lama mati dan suamiku membiarkannya. Dia hanya berkata, kalau suatu saat dia akan memperbaikinya.

Tangis putriku semakin kencang. Ku gendong dia keluar rumah. Namun, tangisnya masih sama.
Dan akhirnya aku membawa masuk dia ke dalam rumah lagi.

Di kamar tangisnya semakin terdengar keras karena suaranya memantul dinding di kamar.
Dan saat aku baringkan dia tempat tidur karena sudah lelah terus menggendongnya di usianya yang sudah 5 tahun. Putriku masih menangis.

Kemudian,
Suamiku bangkit berdiri dengan sangat cepat membawa putrinya dengan mengangkat layaknya beras. Dia seakan geram melihat putrinya yang tak mau diam. Aku menangisi putriku. Dia bahkan tak pernah menggendong putrinya. Dan sekali dia mengangkat putrinya malah dengan segudang emosi yang seharusnya tak pantas dilakukannya.

Putriku matanya memerah. Dan tangisnya berubah menjadi tangis ketakutan tak kala Ayahnya hendak memasukkannya ke kamar mandi dan menghukum putrinya entah dengan cara bagaimana.

Karena belum sempat dia menghukum putrinya. Aku sudah merebut paksa putriku dari tangannya.

Putriku langsung memelukku erat. Seakan takut kalau sampai Ayahnya akan melakukannya lagi.
Berkali-kali dia berkata :

"Ayah jahat ... Ayah jahat …!" tangisnya semakin menjadi.

Aku siap harus terluka.
Aku siap harus menderita.
Namun, aku tidak siap kalau putriku yang terluka. | Cerpen Sedih Suamiku Adalah Bapak Rumah Tangga 

Maafkanlah ayahmu, Nak. Mungkin kelak dia akan berubah dan mengasihi kita.