Sudah 1 minggu aku berada di solo, tempat kelahiran ibuku. Mungkin aku akan lama berada di sini, bekerja kantoran dan menemani nenek. | Cerpen Misteri Sosok Gadis Ngambang Bergaun Putih
Aku setengah berlari menuju perlintasan kereta api. Huh ... malam ini kereta agak penuh. Kebetulan aku duduk bersebelahan dengan seorang ibu muda yang tengah mengandung besar. Cukup lama aku mengobrol dengannya, sampai dia tertidur. Aku menoleh ke arah tepian jalan.
Melihat pemandangan yang menghijau menghiasi tepi jalan perlintasan kereta. Kulihat seorang gadis bergaun putih tampak memeluk sebuah foto, raut mukanya menampakkan kekhawatiran mendalam, dia menoleh ke arah kanan seperti sedang menunggu seseorang. Ini merupakan kali ketiga aku melihat gadis bergaun putih itu. Awalnya terasa biasa saja. Setelah beberapa kali melihatnya, aku merasakan sesuatu hal yang aneh.
Setiap hari aku pulang dari kantor mengendarai kereta malam. Setiap kali itu juga aku melihat gadis itu di tepian perlintasan kereta. Aku semakin penasaran dengan gadis itu.
"Nenek mengenal gadis yang sering bergaun putih itu?"
Mendapat pertanyaan dariku, nenek diam.
"Nek, siapa gadis itu?"
Nenek tampak mengerutkan kening.
"Untuk apa kamu menanyakannya?"
"Mau tau aja. Aku penasaran dengannya."
Ternyata namanya Zahra. Panjang lebar nenek bercerita mengenainya. Ternyata Zahra itu telah menikah. Setelah 3 hari menikah, suaminya harus kembali memenuhi tugasnya sebagai TNI. Kebetulan suaminya bertugas di perbatasan negara. Kadang juga masuk ke hutan-hutan. Semua orang di sini juga telah mengetahui bahwa penantiannya itu hanyalah sebuah penantian yang sia-sia, suaminya sudah meninggal. Ibu, Ayah dan semua keluarga merahasiakan hal itu padanya.
Aku merasa sangat kasian padanya. Miris sekali cerita cinta mereka. Tuhan ... jika aku menikah nanti, tolong berikan aku istri yang cantik dan panjang umur. Itu saja.
Suatu malam, aku sengaja berhenti di perlintasan pertama. Aku bermaksud menemui Zahra. Aku rela berjalan kaki sejauh 2 kilo menelusuri perlintasan kereta.
"Hai, sedang apa kamu malam-malam begini?"
"Maaf, kamu siapa?"
"Aku Rudi."
Kuulurkan tangan kananku, berharap dia mau menjabatnya.
"Maaf, tak baik seseorang yang telah bersuami sepertiku ini berkenalan dengan orang asing sepertimu."
Zahra pergi meninggalkanku ke arah kanan.
"Zahra ...! Aku hanya ingin berteman denganmu."
Malam ini terasa berbeda, sangat dingin dan jalanan di perlintasan kereta terlihat sunyi tak seperti malam-malam biasanya. Tekatku sudah bulat untuk kembali menemui Zahra.
"Apakah kamu menunggu suamimu?"
"Iya. Aku selalu menunggu kepulangannya setiap malam di sini. Di tempat ini lah dulu aku mengantar kepergiannya."
"Kalau kukatakan dia tak akan kembali, bagaimana?"
"Tidak. Itu tidak mungkin. Dia pasti kembali. Dia telah berjanji akan pulang lagi. Kami akan hidup bersama dan bahagia."
"Aku pastikan dia tidak akan kembali."
"Tidaaak ..."
Dia berteriak. Teriakannya membuat malam yang dingin semakin dingin.
"Aku berkata benar."
"Kamu tidak tau apa-apa. Kamu hanyalah orang asing. Berhentilah menggangguku."
Dia berlari ke arah kanan. Lalu sosoknya tiba-tiba hilang di telan gelapnya malam.
Dimana dia? Cepat sekali dia menghilang setelah berlari ke arah kanan. Ah ... sudahlah.
Setelah obrolan malam itu, aku tak pernah lagi melihat sosoknya berdiri di tepi perlintasan kereta seperti yang biasa dilakukannya.
Malam ini, kuputuskan kembali menemuinya. Aku ingin meminta maaf padanya. Hanya itu. Tak lebih.
Kutelusuri sekitar tepian jalan perlintasan, di mana dia sering berdiri di tempat itu. Tak kutemui sosoknya lagi. Aku terus berjalan menuju ke arah kanan. Lalu, pandanganku tertuju kepada kain putih di bawah rerumputan yang agak lebat. Kudekati kain itu. Astaga ... itu adalah gaun putih yang selalu digunakan oleh Zahra. Gaun itu tampak berlumur darah. Darah yang sepertinya telah mengering.
Di samping itu juga kutemukan sebuah foto yang sudah terlihat kusam dan mulai rusak. Sesosok lelaki menggunakan seragam TNI lengkap dengan persenjataannya. Ya tuhan ... siapa yang beberapa malam ini berbicara denganku? Berarti Zahra itu ... menyadari hal ini, kulangkahkan kaki secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Saking takutnya, aku terjatuh beberapa kali. Aku berlari tak sadarkan diri. Aku menggigil ketakutan. Tak tau arah melangkahkan kaki tergopoh-gopoh.
Tut ... tut ... tut ...
Aku tidak menyadari lagi dengan kereta yang semakin mendekat. Aku terus berlari di atas rel. Dan ...
Bruk ... | Cerpen Misteri Sosok Gadis Ngambang Bergaun Putih
Darah segar mengucur, berhambur di mana-mana. Menambah cerita mistis yang telah terjadi di daerah itu.