Semilir angin terasa menusuk tulang. Nurmala tetap duduk tertunduk di atas sajadah dengan sejuta pilu di batinnya.
"Ya Allah dulu dia pernah memintaku untuk tidak mengecewakannya, kini dia yang malah menorehkan luka di hidupku. | Cerpen Sedih Semilir Angin Di Tengah Malam Buta
Teganya dia padaku!" pekik Nurmala dengan derai airmata yang membanjiri sajadah dalam doa sepertiga malamnya.
"Dia dulu selalu memohon agar aku tidak meninggalkannya, kini apa yang dia lakukan? Dia pergi begitu saja dari hidupku tanpa memberi ucapan perpisahan sepatah katapun."
Nurmala semakin terisak dalam sakit yang dia rasakan. Dadanya sesak bagai tak ada denyut jantung yang mengalun. Hidungnya tersumbat hingga menyulitkannya dalam mengucapkan kalimat pengaduan yang ia ajukan pada Sang Maha Belas Kasih.
Dalam doanya terbayang saat Dion pergi meninggalkannya. Nurmala hanya bisa menangis sambil mengusap pasrah perutnya yang mulai membuncit.
Ia menjerit memanggil agar Dion tidak pergi, tapi lelaki yang begitu dicintainya itu tak berdaya melawan kemauan ayahnya. Dion seperti kerbau dicucuk hidung. Dion seolah lupa akan kewajibannya untuk menjaga dan melindungi Nurmala. Gadis yatim piatu yang gigih ia perjuangkan meski tanpa restu ayahnya, pengusaha sukses yang sangat menjunjung tinggi kehormatan keluarga. Dion terus saja pergi walau Nirmala memanggilnya dengan tangisan penuh harap.
Buliran bening berkejaran di pipi ranum Nurmala. Dipandanginya tanpa daya Dion yang masuk ke dalam mobil mewah ayahnya. Ia sama sekali tidak peduli pada Nurmala yang tengah hamil 5 bulan, buah cintanya bersama Dion. Lelaki yang gigih mempertahankannya sebagai istri meskipun status sosial mereka bagai bumi dan langit. Hati Nurmala makin teriris pedih menyaksikan mobil mewah yang ia tak faham apa yang namanya itu melaju kencang meninggalkannya di sisi jalan depan rumah kontrakannya. Rumah kontrakan yang selama tujuh bulan terakhir ia tempati bersama Dion.
"Ya Allah, mudah sekali pendusta itu mengumbar janj, ia sama sekali tak memberi alasan saat tak bisa menepati janji palsunya. Ternyata Dion lebih dari seorang pendusta! Dia pergi begitu saja tanpa usaha untuk menepati janjinya!" vonis Nurmala pada lelaki yang sebenarnya masih sangat dicintainya itu.
Nurmala mulai melantunkan kembali kalimat pengaduan yang penuh kepedihan.
"Ya Allah aku ingin Dion merasakan sakit yang aku rasakan." Gumam Nurmala dalam rasa cinta yang mulai berubah menjadi dendam berkarat di hatinya.
Dion yang ditunggunya, hingga kini tak juga kembali ke rumah mereka. Rumah kontrakan sangat sederhana, tak seperti rumah Dion yang bagaikan istana.
"Aku ingin melihatnya meregang nyawa bersimbah darah dan aku akan mengambil darahnya untuk menulis puisi sakit hatiku ini!" lanjut Nurmala dengan suasana hati sarat gelombang kebencian yang makin sulit dijinakkan.
Airmata makin deras menghujani sajadahnya. Bahkan Nurmala mulai mengeluarkan suara kepedihannya. Ia meraung-raung bagaikan bocah yang minta dibelikan permen.
Ia terus saja menangis sesegukkan, menjerit mengumbar seluruh kebencian di batinnya.
Sesaat berselang, dirasakannya ada sentuhan lembut di bahu kanannya, makin lama sentuhan itu berubah menjadi guncangan tak beraturan. Terdengar sayup-sayup seseorang memanggil namanya berulang kali.
"Nurmala! Sayang! Bangun Nurmala. Kamu mimpi sayang. Bangun Nurmala!"
Dion mengguncang-guncang tubuh wanita paling cantik dimatanya itu.
Perlahan Nurmala menghentikan tangisannya. Dibuka matanya perlahan. Tanpa ekspresi dipandanginya wajah Dion yang masih setengah mengantuk.
"Kamu masih di sini Dion?" Tanya Nurmala ragu.
"Kamu mimpi apa sayang?" Tanya Dion penasaran.
Nurmala menghambur memeluk Dion. Tangisnya kembali memecah heningnya suasana tengah malam buta. Kali ini tangisnya sulit sekali dihentikan, meskipun Dion membujuk penuh kelembutan.
"Alhamdulillah ya Allah. Ini cuma mimpi, ini cuma mimpi.
Terimakasih ya Allah, terimakasih ya Allah." Nurmala tak henti-hentinya menangis. Rasa syukur yang hanya bisa ia ungkapkan dengan airmata bahagia. | Cerpen Sedih Semilir Angin Di Tengah Malam Buta