Beberapa hal memang aku tak malas untuk mempelajarinya. Setidaknya, sekedar untuk mencari tahu sebagai jalan sebagai pembunuh rasa penasaran.
Tapi, jika itu sudah berkaitan dengan gelagat, perubahan sikap, perilaku, respon yang jauh dari konteks signifikasi, kupikir diam, lebih tepatnya cuek, 'ndableg', 'stel kendo', atau yahh ... sekedar menerangkan topik yang muncul secara tiba-tiba itu, sebagai bentuk interaksi bahwa; kita masih saling memperhatikan.
Bersama waktu, aku hanya ingin lebih jujur. Semisal, dia yang pasti bertanya selepas Isya dikumandangkan.
"Kemana lagi, seh ...?" permaisuri menatapku dengan sorot curiga.
"Halah, Ma. Cuman mau ngopi bentar. Kumpul ama para Bapak gang sebelah" kujawab seenteng mungkin.
"Kan di rumah juga sudah aku buatkan kopi toh ...?" ia biasa, bawelnya kambuh.
"Bener Ma ...! tapi bukan kopinya. Tapi interaksinya itu loh. Ngobrol ngalor ngidul, biar nggak sumpeg. Biar juga kenal orang, kenal tetangga, ada teman ....!
Aku menimpalinya dengan argumen yang sangat general.
"Oke ... tapi hp-nya tinggal ya, Pa. Bawa aja punyaku ... kan sama aja kita bisa komunikasi toh?."
Ia mulai mengganjalku dengan mengajukan persyaratan yang maha berat.
"Duh, curiga mesti ... enggak ngapa-ngapain juga, Ma. Ya ampunn ....!"
Kuucapkan kalimat itu dengan mimik memelas, mirip tampang rengek seorang bocah yang gak bersalah, tapi percuma saja. | Cerpen Lucu Secangkir Kopi Diluar Sana
"Ah!"
"Sumpah, Ma"
"Sumpahnya tukang ngopi ...!"
Ia tersenyum manis. Merasa menang. Setelah meraih androidku dan menukar dengan ponselnya seraya berkata, "Cepat ngopi gih, jangan malem-malem pulangnya ya. Nitip gorengan apa aja, asal jangan kacang ..."
Lemes seketika.
"Iya deh," sahutku sambil sambil membalikkan badan. Tak berdaya. Belum lagi sampai di pintu keluar, si permaisuri teriak lagi, "Password fb-nya, apa dong ....?"
"Nama belakangku, disambung nama belakangmu, disambung kata berantem mulu," aku jawab pelan.
"Oke, bisa masuk neh. Hihihi ...."
Dia ceria penuh kemenangan.
"Sebentar Pa, ini WA kalau ada pesan masuk, boleh gak kujawab. Kan pria semua tuh. Ada nama Kardi, Sarmun, Jemblung, tapi gambar pp-nya gak ada tuh ...."
"JANGAN MA! ... oke, oke aku gak jadi ngopi deh. Soalnya mereka kawan bisnisku, takutnya nanti kamu malah salah kirim pesan."
Aku tergopoh bercampur gemetar. Wah, bisa binasa ini kalau diteruskan ngopi.
"Iya, balik masuk rumah dong Pa. Lagian aku juga gak kepengin gorengan kok, tuh dah gerimis pula."
Sial. Aku lunglai, kembali masuk rumah, menutup pintu dan menguncinya. Benar-benar belum beruntung. Tapi aku seperti ujaran kalimat motivasi populer 'jangan patah semangat, meski rintangan datang silih berganti.'
Ini malam dengan segelas kopi yang mulai mendingin. Dan aku tak bisa berhenti mengkhayalkan kepulan 'kopi panas dan nikmat' di luar sana.