Sebuah Kisah Pilu Sehangat Dekapan Bunda Part 5

Mendengar ancaman Kak Tami, aku cukup tahu diri. Secara fisik, kami memang jauh berbeda. Perumpamaan langit dan bumi. Dia langitnya dan aku buminya. | Cerpen Sedih Sebuah Kisah Pilu Sehangat Dekapan Bunda Part 5

Kak Tami mewarisi bentuk wajah Bunda dan ketampanan Ayah. Alis tebal bak semut beriring, hidung mancung, bibir merah, dagu berbelah serta bentuk tubuh yang proporsional, sungguh perpaduan yang harmonis.

Coba lihat Aku. Rambut tipis berwarna kemerahan, wajah entah mirip siapa. Tidak ada kemiripan dengan Bunda. Aku hanya mewarisi wajah lonjong Ayah --yang kata teman-teman membuatku terlihat lebih dewasa dibandingkan umur yang seharusnya--. Kulit sawo matang, padahal Ayah dan Bunda dua-duanya kuning langsat. Mata yang sendu, hidung nyaris pesek dan bibir penuh, sangat wajar Kalau Kak Tami malu mengakui.

Terkadang aku berpikir, betapa beruntungnya menjadi 'seorang Tami' yang selalu mendapatkan perlakuan istimewa dari Bunda. Apa yang dia mau selalu dituruti dari mulai tas, sepatu, kaos kaki, jam, perhiasan dan lainnya.

Bunda juga membelikanku benda-benda yang sama, dengan kualitas yang jauh berbeda. Terkadang minder itu datang, melihat tas cantik Kak Tami, sedang ranselku penuh jahitan. Untuk meminta tas baru aku tak bernyali. Bunda hanya memberi jatah satu tas tiap tahun ajaran. Syukurlah Kak Tami gampang bosan, senang sekali saat mendapat lungsuran tas yang masih bagus, karena Bunda membelikannya yang baru lagi. Ya, tidak mengapa walaupun lungsuran. Setidaknya tak ada jahitan di sana.

Tidak hanya tas, sepatu dengan kualitas rendah ternyata hanya bertahan beberapa bulan. Solnya jebol. Akhirnya kucoba memperbaiki ke tukang sepatu, sambil berharap-harap cemas Kak Tami bosan dengan sepatunya.

Aku sangat menyukai jam tangan ' pink Baby G' milik Kak Tami. Dia juga baru dibelikan Bunda pita kupu-kupu yang bisa bergerak. Cantik sekali. Mataku mengerjap-ngerjap melihat Kakak memakainya.

Hari ini Kak Tami tidak sekolah karena sakit. Aku pun membujuk untuk mengizinkanku memakai barang-barangnya.

"Kak, Hira boleh pinjam pita kupu-kupu, jam tangan, sama sepatu kakak ya?"

"Ya sudah pakai. Nanti kalau sudah pulang sekolah kembalikan ke tempatnya semula. Sekalian bawakan surat sakit Kakak. Nanti berikan kepada sekretaris kelas."

"Baik, Kak. Terima kasih."

Untuk pertama kalinya aku menggunakan barang-barang bagus.

'Begini rasanya memakai barang berkualitas' batinku. Kepercayaan diriku tumbuh beberapa kali lipat dari biasanya.

Sesampainya di depan kelas 3 IPA 5, aku pun mencari sekretaris kelas.

"Kak, ini surat Kak Tami," aku menyodorkan sepucuk surat bersampul putih, yang berisi tulisan tangan Bunda kepada Kak Nope--sekretaris kelas.

"Tami kenapa, Dek?"

"Kak Tami sakit."

"Kamu siapanya?"

Deg. Berharap bisa menjawab 'aku adik Kak Tami' tapi kata-kata itu tercekat di tenggorokan. Lagipula Kak Tami melarang.

"Aku tetangganya, Kak."

Dunia runtuh saat mengatakannya. Ingin menangis saat itu juga. Rasa marah pada diri sendiri, kenapa tidak memiliki segudang keberanian untuk mengakui kalau 'dia kakakku'.

Seandainya bisa berteriak pada semua yang ada, aku juga akan berkata, betapa bangganya perasaanku punya Kakak yang cantik dan pintar seperti dia. | Cerpen Sedih Sebuah Kisah Pilu Sehangat Dekapan Bunda Part 5

"Kamu bohong. Kamu Adiknya kan? Buktinya tas, jam sama sepatunya mirip."

"A ... aak-"

Lidahku kelu. Tidak bisa mengelak pertanyaan Kak Nope.

"Kalau tetangga, masak iya boleh minjem peralatan sekolah mahal kepunyaan seorang Tami?"

Kak Nope kembali mencecar dengan banyak pertanyaan. Aku kembali ke kelas dengan perasaan gundah gulana.

Keesokan harinya Kak Tami mendatangiku ke kelas.

"Hira, sini kamu."

Dia membawaku ke tempat yang agak sepi, dimana dia bisa bebas meluahkan emosinya.

"Ada apa, Kak? tumben Kakak ke sini?"

"Kamu mengaku kalau kita saudaraan ya sama Nope?"

"Tidak, Kak. Kemarin dia memang bertanya, tapi Hira tidak menghiraukan."

"Jadi, kenapa teman sekelasku tahu kalau kamu itu adikku? Aku malu tahu!"

"Hira tidak memberitahu siapa pun tentang hubungan kita, Kak."

"Bohong! awas nanti, Kakak adukan kamu sama Bunda."

"Jangan, Kak."

Kak Tami lalu meninggalkanku seorang diri. Sebegitu malunya dia saat teman-temannya mengetahui aku adiknya? Apa Kak Tami tidak pernah mengalami rasa malu memakai sepatu yang koyak, tas yang jebol, baju seragam yang tak lagi putih, dan banyak lagi yang membuatku serasa kehilangan urat malu.

Setelah teman sekelas yang mengetahui hubungan kami, giliran satu sekolah yang heboh. Pertanyaan dan pernyataan diluncurkan padaku.

"Loh kok tidak mirip? Kamu anak tetangga ya?"

"Kakakmu cantik lo mirip artis.

Ada juga sebagian pria yang mendekatiku, agar aku mau membantu mereka mendekati Kak Tami.

"Dek, Kak Tami itu orangnya bagaimana?"

"Kak Tami kesukaannya apa?"

"Kak Tami udah punya pacar atau belum?"

Setiap hari hanya tentang Kak Tami dan Kak Tami. Tidak hanya pria, para wanita pun mengagumi. Bahkan pria yang pada saat itu kutaksir pun tertarik dengan Kak Tami. Dia meminta nomor telepon rumah. Aku berpikir dia akan menghubungiku. Ternyata, untuk menghubungi Kak Tami.

"Halo, selamat sore."

"Ya, sore." Suara berat di seberang menandakan yang menelepon adalah seorang pria.

"Tami ada?"

"Iya, ada. Sebentar biar dipanggilkan."

"Kak Tami ... ada telepon ..."

"Tanya siapa!" Kak Tami berseru dari dalam kamarnya.

"Ini dari siapa ya?"

"Dody."

Deg. Bukannya Dody yang meminta nomor telepon rumah padaku kemarin? Kupikir ... Aku juga menguping pembicaraan mereka. Hingga akhirnya aku menyadari, Dody jatuh cinta pada Kak Tami. Lagipula tidak akan ada pria yang mau menerima kondisiku yang seperti ini.

Setelah mengetahui kalau aku ada hati dengan Dody, Kak Tami semakin menjadi-jadi. Dia sering berusaha memanasiku dengan menceritakan hubungan mereka yang sudah berlanjut ke tahap pacaran.

Mengetahui hal itu aku sangat sedih. | Cerpen Sedih Sebuah Kisah Pilu Sehangat Dekapan Bunda Part 5

Dody itu teman sekelasku. Kenapa Kak Tami mau menurunkan levelnya dengan memacari adik kelas? Tidak adakah pria lain yang lebih menarik perhatiannya selain Dody? Apakah karena aku berwajah tidak menarik? Butuh waktu lama sampai akhirnya aku menyadari, Tuhan memberiku wajah pas-pasan, adalah untuk menjagaku dari pria- pria nakal.

- Bersambung -