"Harus ya sama Si Kacamata itu?!" | Cerpen Remaja Seandainya Tidak Ada Hujan Hari Ini
Siswi dengan poni lempar itu mengernyitkan dahi, "mendingan sama Aldo, Bu!" sembari telunjuknya mengarah ke murid lain yang duduk dekat jendela.
"Ndak usah protes! Tiga hari lagi tugas kalian harus sudah terkumpul di meja ibu."
Bel berbunyi tiga kali menandakan pulang. Disambut riuh oleh para siswa.
###
###
"Meta ... Tunggu!"
Setengah berlari, Wira menembus lautan siswa yang hendak menuju gerbang.
Sebuah tangan menggenggam pundak gadis itu, "tugas dari Bu Asih kapan ngerjainnya?"
Meta menepis genggaman itu dari pundaknya, dengan satu tarikan nafas ia berujar, "besok pulang sekolah."
"Minta nomor telponmu, boleh?" Wira menyodorkan ponsel dengan huruf di papan tombol yang hampir pudar, dengan sedikit tersenyum tengil.
"Gak usah modus!"
Gadis itu beranjak dari Wira, lalu menuju siswa lain yang duduk di atas motor 150cc-nya.
"Sory. Udah lama nunggu ya, Do?"
"Kalem, belum setengah jam ini. Udah? Yuk berangkat kita."
Mereka berlalu, sementara Wira masih duduk di rindangnya pohon mangga dengan pensil dan HVS-nya.
###
###
"Meta pulang."
Ruang tamu yang lebih lebar dari lapangan futsal tampak lenggang dan menggema.
"Mamah, papah belum pulang bi?
"Tadi bapak ada kerjaan mendadak, keluar kota selama tiga hari. Nah si ibuk besok malem pulang dari bandungnya."
"Tahun lalu begini, sekarang malah lebih gak peduli. Hari lahir anaknya aja lupa. Dipikir waktunya bisa di beli kayak jam tangan Rolex apa?!" gerutu Meta dalam hati sambil mengunyah capcay buatan Bi Emih.
###
###
Menjelang tengah malam, ponselnya berdering. Tiga kali di tolak, tiga kali pula gawai itu berdering.
[Siapa sih ini?!]
[Wira, maaf ganggu istirahatmu. Cuma mau bil--]
[Kamu bisa tau nomor handphoneku darimana? Terus ngapai telpon tengah malem gini.]
[Tadi pagi nemu sobekan kertas pas pik--, ah gak penting! Aku cuma bilang, "Selamat Ulang Tahun ALMETA FARZANA.]
Sambungan terputus
Meta masih terpaku antara bingung dan bahagia. Ternyata ada yang ingat hari spesialnya selain Bi Emih. Setidaknya malam ini ia bisa terlelap dengan cepat.
###
###
"Ayo berangkat sekarang!"
Wira terperanjat dengan suara, dan bergegas membereskan yang tercecer di atas meja.
"Tapi di luar masih hujan, Meta"
"Kalo nunggu reda, kantor kelurahannya tutup dulu," sambil kedua tangan gadis itu menyilang di luar jaket abu-abu polkadotnya.
Tak ada jawaban dari pemuda tanggung, akhirnya Meta berlalu dari ambang pintu tempat ia berdiri sebelumnya.
Sementara mata remaja itu masih menerawang ke gelap awan, yang sedang menjatuhkan gerimisnya.
###
###
"Naik ini aja!"
"Aku nunggu angkot aja deh."
"Nanti lama. Tenang seratus satu persen aman kok," pemuda tanggung itu sambil menepuk jok belakangnya.
Mata gadis itu berkeliling pada sebuah sepeda gunung klasik dengan cat sedikit memudar. Juga jok belakang yang ditambahkan sebuah senderan.
Waktu yang terhimpit, dan ponsel yang habis baterai membuat gadis berseragam putih biru itu mengiyakan ajakan Wira. | Cerpen Remaja Seandainya Tidak Ada Hujan Hari Ini
###
###
"Akhirnya selesai juga, kita makan bakso dulu yuk disitu."
Pemuda tanggung itu mengambil dua batang daun pisang di samping kantor tersebut, dengan pisau lipat yang terselip di gunting kukunya. Mereka menembus gerimis yang mulai membesar.
###
###
"Ekhemm!" Wira mencoba membuka obrolan di antara dinginnya suasana. Mangkok yang sudah kosong lima menit lalu, dan hanya tersisa setengah gelas teh hangat.
"Aku pernah nih ngambil mangga tetangga, eh malah kesengat tawon. Ngambil pulpen temen, eh malah kaos kakiku yang hilang, Pakai sandal yang lebih bagus pas jumatan, Si Emak malah kehilangan dompet. Mungkin aku gak di takdirkan nakal."
Gadis itu mulai menampakan guratan tawa tipisnya, setelah mendengar cerita Wira.
Perlahan air mukanya berubah, seiring Wira bercerita bahwa Meta harus pindah sekolah ketika kelas lima. Getir tawa tersungging di keduanya. Sore itu emosi mereka jauh lebih dekat dari denyut nadi.
###
###
Suara klakson memecah gerimis manis antara dua remaja tanggung itu.
"Makasih ya ceritanya, aku pulang duluan." Sambil melambai Meta berlalu dengan orang yang sama menjemputnya kemarin.
###
###
Setelah sepuluh menit bergulat dengan pensil dan stipnya, karena menunggu redanya sang gerimis. Nampaklah pola seorang gadis dari guratan pensilnya.
Baru saja pemuda tanggung itu duduk di kendaraannya dan memutuskan pulang, karena waktu sudah hampir petang. Nada dering 'polyphonic' menggema di saku 'sweater'-nya.
[Iya halo, Meta?]
[TOLOONGG!!!]
[Hei, kamu kenapa? Sekarang ada dimana?!]
[DI RUMAH KOSONG BELAKANG TAMAN! ... AAAAHHHH!!!]
Sebuah jeritan panjang dari gadis dalam telefon, menutup percakapan mendebarkan itu.
Bagaimapun sikap Meta terhadapnya. Bagi Wira, Ia tetap spesial. Namun inikah juga yang berarti remaja tanggung itu harus melawan memori masa lalunya yang sudah terpatri menuju ke alam sadar.
Resmi baligh enam bulan lalu, kini Wira harus dihadapkan dengan pengorbanan cukup besar, dan menjadi momen kedua kali yang menaikkan adrenalinnya. | Cerpen Remaja Seandainya Tidak Ada Hujan Hari Ini
- Bersambung -