Sampaikanlah Pesan Dengan Indah

Ternyata bisa juga aku membencinya. Satu loyang makanan kesukaanku, kini jangankan memakannya, bahkan melihatnya pun aku muak. | Cerpen Motivasi Sampaikanlah Pesan Dengan Indah

“Ini enak! Ayo makan! Habiskan! Katanya Suka?”

Suara Dheka menohok gendang telinganku. Mataku hanya bisa melihatnya ketakutan, saat ia mengambil sepotong pizza dan menjejalkannya ke mulutku.

Tubuhku yang terikat tak mampu berkelit, bahkan tidak kepalaku yang terdangak dijambak. Pizza ukuran besar bertabur sosis, paprika dan keju itu masuk seluruhnya ke dalam mulutku yang langsung didekapnya mencegah muntah. Tak juga air mata kesakitan membuatnya iba.

“Bagus! Enak kan? Pizza yang biasa kamu makan itu pizza palsu! Pizza kelas kambing! Inilah sebenar-benarnya pizza! Enak kan?”

Kembali suaranya nyaring menghajar telingaku setelah potongan pertama selesai kutelan tanpa pernah kukunyah dengan layak. Ia beranjak pergi ke sebuah ruangan, dan kembali membawa sebuah pisau, tampak tajam di sebelah sisinya.

“Dengar! Kalau tak kau habiskan satu loyang pizza yang sudah kusediakan, pisau ini akan mengiris-iris tubuhmu! Dimulai dari telinga, lalu hidung, lalu bibir...!”

Drap!

Ia menancapkan pisau itu tepat di meja makan kayu. Bergetar gagangnya, serupa tarian kobra yang mengincar mangsa.

“Itu adalah hukuman bagi orang yang mengingkari nikmat yang sudah diberikan kepadanya!”

Kembali tangannya meraih potongan pizza kedua, dan menjejalkannya lagi ke mulutku seperti tadi. Kali ini aku mencoba meronta, tak mempedulikan lembaran rambutku yang tertarik putus di tangannya yang menjambak.

Plak!

Tangannya meninggalkan bekas di pipi kiriku, dan rasanya panas. Sakit!

“Habiskan! Ini enak! Pasti enak!”

Kali ini renggutannya di rambutku dua kali lebih kuat. Kulit kepalaku terasa menjerit. Mulutku kembali penuh oleh paksanya. Kurasakan muntahan dari perut di tenggorokanku, tertahan oleh pizza tak terkunyah yang kupaksa masuk ke perut.

“Yaaaa! Bagus! Pintar!”

Pujian yang sama sekali bukan pujian itu makin membuat mual. Seiring mata yang menggelap, padanganku berputar. Namun tak pernah datang kesempatan untuk pingsan.

Seloyang isi delapan potong itu berturut-turut dijejalkan ke mulutku. Tak ada jeda. Tak ada iba.

Saat kupikir akan mati selesai potongan terakhir, Dheka melepaskan ikatanku.

“Nah, kuharap kau mendapat pengalaman yang berharga. Aku hanya bermaksud mengajarimu bahwa pizza yang terbaik adalah pizza ini, bukan pizza yang biasa kau makan di restoran itu. Sampah! Pizza mereka sampah!”

Tak kupedulikan ucapannya, langsung berbalik dan berlari pergi dari rumah itu.

Tak ada yang berubah dalam diriku setelah kejadian itu, namun yang jelas aku jadi sangat membenci pizza yang dulu sangat kusukai. | Cerpen Motivasi Sampaikanlah Pesan Dengan Indah