Setiap pagiku, hari-hari penuh benci mengisi penuh ruang didadaku.
Aku sendiri sulit mempercayai bagaimana aku sekuat dan setegar ini, menjalani hidup diantara orang-orang yang merenggut bahagiaku. | Cerpen Kehiduan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 5
Ayahku telah kembali dari perjalanan dinas, dan langsung menemuiku ditaman belakang, tempat ternyaman setelah dekapan ibu tiada.
"Rey...bagaimana harimu, apakah sudah lebih baik?" Tanya ayah sambil melepas kancing lengan kemejanya yang terlihat lusuh.
"Semua berubah yah...tak ada yang baik lagi di hari-hari Rey, dulu semua baik-baik saja sebelum ayah memberi Rey kejutan yang begitu besar" aku berbicara tanpa menatap ayah melainkan ikan koi yang meliuk-liuk di dasar kolam yang jernih.
"Rey...ada hal yang gak bisa kita rubah, yaitu takdir. Ayah juga tidak ingin seperti ini, tapi takdir ingin kita menjalaninya dan ibumu tidak cukup kuat menghadapi takdir semacam ini". Suara ayah melemah.
" terus apa ayah pikir Rey sanggup yah? Rey tertekan, hari-hari Rey terpasung dalam kisah yang Rey gak pernah ngerti. Rey gak habis pikir kenapa ayah tega giniin ibu dan Rey". Kali ini suaraku meninggi dan mata ku merah berkaca-kaca menahan amarah.
"Suatu saat kamu akan mengerti, bahwa ayah selalu menyayangimu dan tak pernah ingin melukai hatimu". Ayah berlalu pergi dengan mata yang juga berkaca-kaca.
Sementara aku masih pada posisiku hanya saja kali ini aku terisak, aku tak pernah meninggikan suaraku pada ayah. Tapi apa lagi yang bisa ku lakukan? Aku hanya gadis yang terhianati dan terluka begitu dalam...jauh didasar hatiku.
Hari berganti bagai marathon, bulan terus bergulir menutup tahun.
Ini tahun ke tiga aku melewati takdir bersama dua orang asing yang hingga saat ini masih tak kupedulikan, apalagi ku inginkan.
Sekaligus ini tahun dimana aku akan bergelut dengan skripsi. Tak terasa juga anak alien (Rehan) sudah duduk dibangku sekolah dasar. Kelihatannya dia anak yang cerdas, terlihat dari tiap semester selalu ada keriangan saat dia menerima raport, ayah selalu mengatakan dia harus bisa mempertahankan prestasinya. Ahhh...aku tak mau peduli, bagiku dia tetap anak haram yang numpang hidup seperti benalu.
Sifatnya masih sama, dia selalu coba mencuri perhatianku. Masih dengan wajah polos tanpa rasa bersalah.
Aku benci ketika suatu hari aku kehilangan sepatu dan dia menemukannya, ternyata aku lupa dimana tempatku taruh.
Aku benci ketika anjing tetangga menggonggong padaku justru dia yang datang menakut-nakuti anjing itu dengan tubuh gempalnya.
Bahkan aku benci ketika ku ganti bingkai foto ibu dan memanjat bangku untuk memasangnya kembali, namun naas kaki bangku telah rapuh dan ketika aku akan terjatuh justru dia datang menopang hingga tangannya terluka dan aku baik-baik saja.
Aku benci mengapa dia selalu ada disetiap momenku, aku benci mengingat anak haram itu mengisi rumahku selama bertahun-tahun dan terus saja memanggilku kakak.
Aku bukan kakaknya, memandangnya saja aku merasa jijik, entah kelak anak ini akan jadi apa dengan sikap tak tau malunya itu.
Sore ini aku pulang kuliah hampir petang, aku sempatkan mampir di lapangan dekat rumah, kebetulan banyak pedagang kaki lima berjajar disana ketika sore dan mereka baru akan pulang dimalam hari setelah dagangan habis.
Aku memesan siomay pada abang-abang langgananku (bang Madun), sambil menunggu racikan si abang, aku duduk dibangku plastik smbil melihat anak-anak bermain bola. Dan lagi tertangkap sosok alien kecil yang kini semakin besar juga turut meramaikan lapangan. Seperti tak ada cerita dan pemandangan lain selain tentang anak haram ini, gumamku dalam hati.
"Neng...ini siomaynya, silahkan dimakan selagi hangat" bang Madun mengagetkan.
"Ohhh iya bang...terimakasih" senyumku ramah.
"Ting ..." Hp ku berbunyi.
"Rey...lagi dimana?" Pesan dari Dani.
Ya...pria konyol yang masih ku dambakan meski hanya didalam hati, 4 tahun sudah berlalu dan kami tetap saja hanya teman. Ku sadari Dani hanya terus memberiku semangat dan perhatian sebagai teman, tak sekalipun dia mengatakan suka apalagi cinta padaku.
Dia hanya pernah memuji bahwa aku cantik mengalahkan Cinderella dari Negeri dongeng, itupun dengan nada bercanda dan diiringi tawa khasnya yang gurih. Ahhh...memikirkannya justru akan membuatku terus menaruh harap. Tuhan...bunuh rasa ini ! | Cerpen Kehiduan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 5
Pintaku dalam hati.
"Lg dilapangan deket rumah ni, makan siomay x abang Madun, knp?". Balasku.
" serius...? Pantes gak ad dirumah, aku dirumahmu mau balikin buku yg kmren sudh q salinkan, aq ksna ya?". Chatnya.
"Siip...aq tunggu ya". Balasku singkat.
Tak begitu lama muncul sosok Arjuna masa kini, beberapa meter dari lapak bang Madun. Dekat...semakin dekat...dan kini dia benar-benar sudah dihadapanku.
" yakin ni mau makan sendiri aja, gak pengen nraktir aku gitu?" Cengirnya.
Dani memang selalu to the poin, tak suka berbasa-basi pada hal apapun.
"Yeyyy...datang-datang langsung nodong aja" sungutku setengah bercanda.
"Hehehe...hitung-hitung sebagai denda bikin aku keliling dari rumahmu kesini, kan jalan juga perlu energi" jawabnya enteng.
Ihhh...bener-bener gak ada rasa ni orang, gak pernah jaim didekatku.huhh !
"Bang 1 lagi ya siomaynya" aku menoleh pada bang Madun.
"Iya neng...segera" bang Madun bergegas setelah melayani pembeli lain.
Kami pun menikmati siomay hangat dilapak dan meja yang sama.
"Emang bener-bener mantap siomaynya bang Madun, apalagi gratisan gini kan jadi dobel enaknya". Dani berseloroh.
" makan-makan aja kali...gak usah pake ngefek gitu" sindirku.
"Eh...emang beneran dobel ini enaknya, hahaha..." Lagi-lagi tawanya itu lhooo...nggemesin, tp ya aku bisa apa selain jadi penikmat rahasianya. Huftttt.
Selesai makan kami ngobrol sekedar mengisi waktu yang tersisa. Dikejauhan ku lihat anak-anak berkerumun riuh, sepertinya ada yang berkelahi. Dan benar saja kali ini bocah tengik itu berkelahi dengan temannya. Ahhh...bukan urusanku, kalaupun dia sampai dipukul temannya mungkin itu karma atas kesalahan ibunya padaku. Aku tersenyum tipis sambil mengucap kata perpisahan pada Dani.
"Aku pulang dulu ya...besok jumpa dikampus" aku berlalu, begitupun Dani yang berlainan arah.
Tiba dirumah aku bersenandung pelan, sedikit riang. Kubuka sepatu, dan meletakkannya dirak yang tersusun rapi. Tak lama muncul anak alien dengan wajah memar dan baju robek dibagian lengan kanannya. Matanya sembab seperti habis menangis. Aku diam tak menyapa...hanya memperhatikan seolah menonton karma.
"Ya Allah...Rey (Rehan) kenapa, habis jatuh dimana?" Ibunya memburu.
"Gak papa umi, Rey (Rehan) cuma kepeleset dilapangan, nanti juga baikan" jawabannya terdengar ragu.
Aku yang mendengar dia berbohong tak tinggal diam, ini juga kesempatan bagus untuk menghardik anak haram itu.
"Ku lihat kamu tadi kelahi kan dilapangan? Kenapa mesti bohong, akui saja kalo kamu nakal dan bikin masalah sama temen kamu" nadaku nyinyir.
"Rey...(Rehan) apa benar itu?" Ibunya mulai tegas.
"Maafkan Rey (Rehan) mi, tadi cuma main-main aja kok gak beneran". Suaranya merendah.
" Rey...(Rehan) apapun itu, jangan pernah berbohong sama umi, kamu bisa katakan kenyataan sepahit apapun sama umi. Sudah sana bersihkan badanmu dan segera istirahat" untuk pertama kalinya ku dengar nadanya kesal.
Aku tersenyum puas seolah memantapkan hatiku bahwa ini benar karma.
Mungkin sudah saatnya aku menonton karma yang juga akan menghancurkan mereka. Kataku dalam hati.
Keesokan harinya kepalaku terasa sangat berat, sepertinya aku kurang tidur akhir-kahir ini. Atau mungkin ini hanya migrain biasa, pikirku.
Aku mengendarai mobil dengan hati-hati dan pelan. Dikampus aku lebih banyak berdiam diri, sepertinya aku benar-benar sakit.
Sampai jam makan siang aku sudah tak tahan dan berpamitan pada Ani dan Nita untuk pulang duluan, rasanya aku ingin memeluk gulingku dan istirahat sepanjang hari.
"Yakin mau pulang sendiri?" Ani tampak cemas. "Yakin aja lah...aku bisa kok udah biasa juga, jadi gak ada yang perlu dikhawatirkan" aku menenangkan Ani. "Tapi kan kamu lagi sakit Rey...nanti kenapa-kenapa dijalan gimana?" Nita tampak sedih. | Cerpen Kehiduan Rey Gadis Kuliahan Yang Penurut Dan Manis Part 5
"Gak papa...belum sakit banget kok Nit, besok juga udah baikan dan kita bisa ngampus bareng lagi" aku memaksakan diri tersenyum agar mereka tak cemas.
- Bersambung -