Prilaku Aneh Ada Apa Dengan Suamiku Part 2

Keesokan harinya, kebetulan si ayah lagi libur kerjanya.

Kesempatan kami sekeluarga bisa berkumpul. | Cerpen Misteri Prilaku Aneh Ada Apa Dengan Suamiku Part 2 

Entah kenapa hari itu aku minta ke suami untuk pergi ke sebuah festival.

Padahal si ayah dan anak-anak maunya pergi ke mall.

Tapi hasratku seperti menggebu-gebu untuk pergi ke festival tersebut, sejenis hiburan rakyat yang baru dibuka beberapa hari yang lalu.

Suamiku agak heran juga, ada apa dengan ku karena tidak biasanya kemauanku berbeda dengan keinginan anak-anaknya.

“Aku pengen tau aja yah, lagian kalau ke mall dah biasa yah, bosen…” alasanku memilih ke festival.

Setengah jam kemudian tibalah kami di festival itu.

Begitu turun dari kendaraan, suami dan anak-anakku terlihat begitu semangat karena melihat padatnya pengunjung hari itu.

Tapi tidak denganku. Entah lah, apa yang terlihat di depanku tidak seramai apa yang mereka lihat.

Semacam ada sesuatu yang ganjil.

“Mah, kenapa?” tanya suamiku menyadarkanku dari lamunan.

“Ga yah, ayo kita masuk, beli dulu tiketnya yah…” jawabku menutupi keterkejutanku.

Banyak games yang sudah ku mainkan dengan anak-anak dan suamiku.

Tiba saatnya kami menghilangkan rasa dahaga.

Sekejap ku tinggal mereka bermain.

Aku mencari minum buat mereka.

“Nah disana ada booth makanan dan minuman,” pikirku.

Bergegas ku langkahkan kakiku menuju booth itu.

Agak sulit memang, karena aku harus menembus kepadatan pengunjung saat itu.

Begitu hampir mendekati booth minuman itu, tiba-tiba tanganku seperti ada yang menarik dan itu sangat keras.

“Astaghfirullah…” pekikku.

Begitu kulihat siapa yang menarik tanganku…

“Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah…” hanya ini yang terus ku ucapkan dalam hatiku.

Sosok yang menarik tanganku bukan seorang manusia normal.

Ya Allah, dia seorang nenek yang begitu renta, dengan rambut terurai tak beraturan, mata yang besar hampir terkeluar serta mengeluarkan darah yang segar.

Wajahnya hancur dan tangan nya penuh dengan koreng yang bernanah.

Bersikeras aku menarik tanganku. Terus ku paksa.

Nenek itu hanya tersenyum. Dia tidak mau melepaskan tanganku.

Padahal nenek itu memegangnya seperti pelan aja, tapi aku tetap tak bisa melepasnya.

Seakan-akan tenagaku hilang saat itu juga.

Aku terus membaca ayat-ayat Qur’an yang ku ingat.

Akhirnya… bruk!

Aku menabrak seseorang.

“Mba hati hati dong kalau jalan, main tabrak aja, punya mata ga sih…?!” kata orang tersebut dengan mata melotot.

Aku langsung tersadar dan minta maaf pada pengunjung itu.

Tak lama suami dan anak-anakku datang.

“Mah mana minumannya, kok lama betul sih” kata suamiku mulai ngomel.

Ku coba lupakan kejadian yang menyeramkan tadi.

Akhirnya kami mencari tempat yang bisa membuat kami nyaman istirahat sejenak.

Dan kamipun mendapatkannya.

Kejadian yang ku alami tadi tetap ku simpan. Tidak ku ceritakan pada suamiku.

Lagi asik-asiknya menikmati waktu istirahat, tiba-tiba aku seperti mendapat firasat atau semacam dorongan dan bisikan.

Aku seperti disuruh main ke arena Rumah Serem yang letaknya tidak jauh dari tempat kami beristirahat.

Entah dorongan itu semakin kuat memaksa aku untuk masuk ke arena itu.

Kemudian reflek aku ajak suami untuk bermain di arena itu.

Suami pun spontan terkejut, karena biasanya aku orangnya agak penakut, kalaupun berani hanya kebetulan saja karena kebetulan ada suami disisinya.

Suamiku memang sangat paham betul mengenai sifatku.

Aku merasa penasaran kenapa sih aku harus masuk ke arena itu.

Setelah merasa cukup istirahatnya, kami ber 4 melangkah ke dalam arena itu.

Setelah tiket di beli, aku yang menggendong anakku merasakan ada sesuatu yang berbeda.

Anakku yang ku gendong pun sepertinya mulai merasakan juga.

Begitu juga dengan anakku yang pertama, agak sedikit ragu masuk ke arena itu.

Suamiku yang memang pemberani berusaha meyakinkan aku dan anak-anak.

Apalagi tiket sudah terlanjur dibeli, sayangkan bila tidak digunakan.

Akhirnya dengan tekad yang bulat, aku, suami dan anak-anak langsung memasuki arena tersebut.

Sepanjang perjalanan dalam arena itu aku terus berbacaan dalam hati, karena aku merasa ada sesuatu yang ganjil dalam arena ini.

Anakku yang ku gendong terus berpelukan dan memejamkan matanya.

Sementara si kakak dengan ayahnya, berusaha melawan takutnya karena sepertinya dia takut dimarahi ayahnya ketimbang takut yang ada di arena tersebut.

Fase demi fase kami lalui, aku yang sejak awal sudah merasakan kurang nyaman suasananya, tidak begitu menanggapi kejutan-kejutan demit yang hanya berupa boneka dan orang yang menyamar.

Begitu memasuki fase yang sepertinya mendekati akhir, aku semakin berdebar, entah kenapa, seharusnya mendekati fase akhir aku senang, tapi ini tidak.

Semua bulu di badanku terasa merinding dan sangat terasa dingin.

Tanpa kusadari anakku yang digendong ternyata telah tertidur.

Suamiku masih tetep semangat.

Sementara anakku yang kedua sudah mulai terlihat kelelahan.

Dan di fase terakhir inilah ada sesuatu yang membuat mataku tidak bisa berkedip sedikitpun.

Terlihat sesosok yang sepertinya aku tidak asing.

Aku merasa kenal dengan sosok itu.

Padahal sosok itu sangat jelas terlihat menyeramkan.

Aku merasa tidak takut tapi sekujur tubuhku sudah tidak karuan rasanya.

Aku hanya bisa memandangi suamiku keluar duluan dari fase ini tanpa bisa aku memanggilnya.

Aku sudah berusaha menjerit. Tapi tak ada sedikitpun keluar suaraku.

Sosok itu semakin mendekat. Aku hanya setinggi pinggangnya.

Badannya penuh dengan bulu hitam. Giginya yang runcing berlumuran darah tampak menyeringai.

Ya Allah, aku istighfar terus.

Astaghfirullah… Astaghfirullah… Astaghfirullah…

Hingga akhirnya…

Air mataku tanpa terasa jatuh dan tepat mengenai kening si kecil yang sedang terlelap.

Alhamdulillah, mungkin ini sudah pertolongan yang Kuasa.

Anakku yang terkena air mataku tadi langsung terbangun dan menangis.

Tangisannya tidak seperti biasanya.

Tidak biasanya seperti ini. Suara tangisnya begitu keras dan memekakkan telingaku.

Aku kemudian tersadar dan ku lihat sosok itu sudah tak ada lagi.

Hingga suamiku kembali lagi mendatangiku.

Mungkin karena ia mendengar tangisan si kecil.

“Alhamdulillah terima kasih ya Allah,” dalam batinku bersyukur.

Dalam sekejap anakku yang menangis tadi langsung berpindah ke pelukan suamiku.

Dan akhirnya aku sekeluarga bisa keluar dari arena itu.

“Ayo kita pulang yah…” pintaku. | Cerpen Misteri Prilaku Aneh Ada Apa Dengan Suamiku Part 2 

- Bersambung -