"Jeje … Jeje …, bangun!" | Cerpen Remaja Panggil Saja Aku Dengan Nama Jelita
Wanita setengah baya mengoyang-goyangkan tubuh mungil yang asyik terlelap. Sekeras apa pun dia menggoyangkan tubuh itu, tidak ada reaksi sama sekali.
Emak Indun, menyerah membangunkan anak gadisnya yang tidur seperti orang pingsan. Dia pun kembali ke dapur untuk melanjutkan aktifitas masaknya yang sempat tertunda.
"Emak … Si Jeje kok belom nongol juga?" tanya lelaki berkulit hitam manis itu, sambil menyapu ruang makan dekat dapur.
"Tau ah, Si Jeje kalau tidur kayak orang pingsan. Emak capek bangunin dia," cerocos Emak Indun yang tengah sibuk ngulek sambel.
"Emak … Emak … kok nggak bangunin Aku? Aku telat Emak kuliahnya." Jeje mengerutu, lalu menyeruput segelas susu di atas meja makan. Dia pun berlari ke luar dan menstater motornya.
Jeje berlari sekuat tenaga agar segera sampai di kelasnya. Dia pun bisa bernafas lega karena dosen belum datang. Jeje cengar-cengir menyapa Narnia sahabatnya.
"Je … kamu sehat?" tanya Narnia menyelidik. Matanya tertuju pada kaki Jeje. Jeje mengikuti arah pandang Narnia.
"Kyaaaa …!" teriak Jeje histeris melihat kaki kanannya memakai sepatu sedangkan kaki kiri masih melekat sendal jepit skyway yang sudah usang.
"Ha ... ha … !" Tawa teman-temannya membahana melihat tontonan segar di pagi hari.
Jeje dengan lemas duduk di kursinya lalu mengeluarkan novel untuk dia baca sambil menunggu dosen datang. Jeje hanya pasrah dijadikan bahan tertawaan karena itu memang kesalahannya yang tidak teliti.
"Sabar yah, Jeje." Narnia memegang pundak sahabatnya yang kini sibuk menyelami setiap kalimat dalam novel yang tengah dia baca.
Hanya satu orang di ruangan itu yang tidak tertawa dengan tingkah Jeje tadi. Lelaki dingin dan misterius itu sibuk memandang keluar jendela. Tatapan dan sikap dingin tidak bersahabat membuat semua orang dalam ruangan enggan menyapanya.
Jam pertama kuliah desain grafis telah usai. Jeje dan Narnia berlarian keluar kelas, karena terlalu terburu-buru Jeje menabrak lelaki jangkung hingga biola di tangannya terlepas dan jatuh, biola itu pun patah.
Lelaki jangkung terkejut melihat biola kesayangannya patah, Jeje pun tak kalah terkejutnya.
"Maaf, aku nggak sengaja," ucap Jeje takut.
Lelaki itu menatap Jeje penuh amarah, dengan kasar lelaki jangkung itu meraih kerah baju Jeje dan menghempaskannya ke tembok.
"Kamu pikir dengan minta maaf biolaku akan kembali seperti semula!" teriak lelaki itu kasar. Semua orang yang melihat tidak berani melakukan apapun, karena lelaki itu dikenal misterius dan selalu bersikap dingin pada setiap orang.
"Aku akan mengganti biaya perbaikannya," ujar Jeje berusaha tenang. Lelaki jangkung itu melepaskan kerah baju Jeje. Dia tersenyum mengejek.
"Hei … jelek. Kamu harus sadar diri, bahkan kamu jual rumah pun tidak akan cukup mengganti biolaku. Kamu wanita terjelek yang pernah kulihat." Lelaki itu mendorong bahu Jeje kasar lalu mengambil biolanya yang patah. "Ingat! Kamu masih punya hutang, Nona jelek," Lelaki jangkung itu kembali tersenyum mengejek lalu pergi meninggalkan Jeje. | Cerpen Remaja Panggil Saja Aku Dengan Nama Jelita
Jeje diam mematung, dia tidak menangis hanya saja masih kaget dengan perlakuan seorang lelaki yang begitu kasar padanya.
Dia merasa harga dirinya benar-benar jatuh karena dipermalukan dihadapan banyak orang.
"Hei … aku memang jelek, tapi bagi orang tuaku, aku adalah putri mereka yang paling cantik di dunia!" teriak Jeje berharap lelaki kasar itu mendengarnya.
Sesampai di rumah Jeje melempar tasnya sembarangan, dia pun langsung bercermin. Tampak gadis bertubuh pendek, berkulit coklat dengan mata besar dan hidung mungil terpantul di cermin. Rambut panjang ikal sepinggang yang terlihat tidak terawat, bibir hitam kering yang tidak pernah tersentuh lipstik, lipbalm, liptint dan sejenisnya. Wajah kusam yang tidak pernah tersentuh alat make up apapun membuat Jeje merasa benar-benar jelek.
"Oh … no! Aku memang jelek." Dia pun melempar diri ke kasur meratapi nasibnya yang terlahir tidak menarik.
"Apa sudah saatnya aku pakai make up?" tanya Jeje pada diri sendiri. Dia pun bangun lalu beranjak ke meja rias. Dia membuka laci lalu mengeluarkan box yang berisi alat make up lengkap. Alat make up itu hadiah ulang tahunnya yang ke-20 dari abangnya.
"Tuan, saya sudah berusaha melacak keberadaan Black Rose tapi jejaknya benar-benar tak terlacak," ucap lelaki bertopeng memberikan informasi pada lelaki jangkung yang masih menatap biolanya yang sudah patah.
"Aku menerima laporanmu, kamu boleh pergi." Perintahnya dingin. Lelaki bertopeng itu pun pergi.
"Jelita Anggun Larasati." Lelaki jangkung itu tersenyum kecut membaca nama yang tertera di dokumen yang dia baca. Tampak foto wanita berkaca mata tebal dengan rambut kriting tertempel di dokumen itu.
"Wanita jelek ini memiliki nama yang tidak sesuai dengan wajahnya. Tunggu saja aku akan memembuat dia menyesal telah hidup.
Itu balasan karena telah membuat biolaku patah." Lelaki itu pun tertawa hambar lalu membuang dokumen yang sudah dia baca ke bak sampah. | Cerpen Remaja Panggil Saja Aku Dengan Nama Jelita