Misteri Sosok Empat Tubuh Tanpa Kepala

Di dusun tempatku tinggal, selama sebulan belakangan ini mengalami penurunan jumlah warga yang cukup drastis akibat teror. | Cerpen Misteri Misteri Sosok Empat Tubuh Tanpa Kepala

Tepat satu malam setelah ulang tahun ke-tujuhbelas Nicky berlangsung, esok harinya orang tua kami ditemukan tewas dengan kondisi yang amat tragis serta memilukan. Tubuh ayah dan ibu hilang dan hanya menyisakan kepala mereka yang tergantung di atas pohon kelapa di halaman belakang rumah.

Nicky, adik perempuanku yang seorang berkebutuhan khusus, pingsan seketika di atas kursi rodanya sewaktu para warga mengangkat kepala kedua orangtua kami dan membawanya ke dalam rumah. Aku menangis memeluk tubuh lemah Nicky. Merasa sedih, kecewa, sekaligus hancur. Pun, aku yakin Nicky merasa demikian. Sebab ini adalah hal yang tak diharapkan olehnya tepat setelah pesta pertambahan umurnya dirayakan. Baru saja semalam kami sekeluarga bersenang-senang.

Monster macam apa yang tega melakukan hal sekeji ini?

"Nicky, ayo makan," ujarku seraya mengarahkan sesendok nasi ke depan mulut adikku ini. Akan tetapi, dia masih saja menolak.

Nicky semakin hari wajahnya kian memucat. Duka yang melandanya belum kunjung sirna, tak ubahnya sepertiku. Tetapi, sebagai seorang kakak aku harus terlihat kuat. Supaya aku tetap bisa merawat serta melindunginya. Satu demi satu warga dari dusun meninggal dengan kondisi yang sama seperti saat kedua orang tuaku ditemukan. Hanya menyisakan kepala saja. Dan itu semata-mata membuatku bertambah cemas. Aku takut dan gelisah, berpikir bahwa kami bisa menjadi korban selanjutnya kapan saja.

"Nicky, aku mohon, makanlah. Kau butuh tenaga. Siapa yang tahu apa yang akan terjadi pada kita setelah ini," bujukku. Masih belum menyerah menyuapinya makan.

Nicky menggeleng masygul. Matanya berkaca-kaca. "Biar saja aku mati, Kak. Lagi pula hidupku sudah tidak ada artinya tanpa Ayah dan Ibu," ucapnya sambil terisak.

Ini sudah ke sekian kalinya dia mengatakan hal itu. Dan berapa kali pun aku mendengarnya, aku selalu tak suka. Hanya dia anggota keluargaku yang tersisa. Aku tak akan pernah membiarkan sesuatu apapun terjadi padanya.

"Kau masih punya aku, Nicky! Ada aku di sini, Kakakmu! Aku akan selalu melindungimu. Aku tak akan pernah meninggalkanmu! Percayalah!" Setelah itu aku memeluknya, membiarkan dia menumpahkan tangisan di dadaku.

Di luar sana, aku lihat sebagian para warga tengah sibuk berkemas untuk melarikan diri dari sini, dan sebagian lagi menambah ketebalan bangunan rumahnya sebagai salah satu cara pencegahan agar monster itu tidak dapat masuk. Sayangnya, berbagai cara yang telah kami lakukan dan usahakan seolah tak berhasil. Setiap hari, selalu ada saja korban yang berjatuhan. Meronda dan begadang, mengawasi setiap sudut dusun sekalipun, tidak ampuh menghalau kedatangannya. Membuat rasa benciku terhadap monster ini semakin besar saja.

Aku bersumpah, kalau aku tahu siapa dalang di balik teror mengerikan ini, akan kuhabisi dia menggunakan tanganku sendiri. Apalagi jika dia berani menyentuh adikku satu-satunya.

Setiap malam, Nicky selalu tidur bersamaku seiring dengan merambatnya teror pembunuhan oleh monster yang menurut para warga, selalu muncul di kisaran waktu tengah malam hingga menjelang subuh. Aku akan tidur di samping Nicky, mengawasinya terus sambil terjaga. Kadang-kadang memeluknya. Jika sudah ketiduran, aku akan terbangun dengan panik hanya untuk memastikan bahwa Nicky masih ada di sisiku. Mensyukuri tubuh dan kepalanya yang masih utuh. Dia belum menjadi korban seperti kedua orang tua kami dan juga para korban yang lain.

Namun, seiring kian berkurangnya jumlah para warga, tak ayal kian menimbulkan keresahan. Para warga semakin merasa takut dan tak aman berada di sini. Akan tetapi, anehnya justru ada banyak sekali orang dari luar dusun yang mengunjungi lokasi tempat kami tinggal hanya untuk mencari tahu seluk beluk teror yang melanda, yang kami sendiri belum ketahui jawabannya. Dari yang kudengar, bahkan mereka sedang berusaha membujuk orang pintar untuk dibawa kemari agar bisa bantu melenyapkan si monster yang entah di mana rimbanya itu.

"Kak, apa tidak sebaiknya kita pergi saja dari sini?"

Aku juga sudah memikirkan hal itu sejak beberapa hari yang lalu. Tetapi, mengingat kondisi Nicky yang seperti ini, aku rasa akan cukup sulit bagi kami untuk melarikan diri. Ditambah ada banyak sekali pengunjung yang cuma membuat kondisi dusun bertambah sesak. Memasang tenda dan membakar api unggun di sembarang tempat.

"Kita akan melarikan diri nanti malam. Tidak apa-apa kan, Nicky? Setidaknya, jika sudah malam kondisi sepi."

Nicky hanya mengangguk, menyetujui rencanaku.

"Baiklah. Ayo, sekarang kita berkemas."

Aku mendorong kursi roda yang Nicky tempati, pelan-pelan keluar dari pintu rumah bagian belakang. Langsung berhadapan dengan pohon kelapa yang seketika membersitkan bayangan ketika kepala ayah dan ibu tergantung di sana. Aku meringis. Berdoa dan memohon dalam hati agar kepergian kami dari sini diberkati.

"Nicky, pakai jaketku jika kau kedinginan, ya," bisikku sembari melepaskan jaket yang aku kenakan. Lantas lanjut mendorong kursi roda.

Nicky hanya bergeming. Aku tahu dia pasti merasa ketakutan saat ini.

Belum jauh jarak yang ditempuh, mendadak saja kursi roda yang kudorong berhenti sendiri. Semula, aku kebingungan. Namun kemudian, apa yang kusaksikan setelahnya membuat bulu kuduk di sekujur badan meremang. Di sana, di jalanan penuh tenda dan api unggun menyala, tubuh-tubuh tanpa kepala berjalan ke sana-kemari.

Apa yang terjadi? Apa-apaan ini?

Aku seharusnya berteriak agar mampu menarik perhatian warga, memanggil bala bantuan. Tetapi saat ini lidahku kelu. Tubuh-tubuh tanpa kepala yang berlumuran darah itu seolah menyedot segala energi yang kupunya. Tanpa sadar kakiku sudah saja gemetaran, jantungku berdebaran dan mataku nyaris copot keluar sewaktu mendapati dua tubuh tanpa kepala menyeret satu orang yang tengah tertidur. Tubuh-tubuh lain lalu berjalan mendekat, memegangi rambut, leher dan wajah orang itu. Selekasnya mencabut kepalanya, memisahkan tubuh dan leher orang itu tanpa sempat menimbulkan kesadaran. | Cerpen Misteri Misteri Sosok Empat Tubuh Tanpa Kepala

Ini gila.

Jadi beginikah cra para monster itu bekerja selama ini? Bagaimana bisa kami tak mengetahuinya? Siasat apa yang mereka perbuat hingga kami tak pernah bisa menyadari?

Lalu aku teringat Nicky. Terkesiap, bersiap membawanya pergi dari sini saat aku justru dibuat tercekat begitu menyadari bahwa kepala adikku sudah tak ada di antara bahu dan lehernya. Jantungku seakan siap berhenti kapan saja. Nyaris menjerit histeris bagai orang gila ketika aku tahu, bahwa ternyata kepala Nicky melayang di kerumunan tubuh tanpa kepala.

"Tubuh ini masih tidak cocok untukku. Buang dia!"

Aku menganga tidak percaya dengan apa yang kusaksikan. Nicky, adikku, dia ... adalah dalang di balik semua teror ini?

"Kakak, bisakah kau bantu aku juga? Carikan aku tubuh yang ideal sebagai pengganti tubuh tak berguna yang bahkan berjalan saja tidak bisa itu. Usiaku sudah genap 17 tahun, sudah cukup aku hanya duduk dan menderita seperti orang bodoh. Setidaknya, aku ingin berjalan."

Penuturan Nicky seketika melemaskan sendi-sendi tubuhku. Tak ayal, aku ambruk berlutut di atas tanah dengan tubuh mengigil. Antara takut, marah, juga sedih.

"Oh, iya. Aku sudah meminta izin kepada Ayah dan Ibu sebelum keduanya mati di tanganku, mengenai hal yang aku inginkan ini. Hadiah ulang tahun yang ke-tujuhbelas. Sebuah tubuh baru. Hahaha!"

Aku mengepalkan kedua tangan. Mengumpulkan nyali sebelum bertanya lirih, "Siapa kau sebenarnya?"

Nicky tersenyum. Bukan jenis senyum manis yang biasa adikku tunjukan sehari-hari. Senyuman ini tampak mengerikan. Dengan suaranya yang meninggi dan terdengar besar, dia menjawab, "Monster."

Ternyata, selama ini sosok monster yang kucari selalu ada di dekatku. Dan dia merupakan adikku sendiri. Bukan. Nicky adalah anak yang diadopsi oleh ayah dan ibu beberapa tahun yang lalu karena merasa iba atas kondisinya yang cacat. Mereka membawa Nicky pulang dengan tujuan supaya dia bisa merasakan kasih sayang dan memiliki keluarga. Namun, apa balasannya? Mengapa dia malah menjelma sebagai monster pencari tubuh baru?

"Ke-kenapa kau melakukan hal ini, Nicky?"

Kepala Nicky melayang mendekati posisiku. "Aku ingin tubuh baru, Kak. Itu saja. Tidak salah 'kan aku menginginkan hal ini?"

Aku semakin gemetaran di tempat. Berhadapan dengan sosok monster tanpa tubuh. Bagian bawah kepalanya meneteskan darah tanpa henti. Dan dia meminta pendapatku mengenai perbuatan kejinya.

Aku meneguk ludah secara susah payah sebelum bersuara, "S-sudah jelas kau salah, Nicky."

Nicky seketika menunjukkan raut bengis. "Apa yang kau pahami soal kondisiku ini, Kakak Tolol?" jeritnya murka. "Kau selama ini sudah menjalani hidup yang sempurna. Kau bisa hidup dengan tubuh yang normal. Tidak seperti aku! Tubuh sialan ini," dia mendelik pada badan yang terduduk di kursi roda. "sama sekali tak dapat membantuku hidup dengan layak. Aku benci tubuhku, hidupku, Ayah, Ibu, dunia ini, kau, kalian semua!"

Telingaku merasa nyeri mendengar teriakan Nicky. Bahkan aku sampai merasakan sedikit getaran saking kencangnya volume suaranya. Ini gila. Dia sungguhan monster.

"K-kau sudah gila," kataku lirih, sedikit tergagap sebab resah dan gentar. Sama sekali tak memiliki nyali untuk melawannya. Hanya aku sendiri yang masih tersadar. Teriakan tadi tak mampu membangunkan orang-orang yang kepalanya masih tengah dicabuti satu per satu.

Tidak adakah yang dapat membantuku?

Nicky mendengus. "Bagaimana kalau kau serahkan saja tubuhmu untukku, Kakak? Kau menyayangi adikmu ini, kan?"

Aku melotot ngeri mendengar permintaan tak masuk akalnya itu. Tak sanggup menjawab, hanya mampu menggelengkan kepalaku yang mendadak dilanda pusing gara-gara semua kekacauan ini.

"Setidaknya, tubuhmu mungkin bisa berguna untukku, Kakak. Aku akan sangat berterima kasih."

"T-tidak, Nicky! Jangan lakukan ini!"

Nicky tersenyum. "Aku bukan lagi Nicky adikmu. Setelah ini, tubuhmu akan jadi milikku!"

Empat tubuh tanpa kepala sudah saja memegangi kedua tangan dan kakiku. Dan entah mengapa, aku tak berdaya untuk memberontak. Tubuhku seolah-olah lemas dan tak bertenaga sama sekali. Apa ini hasil dari perbuatannya juga? Monster ini, Nicky?

"Aku ingin tubuhnya. Berikan padaku."

Tepat setelah titah itu disuarakan oleh Nicky, aku mulai merasakan nyeri di bagian leher. Seakan-akan ada yang menarik ujung kepalaku secara paksa, membuat otot-otot leher bagian dalamku sedikit demi sedikit terputus. Ini gila. Hentikan. Aku mohon.

"A-arrrgh!"

Jeritan kesakitanku disahuti tawa Nicky yang menggema.

Dan pemandangan terakhir yang kutangkap adalah senyuman Nicky adikku. Senyuman manisnya yang selalu kusukai. | Cerpen Misteri Misteri Sosok Empat Tubuh Tanpa Kepala

"Terima kasih, Kakak. Semoga kepalamu akan berguna di tempat lain."