Mungkin ini cemburu. Pikirku ketika memandanginya berlarian di penjuru kota. Memasuki toko-toko demi sekedar melihat barang yang mereka pajang | Cerpen Cinta Aku Lelaki Yang Pastinya Punya Hati
Tak pernah aku melihatnya seceria itu. Senyumnya lebar. Bahkan tawa lepasnya bisa ku dengar dari samping tembok tempat aku bersembunyi.
Sepanjang perjalanan, perempuan cantik itu perpegangan tangan dengan seorang lelaki. Ah, sendiriku di sudut sini kian menyakitkan. Adakah sesak yang lebih dari ini?
Masih berniat memperhatikan keduanya. Mereka berhenti di sebuah kafe. Memilih untuk duduk tepat di dekat kaca bagian depan kafe. Sehingga jelas bisa ku tatap dengan nyeri tangan lelaki itu meraih tangan mungil perempuan di depannya. Dia tertunduk, tersipu dalam senang yang menancapkan sakit di dadaku.
Malam telah pekat. Sebagai lelaki, rasa ini membawa kakiku untuk terus membersamai langkah mereka. Bahagia itu nampak sempurna di mata sang perempuan. Ketika keduanya berhenti di bawah lampu penerang jalan. Saling berhadapan. Siluet dua manusia itu menyatukan wajahnya. Lama. Aku bertahan menyaksikan cinta mereka. Sehingga habis, kosong seluruh rongga di kedalaman sana. Detak yang biasa ada, melambat dan hampir diam.
*****
"Assalaamu'alaykum," suara dari seseorang di luar. Ia membuka sendiri pintu itu.
"Wa'alaykumussalaam warahmatullaah wabarakaatuh," jawabku pelan. Aku terus menatap jam dinding .
"Mas... lagi ngapain?" ia mendekat. Berdiri di belakangku. Melingkarkan tangan mungilnya. Nafas hangatnya berhembus di kepalaku ditambah sebuah kecupan.
"Menunggu istri mas," jawabku datar.
"Aiiih, terimakasih sudah menunggu Lis ya," kecupnya lagi bertubi-tubi di kepala dan leherku.
"Sama-sama Lis. Mas senang bisa menunggumu yang sedang mengkhianati mas," merasakan sosok di belakangku tiba-tiba beku.
"Apakah genggaman tangannya lebih kuat dari tangan mas?"
Diam.
"Tawanya lebih menawan?"
Hening.
"Ciumannya membahagiakanmu, Lis?" Masih dengan suara datarku.
Lalu ia menghambur ke hadapanku. Memeluk kakiku dan menangis dengan keras di sana, "Maafkan... maafkan Lis, mas."
"Masihkah kamu istriku, dek?" ku tahan aliran yang mulai menumpuk di ujung netra.
"Masih mas, masih. Ampuni Lis. Lis khilaf," jeritnya. Memandang ke arah tangga yang menuju ke kamar atas. Berharap Afi tak terbangun mendengar suara mamanya.
"Ini sudah kedua kali. Mas tak sanggup lagi berbagi istri. Sebaiknya mas pergi," aku berusaha melepaskan pelukannya di kaki. Tapi ia semakin mempererat pegangannya.
"Jangan maaas!" Ia menjerit lebih keras, "Ampun mas. Maafin Lis."
"Mas sepertinya gak bisa bikin kamu bahagia," aku memaksa melepaskan diri hingga perempuan itu menyerah.
Menaiki tangga dengan sisa-sisa hati. Membuka pintu kamar Afi. Ia masih lelap berkelana di alam mimpi. Aku duduk di tepi tempat tidurnya, "maafkan papa princess. Papa tidak bisa mempertahankan keluarga kita," akhirnya pecah pertahanan. Air itu tumpah ruah bersama tubuh yang berguncang karena isak yang ku bungkam.
Sakit Lis. Memang aku lelaki.
Tapi manusia ini juga punya hati. | Cerpen Cinta Aku Lelaki Yang Pastinya Punya Hati