Menjadi Ibu Yang Bahagia Untuk Anaku

“ Aku ingin berhenti.” Kataku sambil mengantarnya melewati ambang pintu.

“Pikirkanlah kembali, jangan terlalu terbawa suasana hati.” Ujarnya diakhiri sebuah kecupan di keningku.

Aku masih berdiri, sesekali mengelus perut yang makin membuncit. Memandangi bayangnya menjauh seiring suara deru motor yang menghilang. | Cerpen Ibu Menjadi Ibu Yang Bahagia Untuk Anaku

“Amel !!! mandi yang bener, jangan main air terus.” Suara lengking terdengar dari dalam sesaat setelah kubuka pagar hitam dan berdecit.

Begitu kubuka pintu rumah kontrakan ukuran 6x6 meter itu, terpampang jelas gambaran penghuninya. Setumpuk mainan masih berserak ditengah ruangan, remahan makanan berserakan diantara toples terbuka dan tivi yang masih menyala menyajikan serial kartun. Belum lagi pakaian kotor yang terongok di sudut ruang.

Tanpa kursi tamu, hanya sebuah meja bundar setinggi setengah meter yang juga tak tertata rapi. Penghuni rumah ini tak lain adalah adik kandungku yang kini telah dikaruniai 3 anak yang lucu-lucu.

Salah satu keponakanku yang paling besar menyapa dan mencium tangan kananku.

“Onty ga bawa camilan?” tanyanya sambil melirik isi tas kresek yang kubawa.

“Ini ada gorengan onty beli tadi. Mana bunda? “ tanyaku sambil menyerahkan kresek putih ke bocah perempuan kelas 1 Sekolah Dasar itu.

“tuh, lagi mandiin Amel ma Sultan.” Tunjuknya, lalu pergi ke dapur menyiapkan gorengan yang kubawa.

Tak lama, kulihat Amel yang usianya baru 4 tahun berlari dengan tubuh basah tanpa sehelai benang pun dibadannya. Diikuti adikku yang berusaha menangkapnya dengan handuk sambil memberi perintah kepada anak sulungnya. “Kak, tolong dulu Sultan keluar kamar mandi, nanti bisa terpeleset.”

Keriuhan yang sudah sangat biasa kulihat ketika singgah di rumah mungil ini. Semenjak usia kehamilanku masuk minggu ke 32, aku sering menghabiskan sore disini. Penantian hampir 10 tahun akhirnya terjawab dengan hadirnya detakan jantung dan rentetan gerakan yang semakin hari semakin kuat. Berbeda dengan adikku yang langsung dikaruniai anak di awal pernikahannya, lalu disusul kehamilan-kehamilannya yang lain. Ya, mungkin inilah waktu yang pantas untuk kami menerima anggota baru.

Sepuluh menit kemudian, ibu dan tiga anaknya itu keluar dari kamarnya. Terlihat rasa lelah di wajah adikku, dan senyum merekah tiga anaknya yang sudah wangi, dan rapi lengkap dengan bedak tebal tak beraturan di wajah mereka.

“Halo, apakabar ade Adifa?” sapa Amel sambil mengelus perutku.

“Baik-baik saja kaka amel yang jahil”, sahutku.

“Nanti kaka ajarin cara buat bunda ngomel-ngomel ya dek. Hi hi hi…” Ujarnya jahil.

Rumah kontrakan ini memang tipe 36, tapi memiliki halaman belakang yang cukup untuk teras untuk bersantai dan arena bermain anak-anak. Ditemani angin semilir, tempe goreng habis dilahap mereka.

“Kamu itu sudah hamil besar, kurangi makan gorengan. Lebih baik nyamil buah saja.” Katanya sambil menghabiskan potongan terakhir.

“Iya, tambah lama tambah berat, sering sakit pinggangku.” Sahutku, seketika mengelus pinggang yang sebenarnya tidak terasa sakit. | Cerpen Ibu Menjadi Ibu Yang Bahagia Untuk Anaku

“Ya.. Memang begitu. Dinikmati saja.”

“Oiya, ada yang mau kutanyakan. Hhmmm… Bagaimana kalau setelah ini aku resign saja. Jadi ibu rumah tangga kaya kamu.”

“ Hahaha… Seriusan? Ga gampang loh jadi ibu rumah tangga. Ntar kamu stress.”

“Tapi anakku yang udah aku tunggu ini akhirnya dijaga sama orang lain? Harusnya kan setiap anak diurus ibunya?” kataku, sambil menghela nafas panjang.

“Kamu pikirkan lah dulu baik-baik. Dan tanyakan juga pendapat suamimu.”

“Kenapa kamu seperti ga mendukungku? Sama seperti suamiku. Bukannya pekerjaan sorang ibu itu mulia?” sahutku mulai kesal.

“Iya, betul. Tapi ga semudah itu.” Katanya sambil menghela nafas panjang, dan menyandarkan punggungnya di kursi.

“Lantas? Apa dimana susahnya?”

“Hahaha… Apa kamu pikir jadi ibu rumah tangga itu mudah? Butuh rasa iklas dan syukur serta sabar yang ga ada habisnya. Mungkin sebulan atau dua bulan kau bisa enjoy dengan rutinitas ini. Bagaimana saat menginjak tahun ke dua atau ketiga? Apalagi kau telah lama menjadi wanita karir. Dan bukannya jabatanmu saat ini sudah enak?”

Aku terdiam, mencoba mencerna setiap katanya.

“Menjadi seorang ibu yang menjaga dan mengurus rumah 24jam itu harus iklas. Harus didasari keinginan sendiri yang kuat. Bukan karna cuitan orang lain, atau nyinyiran tetangga. Begitu pula manjadi ibu yang berkarir.

Lagipula, anak-anak tak pernah menuntut ibunya harus di rumah atau bekerja. Mereka hanya perlu ibu yang bahagia. Percuma kalau menjaga anak 24 jam, tapi dengan hati ga iklas, cemberut. Adanya semua jadi ga bagus. Buat anak-anak juga ga baik. Jadi, walaupun kamu bekerja atau tidak, mereka ga peduli. Yang mereka peduli kasih sayang yang utuh dan tulus.” Lanjutnya dengan pandangan mata ke arah anak-anaknya yang asik bermain.

“Jadi menurutmu, apa aku tidak cocok menjadi ibu rumah tangga?”

“Sebenarnya sebaik-baiknya wanita adalah yang betah di rumah. Cocok ga cocok itu kan tergantung kamu lagi.”

“Kamu kan juga dulunya kerja sebelumnya. Apa kamu bahagia sekarang?”

“ Ya… aku bahagia dengan hidupku sekarang. Tapi semuanya berproses. Bahkan aku pernah begitu menyesal dan mengutuk diriku yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Sama seperti ibu yang berkarir, ada waktunya jenuh.”

“ Kenapa? Bukankah banyak pahala yang kau dapat?”

“ Semua pekerjaan, kalo ga iklas sepertinnya ga dapet pahala deh, dapetnya capek doang. Hehehe… Makanya kan kubilang, iklas, sabar biar bisa bahagia. Dan semua berproses.”

“Jadi menurutmu?”

“Kalau menurutku sih, semua tergantung kamu. Dimana posisi yang nyaman untukmu, yang bisa buat kamu iklas dan bahagia menjalaninya. Karna itu yang nantinya menular ke anakmu.”

Aku pulang bersama suamiku. Memeluknya dari belakang diatas motor matic yang menderu seperti protes akan berat kami, mengelus perutku.

Dan masih mencerna setiap nasihat adikku. Satu hal yang telah mantap dalam diriku, aku akan menjadi seorang ibu yang bahagia untuk anakku. | Cerpen Ibu Menjadi Ibu Yang Bahagia Untuk Anaku