Mbak Dartik Orang Yang Kaya

Namanya Dartik, ditulis dengan huruf 'K'. Aku mengetahui itu karena yang bersangkutan sendiri yang menegaskan.

"Nama saya Dartik, Bu. Pake huruf K. Asal Magelang," ujarnya.

Mbak Dartik menjajakan aneka gorengan di sore hari. Ada tahu isi, tempe mendoan dan lainnya. Dari rumah ke rumah. | Cerpen Kehidupan Mbak Dartik Orang Yang Kaya

"Wah, kebetulan Mbak, enak ini habis hujan nyemil gorengan," sahutku.

Pilah dan pilih lalu membayar, Aku pun bertanya.

"Mbak baru di sini, ya?"

"Iya, Bu. Ngontrak di rumah Bu RT,"

"Oh...."

"Dagang apa aja, Mbak? Siapa tahu ada menu buat sarapan,"

"Ah iya itu, Bu. Saya rencananya mau dagang nasi uduk buat sarapan. Dibungkusin lima ribuan pasti laku ya, Bu?"

"Iya, Mbak. Coba aja. Jangan banyak dulu bikinnya. Tes dulu. Kalo udah ada, coba mampir ke sini ya, saya gak selalu sempat bikin sarapan. Paling ngandalin roti. Trus jangan panggil, Bu dong. Panggil Mbak saja. Saya orang Jawa juga, Kok,"

"Oh, inggih, Mbak. Tiang Jawi tho panjenengan? Pantes radhi benten aleh ngendikanipun logate,"

"Iya, Mbak. Tapi ngoko aja. Gak usah kromo. Saya lahir tahun 85,"

"Wah, kulo mbeten sekeco. Kulo lairan 89,"

"Ihh...diasik-asikin aja keles, " ujarku mencoba bersikap cair. "kapan nih, nasi uduknya?"

"Lusa ya, Mbak. Saya belanja dulu,"

Demikianlah, aku dan Mbak Dartik segera akrab. Meskipun hanya sebatas penjual dan pembeli. Dagangannya enak dan bersih. Ada kalanya aku membuat sarapan sendiri dan atas ideku jam 5 subuh aku akan nge-sms Mbak Dartik untuk tidak usah mampir. Kalo aku tidak mengirim sms artinya Mbak Dartik bisa menawarkan dagangannya.

"Mbak, besok saya mau jualan soto," ujarnya mengirim pesan.

"Bening apa santan? Kalo soto santan Abang gak suka,"

"Soto bening, Mbak. Kayak soto kudus. Pake suwiran ayam. Seporsi sepuluh ribu bisa untuk berdua, tanpa nasi."

"Asyik, jangan lupa sambelnya ya, saya nyicip dua bungkus dulu. Istirahat siang saya ambil," ujarku pula.

"Mbak Dartik kan pinter masak. Coba jualan lauk matang. Nanti saya promosikan ke teman-teman," usulku "bikin masakan jawa. Gudeg, bacem, botok, buntil...."

"Ah, Mbak Fina iki, lho. Siapa yang mau beli, Mbak? Orang di sini kalo nggak makan ikan nggak berlauk katanya,"

"Eh, jangan salah, temen saya banyak orang Jawa, pada kangen buntil atau sambel tumpang. Tapi males bikinnya, yang makan kita doang,"

"Iya Mbak, saya coba. Ini saya sudah kewalahan dagang gorengan, soto, dawet ama bubur sumsum di depan kontrakan. Dari jam 2 pagi sudah upleg wae," jawabnya.

Mbak Dartik, wanita Jawa itu datang ke tempat kami setelah ditipu. Dijanjikan bekerja sebagai pelayan toko, tapi justru dioper ke warung remang-remang.

Atas kebaikan seorang pria yang bersedia menikahinya, Mbak Dartik di tebus, dinikahi.

Sayang, suaminya meninggal dunia karena kecelakaan. Mbak Dartik menjanda dengan ditinggali seorang bocah perempuan berusia 6 tahun, anak tirinya.

"Saya dulu di Jawa sekolah madrasah, Mbak. Belajar agama. Gak kepikiran bakalan dijadiin l**te, ditipu. Gara-gara saya dicerai suami yang kawin lagi. Saya nekat terima tawaran kerja ke Batam, dari Batam dioper ke sini. Anak saya tiga, semua di Jawa, yang sulung kelas 4 SD tahun ini." ujarnya suatu ketika dengan mata berkaca-kaca.

"Saya ini kotor. Untung ada Bang Sardi, saya dinikahin, sayang Bang Sardi umurnya ndak panjang. Anak Bang Sardi dari istri yang dulu ikut saya. Anak itu yatim piatu, Bu. Istri pertama Bang Sardi meninggal karena malaria,"

"Ada pernah saya ditawari jadi istri pemilik toko, jadi istri kedua. Saya ndak mau. Saya blangsak karena korban suami kawin lagi. Saya ndak mau perempuan lain bernasib sama,"

"Sekarang saya kerja, jual gorengan, es, apa saja yang halal. Bangun jam 2 tidur jam 10. Saya juga ndak mau begini, Mbak. Maunya saya jadi istri, dicukupi semua kebutuhan sama suami. Tinggal masak, bersih-bersih, dandan. Syukur ada pembantu. Tapi...nasib saya ndak begitu. Nasib saya golek pangan sendiri. Ndak papa, Mbak, saya ikhlas, saya pelihara anak yatim, moga-moga bisa membilas dosa saya yang kotor,"
terangnya sembari menyusut airmata.

"Mbak, kita semua kotor. Dengan sifat iri, dengki, hasad, tamak. Apa yang Mbak lakukan sekarang ini kerjaan mulia. Nolong orang, nyiapin sarapan, nyiapin cemilan. Mbak hebat bisa bertahan sedemikian rupa dikasih cobaan yang tidak semua perempuan mampu. Jika Mbak ikhlas dan sabar, Innallaha ma a shabirin." aku bersikap sok bijak.

"Banyak Mbak, perempuan, yang jadi ratu, diayomi suami, lalu durhaka hanya karena penghasilan suami kurang, tidak bersyukur atas kebaikan suaminya, tapi masih saja merasa sebagai perempuan suci ahli surga. Jangan-jangan salah satunya, saya. Astaghfirullah,"

"Terimakasih, Mbak Fina. Saya janda anak tiga, tapi saya bukan perampas suami orang dan saya punya harga diri, meskipun saya dulu melacur tapi karena terpaksa buat makan. Sekarang saya tobat, mau jualan,"

"Mbak hebat. Terus jualan, Mbak. Besok saya pesan dawet tiga, jangan kasih es. Istirahat siang saya ambil. Jangan menyerah, Mbak. Gusti Allah ora sare. Gusti Allah Maha Perso, Maha Pengampun. Mereka yang terlihat mulia, tampilan alim suci, belum tentu ahli surga. Mbak sudah teruji. Insya Allah Gusti Allah ridha," ujarku menyemangati.

" Iyo, Mbak, matur nuwun. Mugi tansah sehat slamet dunia akhirat.

"Aamiin."

Kadang, kita hanya perlu melihat keluar jendela, di sekeliling kita.

Masih yakin, bahwa kita miskin harta? Masih yakin hidup kita susah? kekurangan? Hanya karena roda empat seharga dua ratus juta kita berpikir nasib kita malang? Sehingga kita belum perlu bersyukur?

Atau barangkali kita sudah merasa kaya hanya karena Avanza dan rumah berlantai dua? Sehingga layak merasa diri aman sentosa terbebas dari hisab atas harta.

Mbak Dartik atas kesabarannya, keikhlasannya, sedekahnya pada anak yatim, membuat ia jadi orang kaya yang sesungguhnya. | Cerpen Kehidupan Mbak Dartik Orang Yang Kaya

>> Untuk seseorang yang namanya BUKAN Mbak Dartik.