"Dari rambut, mata, alis, hidung, bibir, kulitnya tidak sedikitpun yang kuwariskan padanya. Membuat dalam benak ini selalu dihinggapi pertanyaan siapa yang mewariskan wajah itu pada Deva?"
Baru saja Ayundira menyalakan laptopnya ketika terdengar suara nyanyian disusul derai tawa Deva, anaknya. Ia menyetel mp3-nya dan petikan suara gendang Dangdut Koplo mengalun merdu lagu Edan Turun.
Derai tawa Deva masin keras mengalahkan suara audio Mp3-nya. Berisik. Diliriknya jam dinding ternyata sudah pukul 11 malam. | Cerpen Kehidupan Janin Siapa Di Rahimmu
Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam ini. Ayundira menghela napas. Diperiksanya beberapa file. ia harus membuat production book untuk variety Show.
Rapat produksi tadi siang memutuskan bahwa program variety Show Liga Dangdut Indonesia di Stasiun TV tempan ia bekerja sebagai creative director akan membuat tayangan kolaborasi musik dangdut dan tari tradisional.
Besok siang rapat lagi membahas rancangan produksi yang harus ia selesaikan malam ini. Namun, bagaimana ia bisa bekerja dalam suasana berisik seperti ini? Mendadak konsentrasinya buyar.
"Bisa gak volumenya dikecilin?" Teriak Ayundira kearah kamar Deva putrinya itu. Untuk beberapa saat ia menunggu, tapi tidak ada reaksi.
Suara senandung dan derai tawa itu makin keras membuat Ayundira berubah marah. Darah berdesir memenuhi otaknya.
Suara senandung dan derai tawa itu makin keras membuat Ayundira berubah marah. Darah berdesir memenuhi otaknya.
"Bekti, aku lagi kerja. Brisik!!" Ayundira mendelik di muka pintu kamar dengan mata seolah terbakar.
Bekti suaminya berhenti bernyanyi dan menurunkan buku dongeng di tanganya. Deva juga berhenti derai tawanya.
"Mama, kok kerja terus sih?" sela Deva tanpa dosa.
"Jangan banyak bicara, Deva. Lihat jam berapa sekarang? Cepat tidur besok sekolah!."
"Jangan banyak bicara, Deva. Lihat jam berapa sekarang? Cepat tidur besok sekolah!."
Gadis kecil 8 tahun berambut ikal itu ketakutan. Ia membenamkan kepalanya di balik guling ketika Ayundira hendak mencium keningnya. Bekti menghela napas merapatkan selimut Deva, lalu bergegas meninggalkan kamar.
"Kau ajari Deva hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan anak kecil!" suara Ayundira mengelegar tinggi setelah mereka diruang tengah.
Matanya menghunjam mata Bekti. Lelaki sabar yang pandai mengendalikan emosinya itu balik menatap Ayundira.
Matanya menghunjam mata Bekti. Lelaki sabar yang pandai mengendalikan emosinya itu balik menatap Ayundira.
Menantang. Andaikan di Indonesia tidak ada hukum pasti sudah ditampar istrinya itu.
Hal yang pertama dilakukan Bekti setelah 7 tahun lebih menikah bersama Ayundira. Mungkin kesabaran orang itu ada batasnya.
Hal yang pertama dilakukan Bekti setelah 7 tahun lebih menikah bersama Ayundira. Mungkin kesabaran orang itu ada batasnya.
"Oya? Coba katakan padaku, apa yang menurutmu baik kuajarkan pada Deva? Kau sendiri tak ada waktu untuk mengajari anakmu, bukan?"
Ayundira menghembuskan nafas dengan keras dalam hatinya berkata Deva itu bukan anakmu. Tidak menyangka Bekti yang begitu bodoh mencintainya selama ini akan menjawab kata-katanya.
Tergesa ia mematikan audiao Mp3-nya, menutup file-file lalu mematikan Laptopnya. Buru-buru ia melangkah ke kamar, "aku butuh ketenangan untuk menyelesaikan pekerjaanku malam ini."
Ayundira memasukan pakaian dalam travel bag, "Deva itu anakku dan aku tidak suka kau ajak bernyanyi setiap malam hingga ia terlambat tidur."
"Anakku juga, 'kan?"
Ayundira menatap Bekti sekilas, lalu bergegas menuju garasi. Mengeluarkan mobil dan berlalu bersama malam yang mengelinding muram.
Bekti dan Cinta Pertamanya
Janur Ajur, Dia cinta pertamaku.
Aku mengaguminya sejak pertama kali bertemu di bangku sekolah. Sosoknya yang ideal, wajahnya yang berseri seperti mentari pagi,kulit putih orentalis, body seperti gitar spanyol, sikapnya yang energik dan penuh percaya diri.
Aku mengaguminya sejak pertama kali bertemu di bangku sekolah. Sosoknya yang ideal, wajahnya yang berseri seperti mentari pagi,kulit putih orentalis, body seperti gitar spanyol, sikapnya yang energik dan penuh percaya diri.
Bukan hanya itu, ia juga sangat pintar, tiga besar disekolah selalu disabetnya. Selain pintar secara akademis ia juga suka seni .
Aku selalu menunggu hari minggu pagi! Saat dimana kita bertemu dalam ekstrakulikuler musik. Dia bermain alat-alat musik bersamaku dan tidak jarang kita bernyanyi bersama.
Gadis itu bernama Ayundira, hampir segala cara kulakukan agar ia mau membalas cintaku namun semua sia-sia. Ia tidak pernah memberiku jawaban dan berlalu begitu saja tak dianggap.
Bahkan meninggalkan seulas senyum yang sering singgah dalam mimpi-mimpiku pun tidak. Sampai bangku kuliah memisahkan kami, aku masih memimpikanya. | Cerpen Kehidupan Janin Siapa Di Rahimmu
Mencari keberadaanya dan menunggunya.
Cinta memang buta. Kesetiaan memang menyakitkan Jendral.
Cinta memang buta. Kesetiaan memang menyakitkan Jendral.
"Kau disini Bekti?" sapaan itu mengejutkanku suatu senja, beberapa tahun kemudian setelah aku mulai letih mencari.
Aku sedang hang out di kafe saat itu bersama teman-teman seniman ketika seorang gadis menghampiriku dengan wajah berseri ramah. Gayanya masih energik dan penuh percaya diri.
Baju semiformal yang di kenakanya membuat ia nampak anggun dan dewasa. Sepertinya senja itu ia baru pulang dari kantor. Apa aku tidak salah lihat? Ayundira senyum-senyum padaku sikapnya salah tingkah.
"Kenapa kau tidak pernah bilang tinggal di Jakarta?" ujarnya lagi membuatku bingung. Bagaimana mau bilang selama ini aku letih mencarinya. Tuhan, rupanya mengerti kegelisahan hati ini sehingga mempertemukanku dengannya di kafe ini.
"Sibuk apa sekarang, Bekti?"
Lalu pembicaraan hanggatpun mengalir. Kami saling bertukar cerita, aku bercerita tentang seniman tulis yang akhirnya menemukan jati diri oleh karena itu sengaja aku tulis cerita hidupku lewat cerpen ini. Sebaliknya Ayundira bercerita tentang kehidupanya setelah lepas SMA .
Lalu pembicaraan hanggatpun mengalir. Kami saling bertukar cerita, aku bercerita tentang seniman tulis yang akhirnya menemukan jati diri oleh karena itu sengaja aku tulis cerita hidupku lewat cerpen ini. Sebaliknya Ayundira bercerita tentang kehidupanya setelah lepas SMA .
Ia kuliah di Jakarta, kemudian di tranfer ke Negeri Paman Sam. Pulang dari Amerika ia bekerja di salah satu TV sebagai creatif direktor. Ia juga berkata bahwa cocok berkerja yang berkaitan dengan seni.
"Jadi sekarang kau sedang menulis buku atau menulis lagu, Bekti? Aku mau dong dibikinin lagu atau buku olehmu!"
Permintaan Ayundira ini menginspirasiku untuk menulis beberapa buku dan juga beberapa lagu. Dan aku tidak pernah menyangka bahwa pertemuan kami di kafe ini membuat kita janjian saling bertemu.
Cinta di pucuk ulam pun tiba, janur ajur cinta pertamaku yang belum pudar menyala lagi. Tidak perlu lama lagi aku memberanikan diri mengajak Ayundira naik pelaminan dan ternyata ia tidak menolak.
Bahagia indah terasa mimpi-mimpiku selama ini untuk memiliki Ayundira menjadi nyata. Harapan untuk membangun mahligai cinta bertahta bahagia kini tidak lagi sekedar angan. Selama ini aku mendambakan istri yang cantik berkulit putih orentalis, energik dan tidak bosan untuk memandangnya saat bangun di pagi hari.
Yang namanya cewek energik pasti lincah di atas ranjang tentu itu akan membuat aku betah di rumah. Ingin aku tanamkan benih cinta pada rahimnya dan ia akan melahirkan anak-anaku kelak.
Namun semua berbeda saat malam pertama, aku akui ia memang liar diatas ranjang namun yang membuat hati ini gamang ternyata ia sudah tidak perawan lagi. Meski darah perawan tidak menyapa di malam pertama aku tetap berusaha meyakinkan hati ini.
Apa hendak di kata, kenyataanya kebahagianku berubah buram. Enam bulan pernikahan kami Ayundira melahirkan seorang bayi perempuan. Rambut, mata, alis, hidung, bibir, kulit, tidak sedikitpun yang kuwariskan padanya.
Membuat dalam benak ini selalu dihinggapi pertanyaan siapa yang mewariskan wajah itu pada Deva? Adakah lelaki lain bergaul rapat dengan Ayundira sebelumku? Namun cintaku yang besar pada Ayundira membuatku menelan pertanyaan-pertanyaan itu. Bahkan, ketika tanpa segaja ketemukan diary Ayundira yang jatuh dalam lipatan baju, aku memilih diam.
Bukan karena aku mandul atau kekurangan finansial namun sudah menjadi prinsipku untuk jatuh cinta sekali dan menikah sekali seumur hidup. Apa yang disatukan Tuhan tidak selayaknya dipisahkan.
"Papa bekerja atau melamun sih? Ayo dong Papa menyanyi lagi buat Deva! kita bisa nyanyi keras-keras. Kan Mama tidak ada." suara mengkagetkan lamunanku.
Aku hanya mencoba tersenyum meski pahit. Ini minggu kedua kepergian Ayundira sejak malam itu. Dan Deva tidak pernah memperdulikan mamanya pergi kemana.
Ia malah merasa bebas bermain denganku. Kuraih kepala gadis kecil itu dalam pelukanku. Benih siapapun dia, aku terlanjur menyayanginya. Karena itulah, hanya diam menjadi pilihan meski cintaku pada Ayundira mulai meranggas.
Rasa ini tidak mungkin bisa kuungkap semua meski harus berakir hancur remuk tidak bernada. Perih,hati . "Janin siapa di rahimmu?" pertanyaan itu biarlah tersimpan sesak dalam dada. Akulah papanya Deva apapun alasanya dan biarlah seperti itu.
Ayundira dengan segala kenanganya
Bagaimana mungkin aku bisa mencintai Bekti? Hanya kebodohanya menikahikulah yang masih kuhargai. Namun ia tidak akan pernah bisa menggantikan posisi pria lain di hati ini.
Kellan penulis best seler itu telah membuatku menyerahkan segalanya. Meskipun kabar mengenaskan kuterima beberapa tahun yang lalu, aku membiarkan Kellan hidup mengisi hari-hariku sampai saat ini. Kellan kini sudah bahagia bersama Bapa disurga setelah kecelakaan maut merenggutnya.
Kellan yang selalu membuatku tertawa dengan joke-joke segarnya, Kellan yang selalu membuatku tersipu malu dengan kiriman mawar setiap malam minggu, Kellan yang selalu memberiku dorongan untuk maju dan Kellan yang sebelum kepergianya ke surga menitipkan benih di rahimku.
Ah.., Kellan tidakkah kau lihat Deva telah tumbuh menjadi anak perempuan yang cantik? Sosoknya, wajahnya dan sifat periangnya mewarisimu. Maafkan aku jika telah menghadirkan lelaki lain menjelang kelahiranya.
Aku tidak ingin bayiku lahir tanpa papa. Kau bisa mengerti bukan? Toh pria bernama Bekti itu tidak akan pernah bisa merebut hatiku. Lihatlah! Aku tidak bisa melupakanmu. Bahkan aku menenggelamkan diri ini dalam sibuk pekerjaan agar bisa sedikit menghapus wajahmu.
Aku selalu mengenagmu dan mengenangmu Patrick Kellan....
Ayundira masih memandang laut. Kebiruan yang merata menggambarkan kedalaman yang tidak terduga. Seperti hati laki-laki memang tidak terduga! Ayundira mengeluh dalam hati, ia belum bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi padanya seminggu yang lalu, Bekti menceraikanya!
"Ayun..Maafkan aku yang tidak bisa mencintaimu lagi," begitu kata-kata terakhir Bekti setelah sidang pengadilan memutuskan Pengasuhan Deva ada di tangan Bekti. Ayundira benar-benar tidak mennyangka, Bekti yang selama ini tidak pernah berkata apa-apa dan kelihatan begitu naif karena dibutakan cinta, tiba-tiba berkata tidak mencintainya lagi.
"Deva bukan anakmu! Kau tidak boleh membawanya pergi!" Ayundira benar-benar panik ketika ia menyadari akan kehilangan Deva. Bekti menatapnya lembut dan tidak ada keterkejutan di raut mukanya, "Aku sudah tau. Deva bukan benihku. Tapi aku menyayanginya seperti anakku sendiri. Relakan ia tinggal bersamaku. Kau boleh mengunjunginya kapanpun kau mau." | Cerpen Kehidupan Janin Siapa Di Rahimmu
Ayundira tergugu mengingat Bekti .
Angin laut menampar-nampar wajahnya yang gelisah. Mempermainkan anak rambutnya hingga jatuh menutupi wajahnya yang sayu tenggelam bersama bayu. Matanya basah, seluruh bagian dirinya terasa hilang ditelan kepedihan mendalam. Sayup-sayup terdengar alunan lagu Edan Turun terngiang seperi hidupnya saat ini.