Hujan memukul wajahnya. Meninggalkan rasa perih di pipi dan juga mengaburkannya matanya yang sembab. Payung yg ia pegang patah disana sini, tapi tangannya malah makin erat mencengkeram gagang payung itu, hingga buku buku tangannya terlihat menonjol. Kepalanya mulai terasa sakit karena menangis semalaman. Bibirnya yg tadi ranum serupa persik kini kebiruan dan gemeletuk. | Cerpen Cinta Masih Adakah Senja Untuk Hanum
Sudah tiga puluh menit gadis bergamis ungu dengan motif kembang pink itu tegak mematung dipinggir jalan. Sejak langit Bukittinggi semula terang hingga berubah tiba tiba gelap disusul hujan turun dengan deras, seolah olah mengikuti suasana hatinya.
Tadinya ia menunggu di cafe. Sayang sekali karena sedang merenovasi sebagian ruangan dan hujan badai yg datang, sang pemilik terpaksa menutup cafe lebih cepat. Laki laki muda pemilik cafe itu sempat menawarinya tumpangan menuju pusat kota, agar lebih mudah memanggil taksi atau angkutan umum untuk pulang
Tapi Hanum menolak tawaran laki laki tampan itu dengan sopan. Memilih berdiri di trotoar di depan cafe itu saja. Karena ia merasa semua harus segera tuntas agar tidak ada lagi malam malam tanpa tidur sesudah ini. Malam malam yang dihabiskan dengan menangis sendirian..
Orang-orang lalu lalang melewatinya, beberapa sempat menatap sesaat penasaran, lalu kembali berlalu bergegas menembus hujan yg makin deras. Tentu saja tidak ada yang mau lama lama berada di tepi jalan dicuaca seperti itu, secantik apapun kota perbukitan ini di malam hari. Semanis apapun gadis bergamis ungu itu dengan gurat pilunya yang tak bisa bersembunyi dan mengundang rasa kasihan.
Semua tampak terburu buru, sibuk mencari cara agar secepatnya sampai di rumah untuk bisa bercengkrama segera dg keluarga setelah melepas baju yang dingin dan basah. Untuk sekedar melanjutkan rutinitas malam, entah itu menyeruput teh hangat atau makan malam sambil menonton televisi tanpa benar-benar peduli tayangannya sambil mengobrol hal hal ringan dengan keluarga tercinta..
Ahh ya rumah, keluarga, kehangatan, obrolan ringan, cinta.. hal hal yg unt gadis sepertinya terasa mahal dan jarang terasa ada. Hatinya berdenyut dan terasa ngilu
Hape di tangan kanannya berbunyi dua kali menandakan baterainya akan segera mati.. lalu dengan penuh harap dia menekan dial sekali lagi, berharap panggilan terakhir yg akan dilakukannya akhirnya diangkat laki laki itu.
Ia tahu jika dua puluh kali telfon laki laki itu tdk mengangkat, maka apalah bedanya satu kali ini.. Tapi hati kecilnya tetap berharap dan itulah yg membuat jempolnya selalu berulang menekan dial setiap jeda beberapa menit.
Tersambung. Dan nada sambungnya terasa seperti berkejaran dengan debaran dadanya
Dan kali ini harapannya terkabul, diseberang sana telfon akhirnya diangkat
"Aku kan sudah jawab tadi di sms, sore ini aku ga bisa datang. Tolonglah pahami posisiku, Hanum. Aku minta maaf" Suara bass di seberang sana terdengar rendah dan jelas berbisik.
Dada gadis itu gemuruh, debar jantungnya terasa terlalu keras hingga terasa memekakkan telinganya sendiri. Hati Hanum sakit menyadari laki laki itu bahkan tidak lagi memanggilnya dg panggilan sayang seprti dulu melainkan namanya saja. Lalu fakta bahwa ia sampai merasa perlu berbisik.. pasti karena wanita itu ada disana. Wajah kuning langsat itu mulai terasa hangat dan memerah karena letupan amarah bercampur rindu dan cemburu yg mengaliri nadinya. Maka walau otaknya memerintahkannya untuk meneriaki laki laki sialan itu, yg keluar dr mulutnya malah lengkingan menyedihkan
"Kamu ga bisa gini dong, Dit! Jawaban itu kamu kirim ketika aku sudah disni. Lagipula apa salahnya ...apa susahnya bertemu aku beberapa menit saja ?!"
"Kamu tega membiarkan aku datang ke kota ini, menunggu kamu ditengah hujan satu jam lamanya dan skrg kamu suruh pulang tanpa bertemu dan mendapatkan penjelasan, penyelesaian??? Laki laki apa siih kamu...Aku ga mau tau.. Kamu harus datang!!" Ujarnya lagi setengah histeris
"Aku ga bisaa Hanum!" Laki laki di sana masih berbisik tapi mulai terdengar ikut terbawa emosi, ia memberi penekanan di setiap katanya dan nyaris terdengar seolah ingin berteriak juga.
" Pulanglah" lirih dan tersengal permintaan itu terucap di ujung sana
"Aku sudah bilang jangan datang kan? Ga akan ada bedanya. Aku juga ga ngerti penjelasan yg bagaimana lagi yg kamu inginkan"
"Aku ingin penyelesaian, aku ingin bertemu untuk terahir kali, ga bisa gini aja" potong Hanum cepat
"Iya okay tapi biar aku yang pilih dimana dan kapan. Tapi tidak bisa sekarang... Kalau semua sudah tenang aku kabari. Sekarang sekali lahi pulanglah saja"
Dan klik telfon diputus begitu saja.
Hatinya sakiit sekali. Apalagi ketika melihat hape satu satunya miliknya itu mulai mati. Dadanya terasa sesak, ingin rasanya berteriak marah, mengamuk, membanting sesuatu.. tapi tentu tidak disni. Tidak ditengah hujan dan ditengah lalu lalang seperti ini, Hanum menggigit bibirnya kuat, terasa asin darah dimulutnya akibat menggigit terlalu kuat. Ia meletakkan tangan kanan yg masih memegang erat handphone itu di dadanya, berharap itu bisa sedikit mengurangi rasa sakit yg ia rasakan
Betapa membingungkan dan menyesakkannya situasinya sekarang. Laki laki yang selama setahun ini ia puja, dan selama ini menjadi sahabatnya itu kini terasa menjadi org yang paling jahat, karena kemarahan, dan kecemburuan yg terasa membakar hatinya. Tapi anehnya pada saat yg sama juga tetap saja satu satunya org yang ingin ia temui, peluk dengan segenap kerinduan. Orang yang menyebabkan hatinya hancur berkeping keping tapi juga satu satunya orang yang ia inginkan sebagai tempat bersandar menceritakan sakit hati itu sendiri.
Dia bukan gadis cengeng, atau lemah. Bukan sama sekali. Hidupnya selalu keras dan ini membuatnya justru terbiasa kuat, mandiri dan tabah. Tapi itu sebelum laki laki ini datang menawarkan cinta padanya
Untuk pertama kalinya ia sadar ia pantas di rawat, dan akhirnya diperhatikan, didengar, disayangi, dirindukan, begitu dimengerti dan diinginkan.
Begitu juga sebaliknya baru kali ini pula dia merasakan begitu menyayangi dan menginginkan seseorang.
Cinta yang membuatnya rela merubuhkan segala benteng pertahanan yang susah payah ia bangun akibat hidup yang sejak dulu selalu saja keras padanya. Cinta yang akhirnya menyadarkan ia juga rapuh. Ini bukan pertama kalinya ia dekat dengan seorang pria. Tapi jelas ini pertama kalinya ia menemukan jiwa, telinga dan pundak untuk berbagi semuanya tanpa sekat, tanpa lagi menjaga jarak dengan seseorang. Hanum begitu percaya dan begitu jatuh cinta sampai ia mau berbagi segalanya. Nyaris segalanya.
Dengan frustasi Hanum melepas teriakan kesal dan amarah dari jantung dan paru parunya sebelum akhirnya menangis lagi.
(Dari kejauhan seorang laki laki muda duduk cukup lama di mobil SUV merah. Beberapa kali dengan gerakan sedikit kasar menggosokkan kedua tangannya ke muka, kebiasaan yang dia lakukan setiap merasa bingung. Dia sebenarnya tidak punya urusan dengan gadis berwajah keibuan bergamis ungu itu. Hanya sempat kenal karena gadis ini dulu pernah menjadi langganan cafe nya. Dulu gadis ini sering datang dengan seorang pria, dan mereka selalu duduk di kursi yang sama, dekat dengan meja kasir. Hingga tak jarang dia sering mencuri dengar percakapan gadis ini dengan teman laki lakinya. Dua duanya cerdas dan topiknya selalu menarik. Kadang lucu kadang menyedihkan, dan kadang menginspirasi. Ia sempat merasa bodoh ketika kedapatan oleh karyawan cafenya sendiri ikut tersenyum mendengar satu dua cerita gadis itu yang biasanya ia tutupi dengan pelototan saat para karyawan tersenyum usil. Tapi memang hanya sebatas itu saja. Begitu kunjungan mereka berkurang hingga tidak pernah lagi sama sekali ia pun mulai lupa dengan gadis ini. Kini tiba tiba gadis itu kembali, sendiri dan jelas tidak sedang bahagia dan kasmaran seperti sebelumnya. Hujan makin deras, dan magrib akan segera datang. Sementara bukannya pergi gadis "bodoh" itu malah tetap disana dengan payung patahnya. Dan jika dia tidak salah lihat juga kini menangis tersedu sedu. Sempurna. Tuhanpun tau betapa dia tidak mahir dengan perempuan. Apalagi perempuan yang sedang menangis. Tapi pilihan apalagi yang dia punya? Dengan mendengus kesal ia akhirnya memutuskan menyalakan mesin mobil dan berbalik arah) | Cerpen Cinta Masih Adakah Senja Untuk Hanum
Setahun sebelumnya
Ting*. Massenger Facebook nya berbunyi memberi tau dia mendapat sebuah pesan. Hanum biasanya tidak begitu peduli dengan pesan Facebook. Biasanya hanya teman zaman sekolah menengah yang menyapa dengan SKSD lalu ngalor ngidul bicara hal hal yg sebenarnya tak menarik sama sekali baginya. Atau para laki laki dr zaman putih biru/abu abu atau yg bahkan tidak ia kenali yg mencoba modus untuk pdkt. Beberapa yg ia kenal dari lama tentu tetap ia balasi demi kesopanan tapi setelah sekian jam atau malah beberapa hari sesudahnya dg alasan ia sibuk. Dan ia tidak berbohong. Ia kini sibuk mengurusi rumah dan hati hati orang orang di dalamnya, sebisanya.
Hanum sudah resign setahun lamanya dari pekerjaan sebagai konsultan pendidikan di daerah. Keputusan yg harus ia ambil ketika di suatu senja menjelang magrib ditepi Pantai Gane Timur, Maluku ia mendapat kabar nenek kakeknya meninggal karena kecelakaan. Travel yang mereka tumpangi tertabrak truk dikarenakan kecerobohan pengemudi truk yang mabuk dan rem tidak berfungsi.
Kabar itu membuatnya hancur. Untuk sesaat bahkan sempat menyerap semangat hidupnya tak bersisa. Hanum sempat mengalami berbulan bulan fase denial lalu depresi akut. Ia sempat membenci Tuhan. Beberapa kali ia bahkan sempat terfikir untuk mengakhiri saja hidupnya. Untuk apa lagi ia hidup? fikirnya. Toh orang orang yang jadi semangatnya, yang ingin ia bahagiakan pergi selama lamanya. Sejak ayahnya yang seorang ustad kondang di zamannya ini menikah lagi sejak ia berumur tiga tahun, sejak itu pula nenek dan kakek mengambil alih pengasuhan mereka, ia dan dua saudaranya dan juga ibu. Maka nenek kakek adalah jantung hatinya, segala galanya bagi Hanum.
Tapi setelah berbulan bulan berkubang dengan pengasihan terhadap diri sendiri. Ia mendapat sms dari Arumi, adikny. Isinya singkat tapi merubah semuanya. Merubah hidup dan segala rencananya. Abang dan bunda memburuk. Seketika Hanum sadar. Yang sakit dan remuk akibat kehilangan besar ini bukan hanya dia, tapi juga ibu, adiknya dan abang. Tiga orang yang selama ini memang sangat bergantung secara mental dan finansial pada nenek dan kakek, dan jauh lebih rapuh dari diri nya. Oleh karena itu siap tidak siap ia harus segera kuat dan harus pulang. Untuk mereka.
Sang bunda sendiri setelah ditinggal menikah lagi oleh ayahnya sejak dua puluh lima tahun tahun yang lalu, mengidap bipolar dan schizophrenia. Dan kabarnya kini sejak kecelakaan itu kondisinya memburuk. Abangnya pun begitu, schizophrenia paranoid, dengan kecenderungan melakukan kekerasan jika relaps.
Dulu, ketika remaja, ketika ia belum belajar segala hal tentang sakit kejiwaan ini. Setiap abangnya membanting apapun dan membentak bentak ibu dan nenek karena kemarahan yg disebabkan hal hal sepele, Hanum akan pasang badan akan balas menantang. Yang kemudian menyebabkan ia mesti menerima pukulan tendangan dan ancaman dibunuh berkali kali.
Ia dulu benci sekali pada abangnya. karena memperlakukan ibu dan nenek dg seenaknya dan membuat kedua wanita kecintaannya juga seisi rumah selalu sedih dan ketakutan. Tapi kini ia tidak mampu lagi membenci. Ia justru kasihan. Ternyata abangnya selama ini juga sakit secara kejiwaan, sakit yg memburuk sejak nenek dan kakek meninggal. Lalu apapun yang sempat irfan, abangnya milki kini pelan pelan hancur. Ia tidak lagi punya teman (siapa yang mau berteman dengan pengidap schizophrenia toh?) keluar dari pekerjaan dan kini diam di kamar seharian, menatapi jendela, tersenyum sendiri menikmati sepi sebelum akhirnya tertawa atau menangis sendiri.
Hanum tidak tau apakah ia mesti mensyukuri Irfan tidak lagi kasar dan menyakiti siapapun anggota keluarga yg tersisa di rumah. Karena melihat laki laki yg paling ia benci dulu itu kini menjadi begitu sepi begitu depresi, ia pun ikut sedih. Dan ini berefek pada ibu. Maka walau ia menikmati pekerjaannya sebagai konsultan dengan gaji sangat lumayan. Ia harus memilih. Pilihan yg berat tapi ia tahu adalah yg paling benar untuk di lakukan.
Maka disnilah dia sekarang. Kembali pulang, untuk merawat semua orang sambil terus pula mempertahankan kewarasan. Berkutat antara dapur, rumah, amukan ibu, usaha membujuk abang keluar kamar, menghemat sisa tabungan sementara terus mencari kerja agar tetap bisa menyokongnya kehidupan mereka berempat juga mensupply stok obat untuk abang dan bunda dan sesekali untuk konsultasi psikiater mereka. Tapi pekerjaan itu juga harus fleksibel agar ia tetap bisa merawat keduanya juga. Jenis pekerjaan yang sangat sulit untuk ditemukan dan memang tak kunjung dia temukan sementara tabungannya sudah menipis
Adiknya, Arumi, yg sedang berkuliah di tahun ke empat sempat menelfon, menawari untuk cuti study sementara. Tapi Hanum menolak, walau sebenarnya ia sangat butuh bantuan. Sekedar ada teman becerita pun pasti akan sangat meringankan. Tapi itu artinya adiknya juga harus ikut berkoban untuk kenyamanan nya padahal sudah ditahun akhir. Dan itu entah bagaimana, baginya terasa seperti keputusan yg jika ia ambil terasa salah dan akan ia sesali. | Cerpen Cinta Masih Adakah Senja Untuk Hanum
Hanum tersentak dari lamunannya oleh bunyi ting notifikasi fb. |
Laki laki itu lagi. Sudah dua hari berturut-turut. Dan selalu sama. Assalamualaikum lalu emoticon senyum. Dia memutuskan untuk tidak menanggapi. Menganggap pesan itu pantas masuk ke kumpulan puluhan pesan terabaikan olehnya. Tapi entah mengapa sejam kemudian ketika pekerjaan di rumah sudah lama selasai. Ibu dan irfan sedang tenang sesudah minum obat malam, berita dan isi timeline sedang lamban, membosankan. Akhirnya dia jadi tergelitik untuk melihat kembali pesan itu. Tanpa ia sadari ia menekan foto profil pengirim pesan.
Laki laki berlesung pipi itu, ah ya ia ingat. Playboy cap tikus. Aditya Harnadi Santoso. Saingan terberatnya dalam meraih gelar juara umum dulu saat di SMA. Cerdas tapi juga flamboyan. Aditya adalah juara kelas popular yang digandrungi para gadis satu SMA. Cukup dengan tersenyum menggoda saja atau melambaikan tangan dengan sedikit angkuh ke arah para adik kelas, maka para gadis gadis baru mekar itu akan tersipu sipu dan cekikikan. Pemandangan yang membuat hanum selalu ingin muntah dan memutar bola mata...