Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 2

"Ketika hatimu mulai terpaut dengan rasa simpati, kendalikanlah.

Jangan sampai tumbuh dan mengakar. Dan jika kenyataan berbanding terbalik dengan asa, maka bersiaplah untuk kecewa" Nadira Aluna. | Cerpen Sedih Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 2

"Kenapa nama itu lagi? Kenapa harus dia? Susah payah aku mengikis nama itu dari hatiku, tapi kenapa? Sampai kapan dia akan menghantui kehidupanku" batinku dalam hati.

"Nadira Aluna! "

Aku tersadar. Aku lupa, ketika Alni sudah penasaran, dia akan terus bertanya seperti memposisikan aku sebagai tersangka.

"Alni, siapa bilang aku belum bisa membuka hati untuk orang lain? "

Aku mencoba meyakinkan Alni dengan berbicara tanpa melihat matanya. Harus di ketahui, Alni selalu menatap mataku ketika aku mulai menyembunyikan sesuatu. Kadang aku begidik sendiri, dia ini manusia jenis apa? Rasanya paparazi saja tidak seperti itu.

"Kagak usah pake nanya siapa yang bilang. Kalau lu emang udah bisa buka hati buat orang lain, kenapa banyak lamaran datang malah lu tolak? "

Terkejut aku mendengarnya. Dari mana Alni tahu? Padahal aku tidak pernah bercerita tentang itu.

"Kenape? Lu kaget gue tau dari mane? " ujarnya menghadapku yang mencoba menghindari pandanganya.

"Gue itu temen lu udah lama. Lagian tante Mirna itu udah gue anggep enya gue sendiri. Dia sering cerita masalah lu ke gue"

"Pantas saja, sekongkolnya sama ibu" imbuhku pelan.

"Coba deh move on, ra. Ngapain lu masih inget hubungan yang udah usai"

"Hubungan yang mana? " gumanku bingung.

"Yang itu, lu sama Fatih? "

Aku menghela nafas, mencoba untuk menerima lagi, mendengar nama itu.

"Al, aku sama Fatih tidak punya hubungan apa-apa"

"Kalau begitu lupakan, ra. Kalau memang kagak ada hubunga apa-apa, lepasin aje"

"Tidak semudah itu, Al. Walaupun aku tidak punya hubungan dengannya tapi... "

"Tapi dia cinta pertama lu" sela Alni tiba-tiba.

Aku sudah mencoba untuk menahan butiran bening untuk tetap di tempatnya. Tapi, ketika aku tersadar kembali masa itu, tanpa di minta pun mereka keluar bercucuran.

"Udah Al, jangan posisikan aku seperti ini. Kamu tahu rasanya di tikam dari berbagai arah? Kalau saja kamu ada ketika kejadian itu, kamu akan mengerti kenapa aku menderita sampai sekarang"

Kuluapkan emosi ini, aku sudah cukup sabar membendungnya begitu lama, tapi ini seperti mengorek luka yang hampir kering. Berdarah dan lebih menyakitkan. Alni tahu masalahku dengan Fatih, tapi dia tidak tahu kejadian sebenarnya yang membuatku seperti ini.

Alni terdiam, kini dia duduk di sampingku. Dia menarikku kepelukannya. Dia membiarkan aku menangis, ketika aku mulai menghentikan tangisku, pembicaraan ini berlanjut.

"Ra, sesakit itukah? Sampe lu tolak semua lamaran dari pria yang datang "

Kurenggangkan pelukan dari Alni. Ku menghela nafas, mencoba memberikan udara untuk paru-paruku yang terasa sesak.

"Aku tidak tahu cara melepaskan diri, Al. Jagankan bertemu. Mendengar namanya saja rasanya sakit"

"Ra, setiap masalah harus di hadapi, bukan di hindari. Kalau lu seperti ini, lu tidak akan pernah bahagia"

"Aku takut, Al"

"Kenapa takut? Mencoba saja belum"

"Tapi... "

"Temui dia sekali saja, hadapi. lu pasti bisa. kebahagiaan itu ada di tangan lu sendiri"

Aku diam, berfikir keras. Apa aku harus mencobanya atau tetap seperti sekarang.

"Ra! " Teriak Alni.

Aku kembali tersadar dengan 'Alarm' manual itu.

"Gue pulang dulu ya. Enya gue ngomel-ngomel nyuruh jemput kakak gue"

Aku mengangguk pelan.

Belum sampai di muka pintu, Alni kembali menghampiri.

"Inget ya Ra, lu harus dateng! Apapun alasannya. Kalau kagak gue aduin masalah Fatih"ancamnya dan berlalu pergi sebelum sempat ku jawab.

Hari ini aku terpaksa ikut reuni. Bukan tanpa alasan. Ancaman Alni itu bukan main-main. Gadis itu unik, dia selalu nekad dalam hal ancam mengancam denganku.

Kalau sampai ibu tahu masalahku dengan Fatih, ibu dan ayah pasti berusaha untuk mendekatkan aku dan Fatih, karena Fatihlah aku menolak pria yang datang melamar.

Aku akui itu. Walaupun berat sekali, tapi perkataan Alni ada benarnya. Ini saatnya aku bahagia. Langkah awal ini harus kulewati. | Cerpen Sedih Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 2

- Bersambung -