Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 3

"Biarkan masa lalu tetap di tempatnya, jangan sesekali kembali jika bukan untuk memperbaiki. Memafaatkan mudah, | Cerpen Sedih Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 3

Tapi tidak untuk di lupakan" Nadira Aluna.

Hari ini aku terpaksa mengikuti acara reuni. Bukan tanpa alasan. Ancaman Alni itu bukan main-main. Gadis itu unik, dia selalu nekad dalam hal ancam mengancam denganku. Kalau sampai ibu tahu masalahku dengan Fatih, ibu dan ayah pasti berusaha untuk mendekatkan aku dan Fatih, karena Fatihlah aku menolak laki-laki yang datang melamar. Aku akui itu. Walaupun berat sekali, tapi perkataan Alni ada benarnya. Ini saatnya aku bahagia. Langkah awal ini harus kulewati.

Ini pertama kalinya aku mengikuti acara reuni seperti ini. Bukan tanpa alasan, menghindari mereka yang pernah menyaksikan kejadian memalukan menurutku itu keputusan bijak. Kalau saja aku bisa, aku ingin menghilangkan ingatan orang-orang itu tentang bagaimana aku di permalukan oleh Karin.

Ku mantapkan diri melangkah menuju Kafe tempat reuni di adakan. Di muka pintu terlihat Alni berdiri menungguku, melambaikan tangan dengan penuh semangat.

"Ra! " teriaknya.

Akibat teriakan Alni, orang-orang di sekelilingnya melihatku dengan mimik muka yang tidak bisa ku deskripsikan.

"Akh, bisakah kali ini saja dia menyimpan teriakannya" batinku.

Malu rasanya saat jadi pusat perhatian di tempat seperti ini. Aku percepat langkah kakiku dengan tertunduk menyembunyikan wajah yang mungkin sudah memerah karena malu.

"Ra, lu lama amat sih! Gue hampir lumutan nungguin lu"

"Stttt... " desisku sambil menempelkan telunjukku ke bibir Alni.

"Ih, kenapa sih lu? Lipstik gue luntur" gumannya menyingkirkan telunjukku.

"Pelan-pelan bicaranya" ucapku setengah berbisik.

"Emang kenape? "

"Malu Al. Kamu ngga lihat orang-orang pada merhatiin kita? "

Alni memalingkan pandangan ke segela arah.

"Iye..iye... Demi lu ye"

Lega rasanya. Sejujurnya aku malu jika kemana-mana dengan Alni. Bukan apa-apa, tapi kadang Alni susah di kendalikan, dan itu membuatku kadanga malu. Tapi bagaimana pun dia, dia sahabatku.

"Yuk, Ra. Kita gabung sama yang lain"

"Ngapain? " tanyaku polos.

"Ya ampun, lu hidup di zaman apa sih? Kalau reuni ya ngobrol, tuker cerita, makan sekalian cari yang bening"

"Hah? Cari yang bening? Apaan? "

Alni menghelas nafas.

"Nih, aku kasih tau yang bening itu kaya dia"

Tiba-tiba Alni menunjuk seorang laki-laki yang berdiri dengan posisi membelakangiku. Aku tidak tahu siapa dia.

"Ayo kesana! "

Alni menarik tanganku. Aku hanya menurut saja, lagian aku di sini juga karena Alni. Tanpa curiga ku ikuti dia.

"Hei, bagaimana kabar kamu, Fatih? "

Deg.

Bergemuruh rasanya dada ini. Jangtung rasanya berdegub kencang dari biasanya. Dingin seluruh badan. Ingin rasanya aku berlari dari tempat ini, tapi tubuh terasa mematung. Bahkan untuk membuka mulut saja kaku. Jadi orang yang membelakangiku sekarang adalah Fatih.
Beberapa detik kemudian Fatih berbalik, dan...

"Hei, Al... " ucapan Fatih tercekat.

"Nadira" gumannya lirih.

Mata kami saling bertemu, beberapa detik saling berpandangan.

"Hei, Nadira, Alni! "Seru Rahman tiba-tiba mencarikan suasana yang sebelumnya membeku.

"Astagfirulloh" segera ku palingkan pandangan dari Fatih. Ini tidak benar.

"Hai juga Rahman" sapaku pelan mengindari pandangan Fatih.

"Ngapain lu! " seru Alni tiba-tiba ketus.

"Kok gitu sih? kan gue nyapa temen lama. Lagian gue kaget liat penampilan Nadira yang berubah drastis. Anggun dan cantik"

Aku hanya tersenyum tanpa arti.

"Iye Nadira berubah, nah lu? Kok tetep aje karatan" celoteh Alni.

"Eh buset, lu pikir gue barang rongsokan? Nah lu juga tetep aje selengean" timpal Rahman tidak mau kalah.

Mereka memang seperti itu dari dulu. Selalu begitu setiap ketemum. Entah apa yang mereka rebutkan.

Disisi lain, aku mulai merasa tidak nyaman. Aku tahu Fatih sesekali mencuri pandangan ke padaku, tapi aku pura-pura tidak tahu. Entah apa yang dia pikirkan. Aku hanya ingin memulai untuk menyembuhkan luka ini, dengan cara menghadapinya. Tidak lebih.

"Ra... "Sapa Fatih tiba-tiba.

Dag dig dug.

"Tenang hati, semua baik-baik saja"batinku.

"Bagaimana kabar kamu? "

"Baik, alhamdulillah"

Ku jawab tanpa melihat nya. Aku sengaja tidak balik bertanya, karena aku ingin menetralkan segala perasaan yang berkecamuk di hati. | Cerpen Sedih Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 3

"Kamu kerja dimana? "

"Di Yayasan Sekolah Islam Terpadu"

"Kamu jadi guru? "

Ku gelengkan kepala dengan tetap tanpa melihatnya. Tertunduk.

"Tata usaha" sambungku

"Kam... "Lagi-lagi ucapan Fatih tercekat saat datang seorang perempuan cantik dengan pakaian yang sedikit terbuka.

"Hai, kalian"

Perempuan itu berlari kecil. Aku ingat suara ini, suara yang sama saat kejadian 5 tahun lalu.

"Hai, Fatih"

"Karin! "Seru Rahman.

Fatih hanya terdiam. Dia seperti bingung. Dan aku? Tentu aku gemetar ketakutan. Aku menunduk, aku tidak tahu harus bagaimana. Di tengah rasa kalut, Alni memegang tanganku. Menenangkanku.

"Apaan sih, man. Gue kan nyapa Fatih. Kenapa lu yang jawab?"

Fatih masih diam.

"Eh eh bentar, siapa ini yang pakai jilbab?"

Karin menelisikku, dia terus milihatku. Aku terunduk mencoba menyembunyikan muka agar tidak di kenali Karin.

"Oh kamu! Si perempuan yang tidak punya malu itu! " Seru Karin dengan lantang.

Lemas badan ini. Perkataan itu terucap lagi.

"Jangan lagi Yaa Alloh, lindungi aku Yaa Rabb" terus ku panjatkan do'a sebagai penenang hati.

"Eh, ulet bulu! "Seru Alni tidak kalah lantang.

"Ada juga lu yang gak punya malu! Pake pakaian kurang bahan ke tempat umum!" Teriak Alni.

"Diem lu Al! Gue lagi ngomong sama temen lu. Bukan lu!

"Ape lu? Lu punya urusan sama Nadira? Sini lu hadepin gue dulu! Ulet bulu! "

"Eh Dira! Kasih tau temen lu, gak usah ikut campur urusan orang! Lagian lu masih punya muka buat datang reuni? Apa mau gue beberin lagi masalah 5 tahun lalu kalau lu... "

"Cukup Karin! " sela Fatih tiba-tiba.

Seketika hening. Aku tetap tertunduk, ku coba sebisaku untuk tidak menangis.

"Apaan sih Fatih? Bukannya dulu juga lu di pihak gue? "

"Cukup Karin! Dulu itu berbeda dengan sekarang. Semuanya tidak benar Karin"
"Apanya yang ngga bener? "

Semua orang menjadikan kami pusat perhatian. Aku sudah tidan tahan, aku tidak mau kejadian itu terulang lagi. Tanpa pikir panjang, ku balikkan badan dan pergi tanpa pamit dari tempat itu. Air mataku berhamburan, meninggalkan jejak di tempat itu.

"Dira! " seru Alni.

"Eh lu Karin! Ulet bulu ngga punya malu!

Alni pun berlari menghampiriku.

"Aduh Karin, lu kenapa sih dateng-dateng nyari ribut?"

"Diem ku Man, gue ngga ada urusan sama lu"

"Keterlaluan kamu karin! Ayo Man! " Fatih dan Rahman berlalu meninggalkan Karin.

Aku salah. Harusnya aku tidak datang ke tempat itu.

Apa yang aku dapatkan? Bukannya menyembuhkan luka, tapi malah menambah garam di luka itu. Kenapa jadi seperti ini? | Cerpen Sedih Luka Ini Miliku Bahagianya Milik Kita Part 3

- Bersambung -