Tak berapa lama setelah adzan subuh. Terdengar suara seoarang gadis kecil menjajakan dagangannya seraya berteriak. } | Cerpen Sedih Kisah Sedih Gadis Penjual Nasi Kuning
"Nasi kuning... gorengan...."
Suara kecilnya yang lantang menyadarkan aku dari alam mimpi kembali ke kehidupan nyata. Beranjak kubuka pintu kamar kost seraya menghampiri asal suara.
"Kak, nasi kuning."
"Tidak," hardikku, "Oh iya satu lagi, jangan teriak di depan kamarku ini masih pagi."
Kututup pintu tanpa mempedulikan tatapan gadis penjual nasi kuning yang ketakutan karena nada suaraku sedikit tinggi. Mau melanjutkan tidur, tetapi sepertinya sudah tak selera.Terdengar teman sebelah kamarku bercakap dengan anak itu.
"Nasi kuning sebungkus, gorengannya juga. Biasa, 2000 aja gorengannya."
"Iya, Kak."
"Kamu ga sekolah hari ini?"
" Sekolah siang, Kak."
"Oh, iya. Ini uangnya."
"Terima kasih, Kak."
****
Setelah insiden pagi itu, tak terdengar lagi suara anak kecil penjual nasi kuning. Baguslah, itu artinya telingaku tak harus mendengar suara cemprengnya yang seperti kaleng rombeng. Lagian, siapa juga yang akan membeli dagangannya. Melihat baju lusuhnya saja terbayang olehku. Bagaimana dan seperti apa nasi kuning itu dibuat, pasti jorok pikirku.
Iseng kuhampiri Fitri, teman sebelah kamarku. Seperti biasa dia sedang tadarrus Al-Qur'an. Entah mengapa aku jadi teringat Al-Qur'an kecil pemberian mama yang teronggok diantara himpitan buku di meja belajarku, jarang tersentuh.
"Fit, kamu ga beli nasi kuning. Sudah seminggu tak kudengar suara anak itu. Tak jualan dia."
"Jualan ko, cuma sekarang tak teriak-teriak seperti biasanya. Dia ketuk pintu kamar sebelum menawarkan dagangan."
"Oh, gitu ya."
"Hu'um."
"Lah, pagi ini dia belum lewat."
"Mungkin masih sakit."
"Sakit, tau darimana?"
"Iya sudah dua hari dia demam. Neneknya yang menggantikan berjualan. Dan entah mengapa cara neneknya berjualan pun sama seperti gadis itu, tak ada teriakan."
****
Rasa penasaranlah yang akhirnya mengantarkanku ke rumah gadis itu sepagi ini. Kuikuti derap kaki tua yang beriringan dengan langkahku.
Sampailah kami di gang belakang terminal.
Sampailah kami di gang belakang terminal.
"Silakan masuk, Nak."
"Terima kasih, Nek."
Kulihat sekeliling, rapi. Tak seperti yang kubayangkan selama ini, tidak ada kesan jorok pada ruangan itu. Bahkan ketika pertama menjejakkan kaki di halamannya pun nampak pot tanaman bunga bahkan beberapa pot sayur dan buah tersusun rapi. Sejuk, itulah yang kurasakan.
"Cu, ada yang ingin menjengukmu."
Terlihat tangan gadis kecil di hadapanku melipat sajadah dan mukena usang, kuingat mukena pemberian mama. Begitu halus dan lembut, tetapi jarang kusentuh.
Anak itu mengarahkan pandangannya kepadaku. Dia tersenyum, tulus.
"Kakak yang di asrama putri ya."
"Iya. Lo, adek kan masih sakit. Emang kuat?"
"Alhamdulillah kuat, Kak. Aku solat sambil duduk."
Kupegang dahinya, hangat.
"Tapi kau masih demam, bagaimana caranya ke kamar mandi dan mengambil air wudu?"
"Aku tayamum, Kak. | Cerpen Sedih Kisah Sedih Gadis Penjual Nasi Kuning
Islam memperbolehkan kita bertayamum dalam keadaan seperti ini."
Aku terhenyak mendengar jawabannya, anak sekecil ini.
****
Hari ini kuputuskan untuk membeli mukena baru bergambar Hello Kitty, lucu. Tiap kali aku membeli barang dengan gambar Hello Kitty, kadang terlintas di benakku, "Mengapa Hello Kitty ga ada mulutnya, ah masa bodoh, pikirku. Kumasukkan mukena itu ke dalam paper bag coklat beserta beberapa bungkus biskuit dan susu kaleng. Tak lupa juga antipiretik penurun panas. Tak usah kusebutkan merknya, yang jelas diiklannya tertera 'Bila Si Kecil Panas.'
****
"Asik, Kakak datang lagi kemari."
"Asik, Kakak datang lagi kemari."
"Iya, ini buat kamu," kusodorkan paperbag berwarna cokelat ke tangan mungilnya.
" Alhamdulillah, bagus sekali mukenanya. Terima kasih, Kak."
"Sama-sama. Oh iya, akhir-akhir ini tak terdengar teriakanmu di depan kamar kakak maupun penghuni kost lainnya."
"Iya, Kak. Aku tak teriak soalnya. Kuketuk tiap pintu kamar dan menawarkan nasi kuning serta gorengan. Dengan begitu Kakak maupun penghuni asrama lainnya tak akan terganggu oleh teriakanku.
Tak kukira dia akan berkata seperti itu, ada kepedulian di dalam dirinya untuk berusaha tak mengganggu dan merugikan orang lain dikala aku dengan keegoisan dan kesombonganku menghardik gadis kecil ini pada saat itu.
"Besok-besok, kalau sudah sembuh. Teriak lagi ya. Nasi kuning, nasi kuning...," kutiru gaya gadis itu ketika menjajakan nasi kuning. Seketika dia tertawa melihat tingkahku.
"Apa tidak mengganggu, Kak?"
" Tidak, malah bagus. Sekalian membangunkan solat subuh kalau-kalau aku masih tertidur."
"Siap, Kak."
"Satu lagi, Sisihkan satu nasi kuning dan beberapa gorengan untukku setiap pagi. Mulai sekarang, aku menjadi langganan tetapmu."
"Baik, Kak." Ada binar di kornea matanya.
Pagi ini, setelah selesai solat subuh, kubuka Al-Qur'an pemberian mama dan mulai membacanya dengan berkaca-kaca. | Cerpen Sedih Kisah Sedih Gadis Penjual Nasi Kuning
Aku tak akan kalah dengan gadis kecil penjual nasi kuning itu.