Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 2

Menjelang malam. Setelah semua selebrasi kangen-kangenan yang sama sekali nggak penting selesai, akhirnya kami diperbolehkan masuk kamar masing-masing. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 2

Lega. Karena ternyata Hiena udah nggak se-iblis dulu. Dari awal dia dateng sampe detik ini belum ada barang-barang pecah karena ulahnya.

Tapi, aku tau ini bukan berarti kami bisa bersikap lengah!

Aku menyambar gitar, duduk di tepi jendela, lalu bersiap menyanyi saat pintu kamar terbuka. Ngeliat mami yang dateng, firasatku langsung nggak enak. Mungkin aura iblis kecil itu bawa pengaruh ke muka mami.

"Nick!" Mami mendekat, "Hiena bilang dia maunya tidur di lantai atas. Karena kamarnya di sana kan ada di lantai dua juga, jadi biar merasa tidur di kamar sendiri."

Nah kan!

Aku turun dari jendela. "Bukannya ada kamar tamu sih? Kalo dia di sini aku tidur di mana?"

"Ya kalo mau tidur di tengah Mami ama papi boleh aja!" Mami melirik sadis.

Ah, dasar!

"Tidur sama Sean apa Xander dulu kan bisa? Cuma buat beberapa hari." Suara mami melunak.

Aku mendengus. Menaruh gitar di dalam lemari dan mengunci pintu rapat-rapat. Setelah itu berbalik dan menatap mami.

"Oke. Tapi kalo sampe ada satu barang yang pindah sejengkal aja, Mami tanggung jawab!" Ancamku.

Kletok! Mami mengetuk kepalaku dengan sendok. Padahal aku sama sekali nggak liat ada sendok di tangannya tadi!

Awal penderitaan. Mulai malam ini aku mengungsi ke kamar Sean. Sekilas kulihat iblis kecil itu mengikuti langkahku dari tempat duduknya di sofa ruang tengah. Terlihat polos, tapi menyimpan aura psikopat yang mengerikan. Dan terlihat semakin mengerikan saat senyum dingin tersungging di bibirnya! Sial ...

Kamar Sean ada di lantai bawah, bersebelahan sama kamar mami.

"Nicky! Akhirnya kita satu kamar lagi. Yeaaay!" Sean menyambut dengan pelukan hangat seolah kami sudah puluhan tahun nggak ketemu. Dasar cewek!

Aku melepaskan pelukannya risih.

"Lagi liat apaan?"

"Tuh!"

Dia menunjuk layar laptop yang dibuka di atas ranjang. Wah, bener-bener nih anak. Ternyata dia lagi nonton link nggak jelas.

"Siapa yang maen?" Aku merosot ke lantai. Mengamati dengan seksama ke arah layar komputer.

"Kan keliatan itu!" Dia duduk di sebelahku.

"Wah ganas!"

"Yang satu lagi lebih ..."

"Mana liat?"

"Entar, gua klik yang itu!"

Link terbuka.

"Itu kan orang jepang!"

"Iya!" Sahut Sean.

Aku dan Sean saling lirik. Lalu segera menoleh cepat karena sadar yang bilang 'orang jepang' tadi adalah ... Hiena! Anak kecil itu berdiri tepat di belakang kami.

"Mamiiii!!!" Jeritnya melengking.

Lalu berkat aduannya, laptop di kamar Sean jadi disita.

Dasar iblis!

***

"Di kamar ada siapa, Tante?" Aku bertanya setelah selesai memakai sepatu. Sementara Sean dan Xander sudah menunggu di mobil papi untuk segera berangkat ke sekolah.

"Ada Hiena. Masuk aja!" Jawab Tante Diandra, lalu kembali sibuk entah ngomong apa sama mami.

Aku naik ke lantai atas. Tanpa mengetuk langsung membuka pintu kamar. Terlihat Hiena sedikit kaget hingga nyaris terjatuh.

Ngapain tuh anak?

Tanpa bicara, aku segera meraih tas sekolah yang tergeletak tak jauh darinya. Lalu kembali menutup pintu.

Suasana kelas sudah ramai, bel berbunyi sekitar 5 menit yang lalu. Semua duduk bersiap di bangku masing-masing.

"Dia memang keren banget! Cakep, pinter lagi. Aaa ...!" Milly berseru histeris sambil menggeser-geser layar hapenya. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 2

"Kalo aku lebih suka temennya. Dia pinter maen basket. Keren banget deh!" Lisa mengomentari. Entah mereka lagi ngomongin artis yang mana.

"Eh, kalo kamu suka cowok yang kaya apa?" Milly menoleh pada Sarah.

Moment yang tepat. Tanpa sadar, aku ikut berdebar menunggu apa jawaban sarah.

"Hmm, yang cool dan cowok banget." Sarah tersenyum malu. Sekilas matanya melirik ke arahku.

"Nicky ya?"

"Ciee ... pasti Nicky!"

Dua temannya langsung menggoda.

Wajahku memanas ge er. Cowok banget ... nggak alay. Itu memang aku. Mana pernah aku bersikap alay di depan cewek? Hah!

"Pak Leo bilang kumpul buku PR nya sekarang!" Andi si ketua kelas berseru, sesaat setelah memasuki kelas.

Dengung suara murid-murid yang didominasi keluhan segera terdengar. Ada yang bilang lupa bawa buku PR, ada yang bilang belum selesai, ada juga yang bilang nggak inget.

"Lo udah ngerjain kan, Nick?" Bobby bertanya.

"Udah lah!" Jawabku pasti sambil mengeluarkan buku ke atas meja.

Buku diary warna pink.

Astaga!

"Diary?" Bobby melongo.

Suaranya langsung jadi pusat perhatian seluruh kelas. Semua mata mereka bergerak dari wajah bodoh Bobby ke atas meja.

Hening.

Lalu ...

"Hahahahahahhaha!"

Wajahku memanas. Dan semakin panas saat kulihat Sarah menatapku dengan mulut terbuka. Sementara dari tatap mata Milly dan Lisa aku bisa mendengar ucapan.

Nicky ... kupikir cowok banget ...?

Arrggh, Iblis kecil itu ....!

***

"Mi, dia semprot-semprot parfum di kamarku!" Ketus Kak Xander.

"Ya bagus, itu artinya Hiena tau kamar kamu bau!" Bela mami dengan santainya.

"Mi, dia hapus-hapus banyak file di laptop!" Sean ikut ngadu.

"Justru Mami yang suruh. Untung ada Hiena, walau masih kecil dia udah ngerti seluk beluk laptop termasuk buka file yang dikunci, jadi Mami sekalian ngerazia isi laptop kamu!" Mami menyahut.

Sean meringis. Nggak nyangka semua videonya sudah diliat sama mami.

"Mi, dia ..." Aku menggantung ucapan.

Xander, Sean dan mami menoleh.

"Masukin buku diary ke tas. Bikin malu!"

"Apa?" Mami melongo. Nah kan, untuk yang ini mami pasti nggak punya alasan buat bela.

Sementara Kak Xander dan Sean malah ketawa ngakak. Dan langsung berhenti saat terdengar suara 'kletok!' di kepala mereka.

Mami diam sebentar, "Hmm ... mungkin maksud Hiena biar kamu lebih peka sama cewek!"

"Hahahahaha!"

Kini mereka bertiga yang tertawa.

***

Malam ini Kak Xander tiba-tiba masuk ke kamar Sean. Hal yang sangat jarang terjadi karena biasanya dia pegang prinsip junior yang harus mendatangi senior.

"Kita harus ngadain rapat penting sekarang!" Kak Xander bicara dengan raut wajah serius.

Dia duduk di kursi sementara aku dan Sean duduk di lantai. Tanpa ngomong pun kami tau apa yang mau dia bahas. Ini tentang Hiena. Iblis kecil yang sudah merusak kedamaian di rumah ini. Jangan sampai peristiwa-peristiwa mengenaskan empat tahun lalu terjadi lagi.

"Tapi ... gimana caranya?" Keluh Sean, "kita tau mami sesayang apa sama dia. Bahkan ngelebihin rasa sayang mami ke aku!"

Aku dan Kak Xander meringis jijik ke arah Sean. Eyuuh! Malah rebutan kasih sayang.

Tapi 'gimana caranya' adalah pertanyaan yang tepat. Gimana menanggulangi iblis kecil itu? Saat ini aku yakin sekali dia lagi ngerencanain sesuatu yang jahat. Keyakinanku bertambah saat berulangkali memergokinya tengah memandangiku. Memandangiku dengan wajah innocent-nya. Kalau lagi pasang wajah kaya gitu siapapun yang liat pasti gemes buat nyubit atau nyium pipinya yang kemerahan itu. Dulu, Kak Xander pernah terjebak. Dia nyium pipi anak kecil itu, detik kemudian Kak Xander teriak kesakitan karena tangannya digigit keras-keras!

Kak Xander masih diam. Dia memandangi kami berdua dalam-dalam.

"Udahlah. Sebagai kakak, gua harus ngelindungi kalian berdua!" Dia berucap penuh kedewasaan.

Kami berdua menatap wajahnya penuh haru. Nggak nyangka. Bener-bener nggak nyangka kalo Kak Xander memang sesayang itu sama kami. Karena biasanya ngajak maen bareng aja dia paling males.

"Kita harus kompak ..." gumamku.

"Ya-ya! Kita harus kompak! Nggak adil kalo cuma Kak Xander yang ngelawan iblis kecil itu!" Sean berseru setuju.

"Oke, kita harus selalu saling bantu kalo anak kecil itu bikin masalah." Akhirnya Kak Xander memutuskan.

Kami saling pandang, lalu sama-sama tersenyum. Ternyata ... darah memang lebih kental daripada air. Terbukti dalam situasi sulit kaya sekarang, baru keliatan kalo sebenernya kami bertiga saling sayang!

***

Hari minggu pagi.

Kami sekeluarga ditambah dengan Tante Diandra dan Hiena sedang sarapan bersama. Anak kecil itu memang belum menunjukkan tanda-tanda akan menyerang, tapi kami harus selalu waspada. Seenggaknya sekarang aku ngerasa lebih tenang karena di sisiku ada Kak Xander dan Sean!

"Hari ini, Mami dan Tante Diandra mau jalan-jalan. Ada yang mau ikutan?" Mami menatap kami satu persatu.

"Papi ada acara mancing hari ini!" Papi menyahut pertama kali.

"Ehm ... aku masih ada tugas sekolah yang harus dikelarin, Mi!" Kak Xander langsung beralasan.

"Sean mau nengokin temen sekelas ke Rumah Sakit, Mi. Ama anak-anak laen juga!" Sean ikut nyari alesan.

Mami menatapku. "Nicky?"

Aku sedikit gugup, "Ah ... aku di rumah aja lah!" jawabku karena nggak bisa cepet cari alasan. Untungnya mami keliatan nggak peduli. Mungkin karena dia tau sebenernya kami nggak suka Hiena. Terbukti dia nggak protes pas papi bilang mau mancing. Padahal biasanya paling nggak suka hari libur ditinggalin ama soulmate-nya.

"Ya udah, kalo gitu Mami pergi bertiga aja sama Tante Diandra dan Hiena." Mami memutuskan.

"No, i just want to stay at home," sahut Hiena.

Tante Diandra dan mami menoleh, sedikit kaget.

"Baby, are you okey?"

"Yeah!"

"So why you don't want to go?"

"I just want to stay at home, is that too much to ask?!" Hiena mulai cemberut.

Tante Diandra dan mami saling pandang, lalu mengangkat bahu.

"Okey, as you wish, Darling!" Wanita itu akhirnya mengalah pada putri kesayangannya.

"Kalau memang Hiena nggak mau ikut nggak papa deh, lagian di rumah kan ada Nicky yang bisa nemenin dia." Mami tersenyum.

Glek! Aku menelan ludah. Hiena mau di rumah aja? Tinggal di rumah berdua sama iblis kecil itu?

"Haha ... kayanya ngebosenin juga hari minggu di rumah. Aku ikut Mami aja deh!" Aku meringis.

"Udah, kamu nemenin Hiena aja. Kasian, dia pasti kecapekan," tolak mami.

"Tapi, Mi ..."

"Nicky." Mami melotot. Mau nggak mau aku terdiam.

Aku melirik Hiena. Saat itulah aku sadar dia sedang menatapku dengan senyum aneh di bibirnya. Oh god ...! Cepat, aku menoleh ke arah Kak Xander dan Sean untuk meminta bantuan. Hebatnya, mereka berdua langsung pura-pura nggak ngeliat! | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis Part 2

Sial, jadi ... rapat yang semalem itu buat apa?

- Bersambung -