Pagi ini saat sarapan bareng, aku merasa ada yang janggal sama sikap mami. Kayanya Kak Xander dan Sean -saudara kembarku- pun berpikir sama. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis
"Kenapa nggak diabisin? Nasi gorengnya nggak enak ya?" Tegur mami sambil melirik tajam kami satu persatu.
"Enak kok!" Sean menjawab.
"Kalo enak cepetan diabisin!" Mami melotot.
Membuat kami langsung menyuapkan sesendok penuh nasi kemulut. Sambil berkali melirik, mengawasi tingkah mami secara diam-diam.
Hari ini mami memang aneh. Rona wajahnya cerah. Dari bangun tidur kami mendengar dia bernyanyi sambil menyiapkan sarapan. Hal yang sangat jauh dari kata wajar! Karena biasanya dia melakukan semua itu sambil ngomel-ngomel nggak jelas. Lalu kalau ada yang makan sarapan kelamaan langsung kena getok sendok di kepala. Bahkan sampai kami sebesar ini pun dia masih melakukannya. Ah ... atau hari ini mungkin ada sesuatu yang bikin mami senang? Dapet kupon undian belanja mungkin?
Benar saja. Tak lama kemudian mami mengungkapkan alasan kegembiraannya.
"Pi, hari ini Diandra mau dateng ke sini lho!" Mami tersenyum lebar ke arah papi.
Glek! Aku, Sean, dan Kak Xander menelan ludah. Lalu saling melirik dengan pikiran yang sama. Tante Diandra datang? Oh ... no!
"Oh ya? Sama siapa?" tanya papi dengan wajah memucat.
"Sama Hiena!"
Aku, Sean, Kak Xander dan kali ini ditambah papi, menelan ludah lagi. Sama Hiena?
Bayangan-bayangan tentang seorang anak perempuan berumur enam tahun, berwajah polos kaya malaikat tapi tingkahnya kaya iblis penghancur, langsung berkelebatan di kepala.
Sekitar empat tahun lalu, Tante Diandra, sahabat mami yang tinggal di Paris datang. Cuma seminggu memang. Tapi dalam waktu seminggu itu rumah kami dibuat hancur berantakan. Dari bagian dalam, sampe taman bunga kesayangan yang mami rawat melebihi anak sendiri.
Semua berantakan, termasuk kepala kami. Ah, berlebihan. Maksudku anak kecil itu benar-benar menjengkelkan. Selalu berteriak dan menangis keras kalau dimarahi, lalu kami yang disalahkan.
Sekarang ... kami harus ngalamin masa-masa kritis itu lagi?
"Udah siang. Papi berangkat dulu ya!" Papi bangkit berdiri.
Kami tahu, sebenarnya papi pun punya firasat buruk setelah mendengar nama iblis kecil itu disebut-sebut. Berita bahagia mami ... memang menyengsarakan!
Kak Xander ikut bangkit berdiri, "Oh ya, Mi. Hari ini aku mau latihan di rumah David. Kayanya bakal pulang malem deh." Dia beralasan.
Aku dan Sean saling lirik. Sementara mami hanya diam, mengiyakan.
"Mi, aku ..."
"Sean, nanti pulang dari sekolah kamu anterin Mami belanja!" Mami memotong ucapan Sean.
Aku menahan senyum. Kasian tuh anak.
"Mi, hari ini aku pulang telat karena ada latihan karate," ucapku cepat.
Mami menggeleng. "Kamu langsung pulang saja. Tante Diandra bilang dia sampai sini kira-kira jam tiga!"
Sekarang gantian Sean yang tersenyum. Ah, sial!
***
"Besok gua ada kencan sama Laura," bisik Boby di telingaku.
Aku meliriknya. Masih berusaha membagi perhatian antara Bobby dan Bu Nina yang sibuk menjelaskan pelajaran di depan sana.
"Kalian udah jadian ya?"
Bobby senyum bangga, pamer. "Baru kemaren sih," jawabnya, "sekarang giliran elo, Boy!"
Wajahku memanas. Tanpa sadar langsung mengarahkan pandangan ke arah seorang cewek berambut panjang yang duduk di depan.
Dia sarah. Cewek yang menurutku paling cantik di kelas. Lumayan pendiam dan sikapnya dewasa. Aku menyukainya sejak kami menjalani Ospek beberapa bulan yang lalu. Anaknya nggak banyak tingkah, karena itu aku suka. Tapi ... cuma Bobby yang tau!
"Banyak yang suka sama Sarah. Gua denger, Andre kakak kelas kita juga suka sama dia." Bobby mulai memanasi.
Ada rasa panas yang mulai menjalar di hatiku. Andre? Oh Andre anak basket itu. Dia kan alay. Nggak mungkin Sarah seleranya macem dia. Ya kan?
"Denger-denger nih, anak itu udah pernah nembak Sarah secara terang-terangan di Facebook. Bahkan seluruh sekolah udah tau dia ngejar-ngejar Sarah." Bobby semakin menggebu.
Rambutku mulai berasap.
"Denger-denger lagi, dia selalu gombalin Sarah di status Facebook. Pake tag segala ..."
"Ah, itu lebay namanya! Norak! Sarah nggak mungkin suka sama dia!"
Krik ... krik .. krik
Kelas seketika hening.
Semua mata tertuju ke arahku. Termasuk mata Bu Nina, guru sains yang sadisnya nggak ada tandingan!
Hatiku menciut. Bahkan terasa semakin ciut saat Sarah ikut menoleh.
Sesaat mata kami bertemu. Cepat, aku mengalihkan pandangan ke arah Bu Nina yang ternyata semakin melotot melihat wajah tanpa dosa muridnya. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis
Aku menunggu Bu Nina meneriakkan kata 'Keluarrr...!!!' dengan keras agar aku bisa segera berlari meninggalkan kelas yang sudah lumayan panas. Tapi sialnya aku salah. Karena ternyata Bu Nina malah menyuruhku berdiri mendampinginya di depan kelas.
Salah tingkah, aku berdiri di samping Bu Nina yang segera meneruskan pelajaran. Pura-pura cuek dengan ekspresi datar. Berusaha nggak saling liat sama Sarah tapi ternyata susah. Mata Sarah kaya ada magnetnya! Setiap beberapa menit pandangan kami lagi-lagi bertemu. Hah!
Tadinya kupikir itu udah puncak kesialan. Tapi ternyata ada kesialan baru yang mulai berdatangan. Dalam waktu beberapa menit anak-anak cewek mulai mengeluarkan hape, lalu ....
Klik! Klik! Klik!
Aku melotot. Tanpa sepengetahuan Bu Nina mereka mencuri-curi sela untuk mengambil foto sambil tertawa cekikikan. Mencurigakan!
Jengah, aku menyambar apapun untuk menutupi wajah. Tapi sialnya, aku malah membuat Bu Nina tambah marah karena yang kusambar adalah kepalanya!
"Nicky ...!!!"
***
Baru pagi tadi kejadian memalukan itu terjadi, siang ini aku udah jadi trending topic sekantin sekolah. Saat aku melewati koridor demi koridor kelas, banyak cewek terutama kakak-kakak kelas yang senyum-senyum aneh sambil bisik-bisik.
Bahkan ibu kantin sama anak gadisnya ikut senyum-senyum nggak wajar saat aku datang. Bikin curiga!
"Nick!" Terdengar suara panggilan.
Ternyata Sean di sudut kantin sana. Duduk berdua sama cewek yang entah siapa lagi namanya. Walau Sean keliatan kalem, tapi sebenarnya dia itu playboy terselubung. Hampir setiap bulan dia gonta-ganti pacar.
"Nick!" Dia memanggil lagi. Tangannya melambai agar aku segera mendekat. Sementara cewek di sampingnya terus-terusan menahan tawa. Kayanya udah denger berita hot hari ini.
Aku mendekat ke mejanya.
"Apaan?"
"Apaan, apaan. Lo yang apa-apaan? Nih!" Sean menyodorkan hape ke arahku dengan wajah cemberut.
Aku melihat ke layar. Ternyata fotoku sudah terpajang di wall grup Facebook SMA kami dengan caption. 'Cowok cool bisa nge-gosip juga! Hahaha!' Dengan ratusan like dan komentar di bawahnya.
Wajahku langsung memanas.
"Gua bolak-balik dikira elo tau, malu-maluin gua aja!" sungut Sean kesal.
"Halah, cuekin aja yang kaya gitu. Nggak berfaedah. Entar juga ngilang sendiri!" Aku meletakkan lagi hape Sean ke meja. Pura-pura nggak peduli padahal ya lumayan malu juga.
Sean akan berkata lagi, tapi mataku menangkap sosok Sarah memasuki kantin, diikuti Andre di belakangnya.
Bener yang Bobby bilang!
Si alay itu langsung sibuk nanya Sarah mau pesan apa, dengan gaya lebay yang bener-bener lebay. Over acting! Menjengkelkan! Minta digetok kaki meja! Jah, sekarang dia malah pake bukain minuman dingin buat Sarah dengan gaya seolah-olah baru menyelamatkan putri cantik dari makhluk buas. Menjijikkan!
Tiba-tiba saja Sarah menoleh ke arahku. Pandangan kami bertemu lagi. Membuat kantin terasa semakin panas. Apalagi saat ... Sarah tersenyum. Eh, Sarah tersenyum? Dan aku tau senyumnya tulus, bukan senyum geli.
"Mas! Mas mau pesan apa?"
Aku tergagap, lalu menoleh ke arah bu kantin yang ternyata udah lama berdiri di depanku setelah mengantar pesanan Sean.
"Mi ayam ama teh botol, Bu!" Jawabku. Setelah itu melangkah mencari tempat duduk, menunggu pesanan datang. Sambil diam-diam mengawasi tingkah si alay!
Beberapa saat kemudian pesananku datang. Tapi terlihat nggak semenarik biasanya. Entahlah, mungkin karena tingkah si alay membuat nafsu makanku hilang, atau karena sekarang mereka hanya duduk dalam jarak nggak sampe satu jari tangan. Padahal udah jelas-jelas wajah Sarah keliatan risih.
Panas. Akhirnya aku bangkit berdiri dan berjalan ke arah mereka.
Tepat di depan meja mereka aku mendengar Andre bicara, "Kamu mau nggak nonton sama aku minggu ini?"
Ada yang terbakar di dalam dada. Sakit. Karena itu aku segera menarik lengan Sarah agar dia berdiri di belakangku.
"Lo mau ngajak Sarah kencan? Izin dulu ama gua!"
Sarah menatapku kaget, begitu pun dengan Andre. Wajah si alay itu langsung memerah.
"Kenapa gua harus minta izin sama lo? Urusannya apa?" Dia nyolot.
"Karena gua cowoknya! Paham?!" Sahutku dengan suara meninggi.
Ngiiing ....! Kantin yang tadi ramai langsung hening seketika. Semua mata tertuju ke arahku. Lalu klik! Klik! Klik! Mereka segera mengarahkan kamera, lalu mengunggah hasil jepretannya ke Facebook grup. Detik kemudian namaku melambung lagi. Kali ini dengan caption 'Biang gosip ngaku-ngaku jadi pacar Sarah!'
Sekarang mereka bukan cuma menahan senyum ke arahku, tapi ketawa ngakak. Tawa geli. Tawa mencemooh. Tertawa merendahkan!
"Nicky, mau apa?" tanya Sarah dengan dahi berkerut.
Aku tersadar. Bayangan-bayangan itu langsung lenyap, tinggal suasana kantin yang senormal saat aku masuk tadi. Sialnya, aku benar-benar berdiri di depan meja mereka tanpa melakukan apa-apa.
God!
Aku menyambar botol kecap yang ada di atas meja. "Cuma mau ngambil ini," gumamku sambil berlalu pergi.
***
Aku merebahkan diri di atas ranjang kamar. Kesal. Lebih tepatnya kesal pada diri sendiri. Selama ini Kak Xander dan aku selalu berpikir bahwa Sean lah yang paling lemah di antara kami. Paling lemah, paling cengeng, paling perasa. Agak-agak mirip cewek. Tapi nyatanya dalam urusan cewek dia malah lebih berani daripada aku. Jauh lebih berani!
Aku ingat, dia pertama kali pacaran saat kami masih duduk di bangku SMP. Sementara sampai sekarang kami duduk di bangku SMA aku belum juga berani ngajak kencan seorang cewek pun! Padahal kami kan kembar identik. Kalo Sean aja nggak pernah ditolak cewek kemungkinan besar aku juga sama.
Ting-tung! Bel berbunyi.
Aku tersentak bangun. Siapa? Mami dan Sean masih belanja ke Mall. Sementara Kak Xander nggak mungkin pencet bel. Dia lebih pilih teriak dan gedor-gedor pintu kaya orang primitif!
Ting-tung! Bel bunyi lagi.
Ah ya! Tante Diandra! Tante Diandra? God! Aku harus segera mengamankan barang-barang kesayangan!
Beberapa saat kemudian, setelah yakin semua barang-barang penting aman, aku segera keluar kamar.
Pintu depan terbuka. Jreng! Seorang wanita cantik seusia mami berdiri di depan pintu dengan senyum lebar menghias bibir yang kemerahan.
"Ini pasti Xander!" tebaknya. Dan dia selalu salah!
"Nicky, Tante!" Aku meralat.
"Nicky? Ya ampun sudah besar sekali!" Serunya dengan logat berantakan seperti Cinta lauwa.
Dia memelukku erat, sampai-sampai aku susah bernapas! Untungnya detik kemudian dia melepaskan pelukannya.
"Masuk, Tante!" Aku mempersilakan, sedikit canggung, "Mami lagi belanja ama Sean."
"Iya, Tante udah nelepon mami kamu tadi," jawab Tante Diandra sambil melangkah masuk, sendirian. Eh, sendirian? Jadi Tante Diandra datang sendirian tanpa iblis kecil itu?
Baru saja aku akan bernapas lega saat mendengar Tante Diandra meneruskan ucapannya.
"Oh ya, tolong ajak Hiena masuk, Nick. Dia di luar, di dekat taman!"
Cepat, aku menoleh. Di sana. Tepat di pagar taman bunga kulihat iblis kecil itu berdiri. Tadinya dia mengamati bunga-bunga mami dengan wajah polos, tapi saat sadar sedang dipandangi, dia menoleh. Sorot matanya berkilat. Dingin ... dan kejam! | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kecilku Di Paris Perancis
... ah, sial!
- Bersambung -