[ Berisik banget lo jadi cewek! Norak! | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kamu Aku Dan Kereta
Jangan WA gue lg! Gw tuh lg ta'aruf, kampret! ]
Itu chat terakhir aku dengan Seno. Dan itu terjadi sekitar 2 bulan yang lalu.
Baru saja aku masuk ke kamar saat ponselku berdenting 2 kali. Pertanda kalau ada pesan yang masuk.
[Eh cuy, lg sibuk gak? Gue mo ngomong serius sm lo.]
Ternyata pesan itu dari Wildan; teman satu SMA namun tak pernah sekalipun kami sekelas atau mengobrol. Boro-boro mengobrol, saling sapa saja, tak pernah.
Ya, aku bisa di bilang 'kuper' saat sekolah dulu. Aku kadang grogi jika harus berdekatan dengan laki-laki. Hmm, mungkin karena didikan kedua orangtua yang membentuk karakterku ini. Maklum, aku hanya tiga bersaudara dan ketiganya adalah perempuan.
[Tumben bgt lo WA gw maghrib2. Kesambet lo?, aku membalas chat-nya, Ada masalah sm rencana reuni sklh kita? Gw bs bantu apa nih? Ayolah jadiin tuh reuni, jgn wacana mulu.]
Tak ada balasan lagi dari Wildan. Dia belum on lagi di Whatsapp. Dan aku meraih remote tv, menyalakannya tanpa tahu ingin menonton apa. Tak lama ponselku berdenting, lalu kubaca pesan yang baru masuk itu dengan perasaan aneh.
[Cuy, gini. Gue mo ngenalin lo sama tmn gue. Doi tuh PA di kntr gue. Jd gw yakin lo ga bakal hdp susah deh doi lg nyari calon bini & calon ibu yg baik. Gue paham lo mikir apa pas baca WA gue ini. Tp dont worry, gue udah crt sedikit ke dia ttg diri lo & doi gak mslh krn yg doi pertimbangkan adh karakter si wanita.]
Sejenak aku diam. Berpikir, teringat dan ketakutan itu mendadak muncul perlahan. Ku usap wajahku gemas dengan kedua tangan. Berusaha menepis kenangan buruk itu. Dan membalas chat dari Wildan dengan tenang.
[Gw kira lo mau ngomongin reuni. Lhaaa ga taunya jd mak comblang mksh buat niat baik & peduli lo ke gw, cuy. Gw sih sebenernya lg ga minat nyari jodoh. Tp niat baik org jg ga blh di tolak kan? Tp gw jg bkn tipe yg ngambang2. Jd mnrt gw, klo tmn lo itu emg serius nyari calon istri, maka dia hrs ktm gw dulu. Biar dia bs paham ttg crt lo ke dia.]
10 menit kemudian Wildan baru balas.
[I see. Klo gt, bsk gue bicara dulu ke doi ttg atur wkt kpn pastinya doi bs nemui lo. Eh cuy, tp klo gue gak bs nemenin dan tuh doi sendiri dtg nya, no problem kan? Mslh nya gw lg sibuk bingit di kntr dan klo wweken, wkt nya buat anak & bini gw. Yoo wiss, gw off dlu br mo cuss dr kntr.]
8 Hari kemudian.
Mereka datang sekitar jam 10 pagi. Sebenarnya sih aku keberatan saat mereka memutuskan memilih waktu untuk bertamu di jam-jam 'sibuk'ku. Tapi mau gimana lagi, masa harus memberi alasan 'jam segitu gw sibuk ngurusin rumah dan kelinci gw'. Tidak sopan kan? Akhirnya, aku hanya bisa menjawab 'oke' di chat terakhir aku dengan Wildan.
Ponselku berdering dan kulihat nama Wildan.
"Ya cuy, lo udah dimana?" aku langsung beranyanya setelah menekan tombol 'terima, "oh udah di situ. Oke gue keluar ya...ntar gue lambaikan tangan". Bergegas aku keluar rumah menuju jalan komplek untuk memberi 'petunjuk' pada mereka dimana posisi rumahku.
Dari kejauhan aku melihat ada 2 orang pria naik sepeda motor. Dari siluet tubuhnya, aku cukup mengenali kalau itu Wildan. Aku melambaikan tanganku tinggi-tinggi. Tak lama, motor itu terlihat melaju. Makin mendekat....mendekat dan kemudian berhenti tepat di depanku.
"Oooii cuy...apa kabar lo?!" Wildan langsung menyapaku dengan suaranya yang berat namun heboh luar biasa, "Sehat lo, San?'
Di sapa dengan teman lama namun tidak mengenal dekat, cukup membuatku kikuk. Apalagi aku sadar benar bahwa ada sepasang mata yang dari tadi sibuk mengamatiku.
"Ayo masuk," ajakku, mempersilahkan 2 tamuku ini untuk masuk ke dalam rumah.
"Cuy, kenalin...ini teman kantor gw", Wildan mengenalkan temannya, yang sedari tadi 'melototin' aku atas-bawah-atas, "-namanya Billy. Bil...ini teman SMA gw, namanya Santi. Doi pinter lo. Juara kelas mulu" cerocos Wildan tanpa henti. (ngibul banget nih bocah promosiin diri gw-nya).
Pria berkaca mata itu mengulurkan tangan kanannya dan mencoba tersenyum padaku, "Hai..", ucapnya singkat. Aku membalas jabatan tangannya namun tanpa sepatah katapun. Hanya menganggukan kepala sopan. Seketika itu juga, perasaan risih itu muncul lagi, namun kali ini di ikuti bayangan suasana hening pemakaman.
"Cuy...ayo masuk," suara Wildan yang nyaring menyadarkanku, "haus nih gw. Lo punya yang dingin-dingin ngga?" tanyanya lalu di susul dengan tawanya yang renyah, "hahaha...sok akrab banget ya gue". Melihat tingkahnya, aku dan Billy ikut tertawa.
" Ayo masuk..." ajakku mempersilahkan mereka.
Setelah meyakinkan kedua pria itu duduk dengan nyaman di kursi teras, aku permisi sebentar untuk membuatkan minuman dingin untuk mereka.
Saat sedang membuat minuman, tiba-tiba Mama muncul, "Yang mana orangnya?"
Mendengar itu aku tak langsung menjawab, karena mendadak sebuah keisengan muncul di pikiranku. Aku buru-buru ke teras dan memanggil dia dengan isyarat tangan yang artinya 'sini'. Dua menanggapiku dengan ekspresi bingung.
"Elo di panggil, Tong..!" Wildan menjelaskan tanpa di minta, "sono...buru...".
Akhirnya dengan sungkan, Billy mengikutiku ke arah dapur. Dan dia tak tahu 'keisengan' apa yang akan kulakukan. "Aku mau minta tolong bawain ini", pandangan mataku tertuju pada sebuah nampan yang berisi 2 gelas es sirup dan sepiring cake yang sengaja kubuat tadi pagi, setelah Subuh.
"Eh...maaf, ini..." tanyanya kikuk saat melihat ibuku sedang sibuk berbenah dapur yang sangat sedikit berantakan.
"Oh iya lupa," aku yang tadinya merasa hampir 'menang' untuk bikin pria kaku ini salahtingkah, mendadak kikuk sendiri. "Kenalkan, ini Mamaku."
"Oh...saya Billy, bu." ucapnya memperkenalkan diri lalu menjabat tangan Mama. Aku memperhatikan gerak-geriknya dengan teliti secara diam-diam. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kamu Aku Dan Kereta
Tanpa dia tahu, aku sudah mencatat 1 point minus darinya.
"Yuk, kita balik ke teras. Wildan pasti udah kehausan nungguin kita" ajakku pada Billy, "kamu bisa tolongin aku untuk bawain nampan ini kan? Aku ngga bisa bawanya..."
Dan saat aku mengucap kalimat yang terakhir, aku yakin kalau Billy paham mengapa aku minta tolong padanya.
Setelah kami bertiga duduk santai di teras, untuk sesaat suasana hening menyelimuti. Mungkin masing-masing dari kami bingung harus mengobrol tentang apa.
"Eh di cicipin dong kuenya. Gw yang bikin lho...", suaraku memecah kebisuan antara kami bertiga.
Dan bukannya di respon dengan mencicipi kue buatanku, Billy malah membuka suara setelah sebelumnya dia membenahi posisi duduknya supaya lebih rileks.
"Santi...boleh saya mencoba untuk mengenal kamu lebih dekat?", dia bertanya formal dan mimik wajahnya yang terlihat sangat serius, hampir saja membuatku tertawa namun kutahan.
Aku tak langsung menjawabnya 'iya atau tidak'. Dan sekali lagi dia mengerti gestur tubuhku dan sorotan matakh, bahwa aku meminta waktu untuk mempertimbangkan niat baiknya itu.
"Oke, kalau gitu sekarang kita pulang dulu ya, San." lagi-lagi suara Wildan menyadarkan lamunanku, "Ntar kapan-kapan kita main lagi deh ke sini".
Entah mengapa sejak Wildan men-chat ku pertama kalinya dan bicara tentang percomblangan ini, aku jadi sering melamun.
Lalu ku antar kedua tamuku itu hingga pagar rumah. Setelah mereka pamit pulang, langsung aku masuk ke dalam rumah dan menghempaskan tubuhku ke sofa.
Perasaan apa ini? Kenapa dari tadi aku merasa aneh?, tanyaku dalam hati. Lalu sekelebat, aku rindu padanya.
Ricky.
Dan yang bisa kulakukan hanya membacakan Al Fatihah untuknya di 'sana'.
Aku kangen... Apa kabarmu di sana?.
Tanpa kusadari, mataku sudah sembab sedikit.
Keesokan harinya, sekitar jam 7 malam.
[Assallamualaikum, San. Km sedang sibuk?]
Ternyata chat dari Billy yang membuat ponselku berdenting.
[Wa'alaikumsallam, Billy.. Ngga kok, aku lg santai. Ini lg nunggu adzan Isya. Oh ya, kmrin kalian ga kesasar pas balik dari sini kan?], balasku.
[Ngga kok. Pas balik dari rumah km, kita ngga balik ke kantor lg, tp lsg pulang. Yaah..jrg2 lah aku & wildan nekat ngacir dr kntor kyk kmrin. oh ya, boleh aku bicara ttg hal serius ttg 1 hal, sblm kita mengenal lbh jauh? Aku rasa km berhak tau ttg ini.]
Dari kata-katanya, aku merasa ada sesuatu yang sangat penting yang ingin Billy ungkapkan.
[Ngomong aja, Bil. Hmm, mksd ku ketik aja yg km pngen ceritakan. Ga perlu sungkan..]
Aku berusaha meresponnya dengan tenang, meski sebenarnya aku pun penasaran dengan apa yang ingin di ungkapkan oleh Billy. | Cerpen Petualangan Kisah Perjalanan Kamu Aku Dan Kereta
[Aku mengidap epilepsi.]
- Bersambung -