Kisah Perjalanan Cinta Sang Mantan

Bagi yang belum move on, bertemu mantan mungkin anugerah. Bagi yang sudah? Mungkin bikin gerah.

Dari ribuan sudut bumi yang Tuhan ciptakan mengapa mesti suamiku memilih membeli sebuah rumah di kompleks ini. | Cerpen Sedih Kisah Perjalanan Cinta Sang Mantan

Sejauh survei kami di awal bersama suami, memang tidak ada yang salah dengan rumah ataupun lokasi. Nyaman. Bersih dan layak huni. Sesuai dengan harga beli.

Kecuali satu hal. Ketika truk yang membawa kami bersama segudang barang dari rumah kontrakan yang lama, berhenti di depan rumah baru, aku dikejutkan oleh suara dari rumah tetangga yang berjarak hitungan tiga meter dari dinding rumah.

"Aku capek hidup begini. Setiap hari bantu kamu nyari duit. Ngurus rumah. Ngurus anak. Kamunya gak becus jadi suami."

"Kamu pikir aku juga gak capek punya istri egois seperti kamu."

"Ya udah, maumu apa?"

"Aku gak mau kamu lagi. Paham!"

"Kalau gitu ceraikan aku. Kamu pikir aku gak bisa cari laki-laki lain."

Pertengkaran terus menyengit. Aku hanya bisa mengucap istigfar berkali-kali ketika mendengar si perempuan berulangkali berucap minta diceraikan.

Sebegitu rapuhnya pernikahan mereka, hingga harus berujung permintaan cerai? Mas Erya mengelus punggungguku. Lembut. Seakan mengingatkan aku tidak usah terlalu menyimak pertengkaran tetangga baru kami. Aku meringis malu. Sekaligus bersyukur, karena mempunyai suami yang pandai menegur dengan kelembutan. Dan aku adalah seperti kebanyakan perempuan lain, akan luluh bila diperlakukan dengan kelembutan.

Ketika aku akan memasukkan koper kecil ke rumah, aku kembali dikagetkan suara persis benda yang pecah. Masih dari rumah tetangga. Sepertinya sebuah piring baru saja dilemparkan ke dinding untuk melampiaskan emosi yang terbakar.

Mau tak mau aku menoleh ke arah pintu rumah mereka.

"Perempuan munafik. Kalau mau pergi..."

Aku tergugu. Juga dia. Laki-laki yang bertengkar tadi keluar dari rumah mereka. Memaki dengan kalap. Tapi makiannya menguap seketika. Bersamaan dengan detak jantungku yang juga seolah berpacu kencang.

Kami bertatapan. Lama. Dan membisu.

Kilasan kisah masa lalu berputar tak terkendali di kepalaku. Menari-nari memaksa menguak satu pintu di sudut hatiku yang telah lama ku kubur bersama waktu.

"Kok bengong, Dek?"

Kembali sentuhan lembut kurasai di punggunggu. Mas Erya. Aku menoleh gugup. Mencoba tersenyum walau hasilnya aku amat terlihat kikuk. Buru-buru aku melangkah masuk. Berjuang meredam detak jantungku sendiri.

Sekilas aku menoleh, Mas Erya menatap laki-laki itu dengan tajam. Mas Erya laki-laki cerdas. Dan penuh insting. Dari gugupku ia bisa menduga ada sesuatu antara aku dengan laki-laki tetangga kami itu.

Paling tidak aku harus menyiapkan sebuah penjelasan. Yang jelas. Jujur dan tidak membuat Mas Erya khwatir tentang hatiku yang kini sudah sepenuhnya miliknya.
*

Sam.

Namanya Samdi. Tapi orang lebih mengenalnya dengan Sam.

Sam laki-laki dari masa laluku. Laki-laki pertama yang mengajarkanku tentang cinta. Bersamanya aku mengerti apa itu bahagia seorang perempuan ketika diperhatikan. Bersamanya aku mengerti betapa hatiku sepenuhnya telah jatuh cinta.

Sam laki-laki yang berhasil memasuki hatiku dengan segala pesonanya. Aku sayang Sam. Aku cinta Sam. Dan aku semacam candu pada Sam.

Sehari ia tidak menghubungiku, semua waktu sehari itu terasa sia-sia. Sejam kami saling 'ngambek', meletup-letup rasa rindu untuk cepat-cepat berbaikan. Semenit bersama, seumur hidup serasa tak ingin terpisah.

Sam, laki-laki yang sempat ku yakini akan jadi imam dalam hidupku.

Hingga...

Semua berubah. Tak seperti harapan dan doa yang terlanjur terkirim ke langit. Benar, jika cinta, tak mustahil cinta bisa hilang. Jika sayang, tak dipungkiri bisa berubah.

Sam berubah. Mungkin ia bosan. Mungkin Tuhan mencabut rasa cintanya untukku. Atau mungkin ia hanya main-main selama ini. Entah kemungkinan mana yang benar. Tapi apa pun itu, semuanya menyakitkan.

Saat cintaku masih di pucuk bara, ia menyiramnya dengan cuka. Mematikanku dalam sekejap. Memenjarakanku dalam hitungan luka yang tak mampu kubasuh dengan air mata sekalipun. Mendudukkanku dalam pertapaan panjang bernama patah hati.

Sam memilih perempuan lain.

Aku yakin perempuan yang tadi saling memaki dengannya adalah alasan ia dulu meninggalkanku.
*
"Siapa dia?"

Aku menggeser posisiku. Lebih mendekat pada Mas Erya yang sedang membaca buku. Tanpa izin aku mencopot kaca matanya. Meletakkannya di atas nakas. Lalu mengambil buku di tangannya.Kemudian aku berbaring di pangkuannya. Mas Erya mengelus kepalaku dengan lembut.

"Dia Sam. Laki-laki yang pernah kuceritakan dulu ke Mas."

Mas Erya manggut. Menjepit hidungku dengan jarinya.

"Mas cemburu," ujar Mas Erya.

"Kok?"

"Kamu pernah bilang dia cinta pertamamu. Laki-laki yang sangat kamu cintai."

"Dan laki-laki yang membuatku patah hati."

"Waaah, Mas makin cemburu. Karena mas belum kebagian bikin kamu patah hati."

Aku cemberut. Kuraih jemarinya. Lalu iseng ku gigit. Mas Erya menjerit kecil. Lalu membalas hendak menggigitku.

Kami bercanda. Bahagia.

Lalu terdengar suara Sam marah pada anaknya. Di tengahi oleh istrinya. Akhirnya Sam ribut lagi dengan istrinya.

Seketika aku bersyukur tidak dijodohkan Tuhan dulunya dengan Sam. Ia terdengar sangat kasar.
*

"Vina...!"

Aku menghentikan langkah. Bahkan setelah tujuh tahun berlalu, suara itu masih membuat hatiku sedikit berdesir. Aku menoleh dengan menguatkan hati.

"Aku tidak menyangka kita bakalan ketemu lagi. Bahkan kita bertetangga."

Aku menatapnya tajam. Tidak seperti dulu. Aku yang selalu tak kuat menentang matanya. Karena tersipu.

"Kamu sudah lama menikah dengan suamimu?" tanyanya lagi.

"Apa penting buatmu, Sam?"

Sam menghela nafas lambat. Padahal aku harus buru-buru ke warung pagi ini.

"Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu, Vin."

"Aku selalu cukup bahagia dengan pernikahanku."

"Dia pasti suami yang baik."

Betul. Mas Erya suami yang baik. Kata orang bijak, patah hati adalah cara Tuhan memberikan kesempatan orang yang lebih baik datang untuk memeperbaikimu. Maka menangislah sebentar. Lalu bersiaplah bangkit kembali.

Usai terpuruk karena Sam dulu, aku mungkin terlalu lama menangis. Bertahun-tahun. Berharap ia masih punya cara untuk kembali. Dalam kebodohan panjangku, aku selalu tetap menginginkan ia.

Tapi Tuhan juga selalu punya cara agar kita semua selalu jatuh cinta pada jodoh kita. Sebagian cinta sebelum menikah. Sebagian besarnya lagi menumbuhkan cinta sesudah akad berlangsung. Termasuk pula aku.

Mulanya hanya karena desakan orang tua aku menerima pinangan Mas Erya. Lalu waktu mengajarkanku kembali, cinta itu ternyata misterius. | Cerpen Sedih Kisah Perjalanan Cinta Sang Mantan

Dulu ku kira hatiku hanya untuk Sam. Nyatanya tidak. Kini aku lebih bersyukur telah berjodoh dengan Mas Erya. Karena Mas. Erya tidak pernah memukulku di pernikahan kami yang sudah tahun ketiga ini.

Berbeda dengan Sam. Kemarin tak sengaja aku mendengar istrinya menjerit. Rupanya Sam kalap lalu menampar istrinya. Mungkinkah kalau aku dulu menikah dengan Sam, aku yang akan merasakan tamparan itu?

"Dek..."

Aku menoleh kaget. Mas Erya berjalan menuju kami. Mungkin ia heran aku agak lama pulang dari warung.

Aku gugup. Semoga Mas Erya tidak berpikir buruk tentangku.

*

Mas Erya sudah tidur. HP ku berbunyi, tanda pesan WA masuk. Nomor tidak dikenal.

[Aku bosan dengan pernikahanku, Vin.]

Aku diam. Kuduga pesan itu dari Sam. Beraninya dia menghubungiku. Dan...dari mana ia mendapatkan nomorku.

Tapi aku penasaran juga membalasnya.

[Aku bukan tempat curhatmu. Aku punya suami. Kamu juga punya istri.]

[Tapi hidupku serasa neraka di samping istriku, Vin. Andai aja dulu aku meminangmu.]

[Itu bukan urusanku.]

Maksudku tentang kehidupannya bersama istrinya yang bagai neraka bukanlah jadi urusanku. Dan soal ia meminang atau tidak meminangku bukanlah dikatakan sebuah penyelasan. Itu hanya jalan Tuhan bahwa kami tidak berjodoh.

[Mulai sekarang jangan pernah kirim pesan untukku. Aku mencintai suamiku di atas segalanya.]

[Lebih besar dari cintamu dulu ke aku?]

Apa ia sedang menyindirku yang pernah merasa tergila-gila padanya dulu?

[Dulu itu bukan cinta. Tapi hanya nafsu. Yang sebenarnya cinta adalah ketika sudah sah di pernikahan.]

[Lalu bagaimana kalau setelah menikah cinta perlahan hilang. Seperti aku sekarang ini. Dulu aku sangat mencintai istriku. Tapi sekarang tidak. Semua seolah memudar. Menghilang. Dan hambar.]

[Menikah itu sunah. Mempertahankan pernikahan itu wajib.]

[Maksud kamu?]

[Pahami maknanya. Orang yang menginginkan surga dari sebuah pernikahan paham maksudnya. Tapi orang yang tidak beriman tidak peduli tentang itu.]

Tidak ada jawaban masuk. Mungkinkah ia merasa tertampar. Atau tertidur?

[Aku harus bagaimana, Vin? Istriku suka ngomel karena himpitan ekonomi. Dia tidak lagi perhatian dan lembut seperti dulu. Kerjanya cuma marah-marah di depanku dan anak-anak. Tidak cantik lagi. Bahkan ia sering menolakku untuk hal tertentu]

Ketika aku hampir tertidur, Sam mengirim pesan lagi.

[Mungkin istrimu capek. Urusan rumah ia yang pegang kendali. Anak-anakmu ia yang ngurus. Cari duit ia ikut bantu. Setiap bulan ia harus putar otak agar semua tercukupi. Kamu cuma tahu satu saja. Cari duit. Beres. Lalu mengharapkan banyak hal. Pengen rumah rapi, pengen anak-anak terdidik baik, pengen istri cantik, pengen layanan baik dari istri. Ingat Sam, perempuan itu bukan iron man yang kuat setiap detiknya. Ia manusia biasa.]

[Aku harus bagaimana? Aku bahkan sempat terpikir untuk bercerai.]

[Lalu?]

Tidak ada jawaban. Mungkin Sam bingung mau menjawab apa. Aku lalu mengetik pesan.

[Lalu kamu cari istri baru. Membina rumah tangga yang baru lagi. Punya keluarga baru. Dan pada akhirnya nanti akan punya masalah yang sama lagi. Bukannya tidak ada pernikahan yang gak di uji.]

[Bisa saja kan yang kedua lebih baik.]

[Semuanya baik. Tergantung cara kamu menyikapi. Pernikahan itu ibarat rumah. Banyak perkakas di dalamnya yang sewaktu-waktu bisa rusak yang mengganggu kondisi rumah. Misal rusak lampu. Rumah jadi gelap. Seisi rumah panik. Jangan ganti rumahnya, tapi ganti bola lampunya. Kamu juga gitu. Ada yang salah dengan istrimu, perbaiki kesalahannya. Jangan ganti istrinya.]

Sam mengirim emogi tertawa. Baginya kata-kata panjangku terdengar lucu? Padahal aku berapi-api mengetiknya. Aku memposisikan diri sebagai istrinya. Yang sedikit malang menurutku.

[Terima kasih untuk pencerahannya, Vin. Kamu memang perempuan baik. Jujur aku menyesal meninggalkan kamu dulunya.]

[Aku bersyukur kamu tinggalkan. Karena kalau gak, aku gak akan bertemu suamiku. Dan tolong, ini terakhir kita berkomunikasi. Usai percakapan ini aku akan blokir nomormu. Besok bersikaplah sewajarnya, walau kita bertetangga. Aku tidak mau timbul fitnah di antara kita.]

[Siap!]

Lalu aku menghapus semua percakapan kami. Nomor Sam ku blokir. Sama seperti ia dulu memblokir nomorku. Ternyata keadaan sering terulang kembali, walau dengan posisi yang berbeda.
*
Aku baru selesai memasak. Mas Erya sudah rapi hendak berangkat kerja. Ia mengenakan sepatu tak jauh dariku.

"Mas, tadi malam Sam menghubungiku lewat WA."

Kulirik Mas Erya tertegun sejenak. Lalu pura-pura cuek dengan sibuk pada sepatunya lagi. Kujabarkan mengenai pembicaraan kami. Detil. Tanpa ada bohong. Karena bagiku kejujuran adalah segalanya.

"Mas marah?"

Aku mendekat. Mas Erya tersenyum hangat. Berdiri, lalu mengecup pucuk kepalaku.

"Kita lihat, apa setelah kamu nasehati ia masih menghubungimu atau tidak."

"Kalau masih?"

"Kita beli rumah lagi. Kita pindah dari sini."

Aku cemberut. Mencubit perutnya.

"Lha, kok mas dapat cubitan pagi-pagi. Padahal Mas sedang cemburu, karena istri Mas tadi malam asyik main WA bersama mantannya."

Aku merengut manja.

"Maaf."

"Oke. Mas maafin. Mas berangkat ya. Sarapannya nanti kamu antar ke kantor. Mas buru-buru pagi ini."

Mas Erya kembali mencium keningku. Aku mengantarnya sampai depan. Saat hendak motornya melaju, Aku menahan. Lalu berbisik.

"Mas, I love you."

"Iya, Mas tahu."

Aku cemberut.

"Kok cuma gitu."

Mas Erya tertawa.

"Love you too, Vina."

Aku tersenyum. Bahagia. Begitulah aku dan mungkin perempuan-perempuan lain, yang membutuhkan pengakuan cinta di setiap waktunya. Tidak peduli telah seberapa sering, kata pengakuan tentang cinta tetap yang terindah.

Lalu kulihat Sam juga bersama istrinya baru pulang dari pasar. Meski dengan wajah yang tidak begitu ikhlas, aku bisa melihat Sam sedang mencoba memperbaiki sesuatu dengan istrinya.

Aku lega. | Cerpen Sedih Kisah Perjalanan Cinta Sang Mantan

Sembari berdoa semoga Sam dan istrinya menemukan cinta mereka kembali.