Kisah Legenda Petualangan Naga Pasir Part 2

Sepasang mata itu lenyap ditelan bayangan pohon. Aku tak bisa menemukan sosoknya yang mencurigakan. Suara tawa Ki Pasir dan istrinya membuat cemburu. | Cerpen Fiksi Kisah Legenda Petualangan Naga Pasir Part 2

Mereka pasangan yang serasi. Saling menyayangi dan rela berkorban satu sama lain untuk kebahagiaan pujaan hati. Hal yang tak pernah kulihat waktu bersama tuan dahulu.

Nyi Pasir tengah menusuk ikan-ikan yang sudah dibersihkan menggunakan batang kayu kecil panjang. Sementara suaminya sedang menggesek dua batu berwarna putih di atas kayu kering dan dedaunan yang sudah ditata sedemikian rupa. Ki Pasir membenturkan kedua batu api itu, terlihat percikan kecil keluar. Tak lama kemudian, api sudah siap untuk digunakan. Mereka meletakkan tusukan di atas api, membakar ikan dengan gelak tawa. Tak lupa membolak-baliknya supaya tidak gosong.

"Kakang, aromanya sungguh lezat. Membuat perutku ingin segera mencicipinya." Nyi Pasir mencium ikan bakarnya yang masih setengah matang.

Suara mendesis lemak ikan yang jatuh ke perapian menambah harum. Asap tipis tertiup angin sepoi sampai pada hidung sosok kumal yang kali ini mendekat lagi. Seorang anak lelaki mengendap di belakang kuda. Tangan hitam kurus dengan kuku panjang meraih buntalan tempatku disimpan. Tanpa suara, dia menarik pelan. Sangat berhati-hati agar tak ketahuan pemilik.

"Tolong! Tolong!" kucoba meronta dan mengeluarkan suara.

Sia-sia. Kedua suami istri itu masih asik memanggang ikan di atas bara api. Aku hanya bisa berdoa supaya terhindar dari penculikan. Bagaimana keadaanku kalau berhasil dicuri? Bisa-bisa berakhir dengan nestapa. Padahal pasangan Pasir yang menjadi tuanku orang yang sangat perhatian.

Ternyata nasib baik masih berpihak padaku. Kuda bersurai panjang itu tiba-tiba meringkik. Mungkin dia gelisah karena ada orang asing mendekat. Kaki depannya mengais-ngais gelisah. Hidungnya mendengus, mengeluarkan cairan kental putih.

Lelaki berbau asem itu masih berusaha menarik buntalan, tetapi rupanya ikatan tidak mudah dibuka. Semakin ditarik paksa, ikatan semakin kencang. Kuda meringkik keras sekali.

Ki Pasir menoleh, penasaran dengan suara kudanya yang tidak tenang. Mata elangnya nampak terkejut. Ia segera melemparkan ikan bakarnya pada daun lebar yang sudah di siapkan. Lalu segera berlari kencang mengejar bocah berambut gimbal yang terbirit-birit dengan tangan kosong. Gagal mengambil buntalan.

Kaki panjang Ki Pasir dengan mudah menyusul pencuri itu. Aku tak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena terjadi di balik pohon besar. Terdengar suara teriakan melengking lalu Ki Pasir terlihat menyeret tangan bocah itu yang sudah diikat dengan kain penutup kepalanya. Pemuda kumal itu meronta sekuat tenaga.

"Lepas!" teriakan penuh amarah menggema keseluruh penjuru hutan.

Ki Pasir tak menggubrisnya. Tangan besar lelaki itu mencekal erat, membawa bocah kurus kering menuju tempat istrinya duduk.

Nyi Pasir tersenyum, dia mengendus tusukan ikan yang coklat kehitaman.Sepertinya makanan sudah siap untuk disantap.

Ki Pasir menekan bahu lelaki muda itu hingga terduduk. Suara pantat berdebum menyentuh tanah.

"Lepas! Lepaskan ikatanku!" dia masih meronta, kali ini tenaganya berkurang banyak.

Bocah itu memandang ikan bakar, ia menjilat bibir keringnya. Menelan liur yang hampir saja menetes.

"Kamu mau? Kalau kamu berjanji tidak akan lari, aku akan melepaskan ikatan ini." Ki Pasir menyorongkan ikan tepat di bawah hidung pemuda itu. Menggodanya.

"Iya, janji."

Ki Pasir meletakkan kembali ikan bakar ditempatnya, lalu ia membuka ikatan kain di tangan lelaki kecil kumal. Membelitkan kain panjang itu menutupi gelung keling rambut tepat di ubun-ubunya. Dia menyodorkan potongan kayu kecil berisi dua ekor ikan kepada pemuda berbaju lusuh yang segera disambar tanpa malu-malu.

"Siapa namamu?" tanya Nyi Pasir lembut.

"Jaka." Pemuda itu menjawab tanpa menatap Nyi Pasir.

"Jaka? Jaka siapa?" Kejar Nyi Pasir semakin penasaran.

"Mereka memanggilku Jaka."

Jaka menggigit daging ikannya dengan lahap. Duri-duri kecil tidak menjadi penghalang bagi pemuda yang terlihat sangat kelaparan.

Ki Pasir memberi isyarat kepada Nyi Pasir agar makan terlebih dahulu. Istrinya tersenyum simpul. Wanita itu membuka mulut, memasukkan potongan ikan kedalam dan mengunyahnya perlahan.

Mereka makan tanpa suara. | Cerpen Fiksi Kisah Legenda Petualangan Naga Pasir Part 2

Tiba-tiba Jaka bersendawa keras, dia menepuk perut dan meringis senang, menunjukkan barisan gigi menguning. Lalu mengorek tanah dengan telunjuknya. Memenuhi kukunya dengan tanah lembab.

"Terima kasih atas makanannya. Sudah lama aku tidak makan seenak ini." Jaka menunduk, pandangannya terpaku pada kaki kurusnya.

"Orang tuamu ke mana, Le?" tanya Nyi Pasir kepada pemuda yang berusia sekitar sepuluh tahunan itu. Nada suaranya terdengar khawatir.

"Emak dan Bapak sudah lama meninggal karena sakit. Aku diusir dari desa karena takut menularkan penyakit yang sama seperti diderita orangtuaku." Jaka menggaruk rambut kusutnya. Mengambil seekor semut hitam kecil dan diletakkan di atas daun kering. Binatang itu segera merayap pergi.

Suami istri itu saling berpandangan. Tatapan Nyi Pasir menyiratkan keprihatinan. Tega sekali mengasingkan anak sekecil ini. Apa mereka tidak berpikir, bagaimana cara Jaka hidup seorang diri? Sungguh biadap. Aku meracau, ikut marah. Kasihan sekali kamu, Nak. Meskipun aku hanya sandal, namun aku tahu itu perbuatan keji.

"Selama ini kamu tinggal di mana?" lanjut Nyi Pasir sambil menepuk bahu berbalut daging tipis itu.

"Ada seorang yang baik, dia membuatkan aku sebuah pondok kayu. Sebagai ucapan terima kasih, maukah kalian tidur di rumahku malam ini?" Jaka memandang mereka penuh harap. Mata beningnya bergerak-gerak.

Nyi Pasir menatap suaminya yang dibalas dengan anggukan. Wanita itu lalu mengambil sesuatu dari saku bajunya. Sebuah kantung kulit kecil berwarna coklat, dia memberikan benda itu pada Jaka.

"Sebaiknya kamu membersihkan seluruh badanmu menggunakan ramuan yang kubuat sendiri. Itu akan membuat tubuhmu terasa segar dan wangi."

Dengan ragu, Jaka membuka tutup dan mengarahkan lubang pada hidungnya. Harum melati menguar, Jaka tersenyum dan langsung menceburkan diri ke dalam sungai. Ia menuangkan cairan kehijauan ke atas rambutnya yang kusut. Ajaib, rambut Jaka berbusa putih setelah digosok dengan ramuan.

"Kamu juga, Kakang. Badanmu sudah bau kecut."

Ki Pasir menuruti kata-kata istrinya. Ia melepaskan tutup kepala dan membuka gelungannya. Rambut lurus sepunggung tergerai. Ia juga melepas baju tanpa lengan beserta sabuk kain lebar berwarna hitam. Lelaki berdada bidang itu menyusul Jaka membersihkan diri.

"Jangan lupa membersihkan gigi dengan pasir sungai!" teriak Nyi Pasir kepada kedua lelaki yang tengah asyik saling menciprati air.

Jaka menggigil kedinginan. Dia sudah selesai mandi. Pemuda itu nampak bersih sekarang. Ternyata wajahnya cukup tampan, dengan mata agak sipit dan sepasang alis tebal yang bertaut. Kotoran tebal sudah menyingkir dari badannya.

Begitu pula dengan Ki Pasir. Dia terlihat semakin menawan.

"Ayo kita ke rumahku." Jaka berjalan tanpa alas kaki, tak menghiraukan seluruh tubuhnya yang basah kuyup. Air menetes dari ujung kain yang sobek-sobek itu.

Ki Pasir mengikutinya sambil menuntun kuda. Kali ini, Nyi Pasir berjalan sejajar dengan suaminya. Mereka mengikuti Jaka yang melangkah mantap tak jauh di depan.

Rombongan itu berjalan melewati jalan setapak yang kanan kirinya ditumbuhi semak belukar berduri. Beberapa pohon ciplukan tumbuh subur. Buahnya ranum namun belum ada yang matang. Masih hijau.

Jaka menunjuk sebuah gubuk setengah doyong yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu di tepi jalan. Benarkah Jaka tinggal di sana sendirian? | Cerpen Fiksi Kisah Legenda Petualangan Naga Pasir Part 2

Aku tak sanggup membayangkan.

- Bersambung -