Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga

Dua minggu yang lalu, aku menghadiri kegiatan seminar parenting di hotel The Pade. Aku memasuki ruangan seminar di lantai 3 dengan menggunakan lift. Selesai absen dimeja tamu, Aku langsung duduk di kursi sesuai dengan nomor urut. Acara pembukaan berjalan baik, aku menikmatinya. Beberapa pertunjukan pantonim dan teater begitu memukau. | Cerpen Cinta Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga

Tiba-tiba handphone ku berdering, sebuah nomor yang tak dikenal meneleponku. Aku mendiamkannya. Namun, nomor itu kembali meneleponku berulang-ulang hingga membuatku penasaran. Akhirnya ku putuskan keluar sebentar untuk mengangkat telpon.

Suasana lobi sangat ramai dan bising, beberapa pertunjukan band dan pameran besar-besaran. Aku juga kaget, kapan tempat ini dipenuhi dengan segala macam pernik.

Ku coba mencari toilet, mungkin aku bisa mengangkat telpon di sana. Aku salah menduga, jangankan mengangkat telpon, untuk masuk saja susah saking bejubelnya orang yang datang.

Akhirnya kuputuskan untuk keluar dari hotel demi mengangkat telpon yang tak jelas itu. Sesampainya di depan halaman hotel aku langsung mengangkat telpon yang tak berhenti dari tadi meneleponku.

"Halo Assalamualaikum" sahutku.

Tidak ada terdengar suara apapun, yang ada hanya hening. Aku kembali mengucapkan salam tapi yang terdengar hanya hening. Akhirnya kuputuskan untuk mematikannya dan kembali memasuki hotel.

Saat aku membalikkan badan untuk kembali memasuki hotel. Sebuah teriakan meminta tolong menghentikan langkah ku, "Tolong... Tolong... Ada orang disana" kira-kira begitulah kata-katanya.

Reflek aku membalikkan badan mencari sumber suara. Mataku menjalajahi seluruh sudut, hingga tepat disudut 45 derjad dari tempatku berada terlihat seseorang lelaki tersungkur tak berdaya. Aku berlari kecil untuk memastikan, ternyata benar. Seorang lelaki muda mengaduh kesakitan, ada banyak darah di kakinya. Masih di jarak 5 meter dari tempatnya berada tapi aku dapat melihat jelas fisiknya. Pakaiannnya serba hitam dengan tangan selengan, aku dapat melihat sedikit otot yang menonjol, ia tidak terlalu putih tapi tubuhnya bersih, tinggi badan mungkin sekitar 178 cm, wajahnya oval, rambutnya ikal dan sedikit acak-acakan. Aku masih tetap berjalan perlahan hingga aku dapat melihat dengan jelas luka di kakinya. Aku terkejut juga takut, tubuhku bergidik ngeri melihat darah yang mengucur. Warna merah dan kental. Aku hampir lemas melihatnya.

"Ka..tolongin saya" suaranya pelan, ia menatapku dengan wajah meringis menahan sakit yang luar biasa. Reflek jantungku berdetak lebih kencang. Deg deg deg.

Aku mendekatinya perlahan, "aduh bagaimana ini?" tanyaku kebingungan.

"Sebentar, kakak akan mencari pertolongan" kataku sambil melihat sekeliling hotel. Mungkin ada orang yang lewat pikirku.

"Tidak ada orang kak, lagi banyak acara di dalam hotel kak" gumamnya.

"Jadi gimana ni" kataku tambah kebingungan.

"Sebentar" katanya sambil merogoh saku celananya. Sebuah kunci yang cukup akrab pikirku, ia langsung menyodorkan kunci itu padaku.

"Apa ini" tanyaku sambil mengambil kunci yang ia beri.

"Kunci motor, tolong antar saya ke rumah sakit kak" pintanya lagi.

"De, kakak gak pande bawa motor" kataku pasrah.

"Gini aja, kita pesan go car aja ya" kataku sambil buka aplikasi grab di adroid.

"Aku udah gak tahan kak, sakit banget. Itu motornya. Aku ajarin kakak bawa motornya deh" katanya sambil menunjuk motor beat warna putih.

"Kakak beneran gak bisa dek" Kataku ragu-ragu.

"Kakak bisa bawa sepeda kan? Berarti bisa juga bawa motor. Tolong kak udah gak tahan". Pintanya.

Aku kebingungan dan rasanya kacau. Tega kalau aku ninggalin dia dan bilang ada urusan penting di dalam hotel. Aku berpikir keras hingga kepala ku mumet. Sekilas ku tatap wajah memelasnya, jantungku kembali berdetak tapi kini lebih keras hingga aku dapat merasakan detaknya. Deg deg deg, aku membuang nafas pelan. Sepertinya aku harus mengambil pilihan yang tersulit. Aduh. Jariku masih gencar membuka aplikasi grab, aku berharap bisa menggunakan go car aja tanpa harus membawanya dengan motor. Tapi percuma, jaringan di handphoneku mendadak berubah menjadi E. Aku baru ingat jaringan tri enggak berlaku disini. Haddeeh.

Wajahnya tambah pucat dan lemah, aku tambah panik. Dengan mengumpulkan keberanian, ku coba menaiki sepeda motor matic itu. Udah hampir 4 tahun aku tak pernah membawanya lagi. Ku masukkan kuncinya sambil membaca, "innahu minsulaimana wainnahu bismillahirrahmanirrahim". Bulak balik aku baca doa itu, ntah udah barapa kali aku baca saking banyaknya. aku gemetar saat menghidupkan motornya. Ku gas pelan lalu ku rem kuat. Aku sangat takut terjatuh.

"Bagus kak" katanya sambil nyelonong naik di jok belakang tanpa perintah dariku. Bisa juga nih bocah berdiri pikirku.

"Kita kemana ni", tanyaku.

"Ke klinik abulyrama aja kak, kalau ke rumah sakit ribet lama" pintanya.

"Kasih tahu arah jalan ya, kak gak tau nih"pintaku.

"Oke kak" jawabnya.

Aku mengendarai motor cukup pelan mungkin hanya 20 km, untungnya dia enggak komplen. Kulihat ia tenang di jok belakang. Apa dia cuma pura-pura pikirku. Tapi gak Mungkin itu luka sungguhan.

"Belok apa lurus dek" tanyaku saat ada dua jalan di depan kami.

"Lurus" jawabnya.

"Ee belok kak" sambungnya.

"Aduh kamu gimana sih, tadi bilangnya lurus sekarang belok" kataku kesal.

"Maaf kak, lupa" jawabnya sambil cengengesan. Sempat-sempatnya ntu bocah cengengesan saat luka begitu. Aneh.

"Terus kemana lagi nih" tanyaku.

"Lurus aja kak" jawabnya.

Aku mengikuti petunjuk yang diberi. Untungnya jalanan tidak terlalu padat, jadi aku bisa menguasai jalan dengan santai walau masih gemeteran. | Cerpen Cinta Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga

"Itu kak klinik nya" ia menunjukkan sebuah bangunan putih berlantai dua yang bertuliskan klinik abulyrama. Aku segera menancap gas menuju tempat tujuan.

Akhirnya sampai juga, aku menghela nafas lega. Ku parkirkan kereta di depan halaman klinik. Aku pun segera turun.

"Tolongin dong kak" pintanya, aku melenguh sebel.

Aku menarik lengan bajunya perlahan agar tidak tersentuh kulitnya.

"Ee..maaf ka". katanya tanpa sengaja memegang pundak ku.

Aku kembali melenguh kesal. Kalau bukan karna dia sakit enggak bakal aku tolongin nih bocah, udah aku enggak jadi ikut seminar. Bakal dimarahi nih sama bu kepala kalau aku gak ikut ntu seminar. Aduh. Pusing deh.

Aku membantunya berjalan sampai ke dalam klinik. Kulihat tak banyak pasien, beberapa dokter memakai jas lengkap dengan teleskop segera mendatangi kami.

"Ayo kemari dek" seorang dokter segera memapahnya menuju ranjang.

Aku ingin menyusulnya namun seorang perawat menahanku dengan beberapa pertanyaan, "maaf dek, udah punya kartu?" tanyanya.

"Belum " jawabku singkat.

"Duduk aja dulu dek" sambungnya sambil mengambil sebuah kertas biru panjang.

"Nama yang sakit siapa?" tanyanya lagi. Aku terdiam sesaat, aku juga enggak tahu nama ntu bocah.

"Sebentar kak, saya tanya dulu sama orangnya" jawabku sambil senyum terpaksa. Kulihat si perawat kebingungan.

Aku berlari kecil menuju tempat si bocah dirawat, tanpa malu aku nyelonong masuk dan bertanya, "de, nama kamu siapa?" suara cemprengku membuyarkan aktivitas dokter. Kulihat mereka berdua menatapku dengan tatapan yang berbeda. Si dokter memasang wajah kebingungan dan si bocah menahan sakit. Wajahnya meringis ketika dokter sedang membersihkan lukanya.

"Azka al farezy" jawabnya dengan wajah meringis.

"Oke" jawabku singkat dan langsung balik ke meja perawat.

"Namanya Azka al farezy" jawabku mantap. Kulihat perawat segera menulisnya di kertas biru.

"Umurnya?" aduh aku lupa tanya lagi, alhasil aku balik ke tempat si bocah dan tanya umurnya.

Begitu seterusnya, aku harus bolak balik ke ranjangnya untuk bertanya identitasnya.

"Umurnya 19 tahun" .

"De, alamat kamu dimana?" aku bertanya lagi.

"Lamtemen" jawabnya.

Selesai mengisi biodata, aku menunggunya di kursi tunggu. Lumayan lama dan membosankan mungkin hampir setengah jam aku menunggunya. Mataku hampir terpejam, untungnya aku enggak sampai ketiduran. Biasalah efek begadang.

"Kak, makasih ya udah mau tungguin aku" tiba-tiba si bocah muncul dari samping dengan jalan terpincang-pincang.

"Kaki kamu di jahit de" tanyaku.

Ia hanya mengangguk sambil menahan perih. Lalu duduk di sampingku. Tak sengaja mata kami bertemu di jarak yang terlalu dekat menurutku. Deg deg deg, jantungku kembali berdetak kuat dan kencang. Segera ku alihkan pandanganku dan duduk di kursi lainnya. Suasana canggung sempat terjadi di antara kami, hingga aku memulai kembali bertanya padanya.

"Kok bisa sih kaki kamu luka separah itu? kayak habis jatuh dari tembok aja" kataku sok tahu.

"Lho kok kakak tau" katanya sambil nyengir.

"Lha jadi bener. Tuh kamu kualat artinya" tambah ku.

"Jera mah aku kak" katanya lagi.

"Aduh udah jam segini" kulihat 20 menit lagi jam 12. Acara seminar selesainya jam 12. Tamat deh riwayah aku.

"Kenapa kak" tanya si bocah.

Aku hanya menggeleng lemah.

"Kaka mau kemana biar aku antarin?" tanyanya tiba-tiba.

"gak de, kaka pulang aja. kalau balik ke hotel percuma aja, acaranya udah selesai" jawabku santai.

"Yaudah, aku antarin kaka pulang ya? " pintanya.

"Jangan de, lagian kan kamu lagi sakit" jawabku ngasal.

"Enggak ka, kita pergi pakai mobil temanku. Dia lagi menuju kemari sekarang ka" Jawabnya.

Aku hanya diam, bingung mau jawab apa. Kalau ditolak mubazir, dari pada pulang naik go jek pikirku.

Tin..tin.. klakson sebuah mobil membuyarkan lamunan.

"Itu dia ka, ayo ka" pintanya

Aku hanya mengikutinya. Kulihat ia membukakan pintu belakang untukku dan aku pun segera masuk. Ini bukan penculikan kan? curiga ku. Perlahan aku mulai masuk dan menutup pintunya. Aku segera membuka kaca jendelanya untuk jaga-jaga.

"Lho ka, kok kacanya dibuka" tanya si bocah.

"Panas de" jawabku ngasal.

"Nih ACnya dihidupin ka, tutup aja jendelanya" pintanya. Kedengaran janggal. Aku tambah curiga.

"gak de, kaka nyaman kalau buka jendela" jawabku lagi.

"Oke deh ka, boleh" jawabnya.

Untungnya dia gak marah sama kelakuan Aneh ku barusan. Huh, aku bernafas lega. Sekilas kulihat mereka sedang berbincang ringan pakai bahasa padang.

"Ngapo kaki awak tu? Itulah indak dengar yang ambo cakap bla bla bla... Dan aku malas mendengar apalagi menanggapinya. Aku jadi patung aja di belakang. Pattom.

Kalau dipikir-pikir sepertinya dia orang yang baik walau agak mencurigakan. Tapi ada yang aneh kok tumben ya aku mau nolongin cowok yang gak dikenal terus mau aja diantar pulang. Yach, walaupun masih adek -adek tapi tetap aja cowok. Kayaknya udah berlebihan nih. "Apa yang udah aku lakuin? (sambil pukulin wajah ke kaca mobil).

"Ka, kenapa kepalanya? Sakit ya?" tanya si bocah mengejutkan kebodohanku barusan.

"Em gak ada de" jawabku malu sambil garuk kepala yang mendadak gatal. Tapi wajar sih udah 4 hari gak keramas rambut, hihihi. Maklumlah wanita karier, wew. Mending aku masih sempat mandi walau cuma mandi bebek kata orang. Bukan sengaja loe, beberapa hari kedepan pengawas dari dinas akan berkunjung ke sekolah. Jadi, para guru di sibuk kan dengan hal sepele sampai berat. Hingga aku harus ikut seminar parenting itu, demi sertifikat. Udah kayak mahasiswa aja. Huh.

"Ka boleh minta nomor wa nya enggak?" tanyanya tiba-tiba menoleh ke belakang sambil menggenggam handphone adroidnya.

"Enggak" jawabku reflek.

"Kenapa ka? Padahal niatnya aku juga mau bantu kakak. Mungkin suatu saat nanti aku bisa berguna bagi kakak". Katanya lagi.

Wiiih..Jawaban apaan tuh. Berguna? Sepertinya dalam banget maksud nih bocah. Geli aja dengarnya, bisa juga bocah menggombal kakak-kakak yang umurnya hampir melewati lampu hijau. Untung belum, aku masih 24 tahun kok.

Bisa aja nih bocah alasannya, boleh juga sih mana tau beneran aku lagi butuh bantuannya. Fix, untuk kali enggak apa kali ya aku kasih nomor wa ku. | Cerpen Cinta Kisah Cintaku Pertemuan Yang Tak Terduga

- Bersambung -