Kisah April Mop Yang Membawa Petaka

Tanggal 1 April adalah salah satu hari dalam kurun waktu setahun yang paling aku tunggu. Alasannya sederhana, karena pada hari itu aku sering kali bisa menjahili teman-temanku dengan sesuka hati. Contohnya, dua tahun lalu, aku mengatakan pada teman-teman bahwa aku ingin naik ke puncak gunung sendirian. Mereka tentu melarang. Sebab, itu jelas berbahaya. | Cerpen Sedih Kisah April Mop Yang Membawa Petaka

Tapi, aku berlagak tak peduli dan tetap mempersiapkan segala keperluan. Begitu dirasa sudah kelewatan, baru aku mengatakan pada mereka bahwa aku hanya bercanda.

Hasilnya? Mereka tentu saja marah. Maka dari itu, di tahun berikutnya aku tak merencanakan jebakan April Mop dulu. Dan aku memutuskan untuk melanjutkannya tahun ini. Dengan rencana yang lebih ekstrim dan lebih menakjubkan.

[Aku sudah lelah hidup, Guys. Selamat tinggal. Datanglah ke apartemen untuk menghadiri acara kematianku.]

Itu adalah pesan terakhir yang aku kirimkan ke dalam grup chat di messenger. Reaksi teman-temanku jelas beragam. Mereka memintaku untuk tak bercanda, dan bahkan menanyai aku apa alasannya. Tapi aku hanya diam sambil terus membaca isi pesan-pesan yang masuk. Merasa geli sendiri karena kelihatannya mereka percaya padaku begitu saja. Mungkin karena bagi mereka April Mop itu konyol dan sudah tidak zaman lagi. Makanya mereka tak memahami maksud di balik niatku sesungguhnya.

Aku meletakkan ponsel ke meja setelah itu mulai menaburkan kelereng ke dekat pintu masuk, tidak lupa menuangkan minyak juga. Saat mereka mulai menekan bel, aku akan berteriak minta tolong sekeras-kerasnya. Aku yakin mereka akan sangat panik dan buru-buru masuk menerobos pintu depan. Lalu, terpeleset dan saling bertumpukan.

Itu akan kujadikan salah satu pemandangan terindah yang bisa kulihat.

Sudah dua jam berlalu sejak aku mengirimkan pesan itu. Akan tetapi, tidak ada satu pun dari mereka yang tampak berniat datang. Apakah mereka sudah mengetahui niatku sebenarnya? Jadi, mereka memilih untuk tak peduli.

Aku beranjak dari dapur sambil membawa sepiring camilan. Berniat mengambil ponsel yang kutaruh di meja ketika mendadak kakiku tergelincir.

Prang!

Piring yang kubawa jatuh dan pecah berhamburan, bersamaan dengan jatuhnya tubuhku ke atas lantai yang ternyata basah oleh minyak. Sial. Aku sama sekali tidak tahu bahwa minyak yang aku tuangkan bisa berceceran hingga kemari saat isinya aku bawa kembali ke dapur.

Aku baru hendak bangun sewaktu aku mendengar suara pintu yang diketuk kuat-kuat dari luar. Kontan saja aku terkejut, dan refleks berguling ke samping. Akibatnya, sungguh menyakitkan. Kaki dan juga perutku menindihi pecahan beling.

Aku mengerang. Menatap ngeri ke arah kaki serta perutku yang mulai mengeluarkan darah. Ah, menyebalkan sekali.

"Jacob! Kau di dalam?! Ini kami!"

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kalau sampai mereka melihatku seperti ini, aku yang justru nanti akan ditertawakan.

Aku berusaha bangun dengan sekuat tenaga, lantas mulai berjalan tertatih sambil meringis tanpa henti ke arah kamar mandi. Lantaiku jadi penuh oleh jejak darah. Bukannya mengerjai, aku yang sekarang jadi memiliki pekerjaan lebih.

Aku melepas kaus tanpa lengan dan melemparnya secara sembarang ke sudut kamar mandi. Selanjutnya mengambil ember serta cairan pembersih lantai. Dan aku mengumpat karena lupa mengambil alkohol terlebih dahulu untuk mengurangi efek pendarahan di lukaku demi mencegah infeksi.

Akhirnya, aku buru-buru membuka cairan pembersih lantai dan malah menumpahkannya ke lantai yang sudah kotor oleh jejak darahku. Membuatku mengerang frustrasi.

"Ah! Sial! Kenapa malah jadi kacau begini?!" umpatku kesal sendiri.

"Jacob, kau di dalam? Kami akan masuk sekarang!"

Tidak. Jangan!

Aku berniat membuka pintu kamar mandi. Melupakan cairan pembersih lantai licin yang tumpah di sekitar kakiku. Membuat aku terpeleset, dan seketika kehilangan keseimbangan. Pemandangan terakhir yang dilihat oleh kedua mataku adalah keramik westafel yang berada di dekat pintu.

Siapa sangka April Mop yang kurencanakan ini justru berakhir menjadi bencana?

BRAKK! | Cerpen Sedih Kisah April Mop Yang Membawa Petaka

Para pemuda itu saling beradu pandang setelah mendengar bunyi benda yang jatuh dengan sangat keras dari dalam ruangan yang pintunya baru saja mereka buka. Saat hendak melangkah, mereka menahan diri begitu menyadari ada banyak sekali kelereng serta minyak yang berceceran di lantai.

"Ini pasti ulah Jacob."

Mereka tertawa geli. Tidak habis pikir mengapa salah satu kawannya ini harus susah-susah menyiapkan jebakan yang sangat kekanakan seperti ini.

Satu demi satu langkah diambil oleh mereka dengan hati-hati. Begitu tiba di dapur, semuanya terhenyak tatkala menemukan jejak-jejak darah yang terlihat mengarah ke kamar mandi.

"Jacob, apa kau baik-baik saja?"

"Sial! Cepat panggil 911!"

Salah satu dari mereka melangkah dengan buru-buru sekaligus penuh waspada ke kamar mandi. Takut-takut tergelincir dan membuatnya jatuh ke lantai penuh pecahan beling.

"Jacob, kami datang!"

Seruan itu tak ada yang menjawab.

Pintu didorong ke dalam, dan pemuda itu tersentak ngeri mendapati tubuh penuh darah yang tergeletak tak berdaya di lantai kamar mandi dengan bagian wajah yang hancur. Di ujung keramik westafel yang ada di atas tubuh itu tampak bercak darah.

Pemuda itu meneguk ludah. Tubuhnya yang melemas bersandar ke sisi pintu.

"Maafkan kami, Jacob. | Cerpen Sedih Kisah April Mop Yang Membawa Petaka

Kami terlambat untuk menolongmu."