Dear, you ... yang kini nama akunnya tak lagi memenuhi notifikasi dan deretan pesan.
Semoga kamu baik-baik saja walau kita tak lagi saling menyapa dan bertukar kabar. Sebenarnya sakit kurasa saat kamu katakan kita harus merubah langkah untuk tak lagi beriringan. Tapi mau bagaimana? Demi kebaikan kita kamu jadikan alasan. | Cerpen Cinta Kisah Cinta Tersebab Seorang Maya
"Ayo ... keluarkan unek-unek kamu. Karena ini terakhir kalinya aku akan menelponmu," suaramu terdengar sendu saat itu.
Sebenarnya banyak yang mengganjal di pikiran. Tapi entah ... mengapa sulit untuk kukatakan?
"Ayo, Nduk. Jangan ragu."
Oh ya Tuhan ... mengapa terasa sesak? Membayangkan tak lagi menerima perhatiannya, sikap sok dewasanya, dan apapun tentangnya, walau semuanya tergambar hanya lewat kata-kata.
Yang berputar-putar di kepala, "bagaimana kalau aku merindumu?"
-Oktober 2017-
Saat kutemukan tulisanmu yang mampu mengocok perut di sebuah grup kepenulisan terbesar di facebook. Tulisan pertama, katamu. Dan ajaibnya diterima para pembaca dengan lapang dada. Puluhan komentar kamu dapati. Terkecuali aku, yang hanya mengapresiasi tulisanmu dengan jempol, karena tak berani. Begitu seterusnya kulakukan sampai bulan kedua di tahun 2018. Karena geregetan membaca responmu yang ramah kepada semua yang berkomentar, jadilah emot tertawa kujadikan komentar di lapakmu untuk pertama kali. Balasanmu sebuah sapa, dan kulihat sama seperti kepada yang lainnya. Agak kecewa sebenarnya, tapi tak mengapa.
-Februari 2018-
Kamu baru saja putus dengan kekasihmu yang katamu hubungan kalian tidak sampai seminggu. Menurutku lucu, tapi aku tahu kalian pasti terluka walau aku tak paham tentang alasan kalian berpisah. Apalagi kamu, mungkin luka yang kamu rasa besar, sampai beberapa hari akunmu hilang dari dunia per-facebook-an.
Aku khawatir saat akunmu hilang, hingga saat kamu muncul lagi di permukaan, aku mencoba hadir di hidupmu. Menjadi teman untuk mengadu, berbagi cerita, berbagi duka, dan semuanya yang patut diperbincangkan.
Entah bagaimana ... mulai kurasakan tumbuh benih rasa yang mendebarkan. Setiap hari dipupuk perhatian. Adapula percakapan yang nyaman. Bolehkan disimpulkan jika aku sayang?
"Bagaimana kalau aku menyayangimu?"
Kalimat itu terkirim dengan sang penerimanya adalah kamu. Sebenarnya gila! Tapi ah ... terlanjur kukatakan itu.
Ada banyak jawabanmu dan itu kita debatkan. Tapi lebih baik tak usah diceritakan. Cukup sampai ini. Hingga tibalah di masa aku bertanya-tanya, "kita itu apa?"
Karena kita saling melempar perhatian, setiap hari topik pembicaraan tak lagi biasa, tapi tak ada hubungan. Kita hanya saling sayang. Mungkin kamu bosan menerima tanyaku, hingga kamu berkata, "kamu mau kita pacaran?"
Jawabanku, "tidak!"
Dan saat itulah aku sadar, kalau kedekatan kita sebuah kesalahan.
"Menjauhlah, dan aku akan menjauhimu. Jangan kotori cinta yang seharusnya untuk suamimu nanti."
Kalimat itu kuterima darimu. Aku paham, tapi mengapa terasa menyakitkan? Mengapa secepat ini kamu usaikan?
"Begini saja, ya. Untuk waktu tak ditentukan jangan pernah berhenti berdoa supaya kita disatukan, disatukan di sini maksudnya dalam pernikahan, kalau tidak, mintalah kita diberi yang lebih baik." lanjutmu.
Dengan sakit yang merajam, kucoba menerima. Kamu pun menjauh. Kita tak lagi bersama.
Teman-temanmu berdatangan, memberiku semangat. Aku bersyukur untuk itu, setidaknya aku merasa tidak sendirian.
-Maret 2018-
Entah bagaimana awalnya, apa yang menjadi kesepakatan kita ingkar. Kedekatan itu kita bangun kembali, kali ini lebih kokoh. Di akhir pekan, tak lupa kita berbincang via telepon sebelum terlelap. Itu menyenangkan. Mendengar suaramu. Menerima candamu. Menikmati tawamu. Walau sebenarnya jauh, aku merasa kita dekat saat itu.
Tapi ... mau bagaimana pun kita mencoba mempertahankan ini, semuanya akan kembali ke awal. Hari ke-25 bulan April, kita tuntaskan apa yang menjadi kesepakatan. Yah, kita kembali saling memunggungi. Menyerahkan akan bagaimana kita kepada Tuhan. Karena kita sadar, kedekatan kita sebuah kesalahan. Kedekatan kita hanya akan mendatangkan murka Allah. Mengumbar sayang, mengumbar cinta, mengumbar rindu, tapi tak ada hubungan halal.
Bagaimana kabarmu? Semoga baik-baik saja. Masih ingat kesepakatan kita? Iya, saling berdoa agar disatukan atau diberi yang lebih baik. Sebentar lagi mungkin kita akan menetap di daerah yang sama. Yang entah apakah ini ujian atau sebuah kebetulan? Apapun itu ... semoga tak menjadikan kamu berhenti untuk menjalankan kesepakatan kita.
Maaf, baru kuterima tantanganmu untuk menuliskan kisah kita, itu pun tak lengkap ceritanya. Kenapa? Sebenarnya kita itu rumit. Rumit sekali. Sampai-sampai aku pun sulit memahami.
Dear, tenang saja. Namamu ada dalam daftar doaku. Apalagi kita. Ada selalu. Terima kasih telah pergi, semoga Allah meridhoi dan mempermudah langkahmu. | Cerpen Cinta Kisah Cinta Tersebab Seorang Maya
Untuk saat ini yang tak kupercaya, benarkah bisa berawal maya akan menjadi nyata?