Jatuh cinta lewat sosial media? Kau bercanda? Waspadalah!
"Sayang, hei ... sayang. Argh! Sinyal!" | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat Yang Membawa Petaka
"Sayang, hei ... sayang. Argh! Sinyal!" | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat Yang Membawa Petaka
Lelaki bertubuh tegap berisi itu gusar mengacak rambut.
Bangkit dari kursi, langkahnya tidak beraturan dengan ponsel mengarah ke depan muka. Memaksakan panggilan video dengan sosok di seberang sana.
Aku hanya mengangkat alis. Tangan kanan menopang dagu di atas meja. Lelaki berisik itu akhirnya pergi meninggalkan restoran. Lanjut sebelah tanganku menggeser-geser layar ponsel pintar dalam genggaman. Mengintip aplikasi Facebook.
Sebenarnya belakangan aku anti jejaring sosial ini. Semakin lama banyak pengguna-pengguna aneh di dalamnya. Tapi kembali mendaftar akun baru, sejak beberapa minggu lalu seorang teman SMA mengirimiku novel perdananya. Aku tak tahu sejak kapan dia suka menulis. Yang pasti katanya kemampuan menulis itu muncul berkat bergabung di grup kepenulisan Facebook.
Dia tahu sewaktu sekolah dulu, begitu candunya aku pada buku, tulisan, dan majalah dinding. Dia ingin aku belajar 'santai' di grup literasi itu. Kalau dia bisa menerbitkan satu buku bagus, apalagi aku?
Ah. Ratna terlalu meninggikan orang lain.
Baru berapa minggu, karena rutin menyimak setiap diskusi. Aku cepat menyerap ilmu.
Banyak juga penulis muda berbakat. Grup kepenulisan itu memiliki dunia tersendiri. Sepertinya asyik. Akun baru ini sengaja demi dunia literasi yang sudah lama kutinggal. Ratna menyarankan agar menambahkan akun-akun penulis di sana sebagai teman. Done!
'Lihat keluar sayang, bukankah langit hari ini begitu cerah?'
Tulis status seorang teman maya, di status dia menandai akun seorang pria. Yang semakin hari kutahu, si pria adalah idola di grup itu. Mereka ... pasangan penulis yang digilai banyak anggota. Pasangan kekasih maya?
Grek!
"Maaf, Dek. Lama ya menunggu?"
Tersenyum ketika lelaki berkulit sawo matang muncul menggeser kursi, duduk di hadapanku. Mengalihkan fokus dari gawai. Kembali aku melihat dunia nyata ... kini di depan mata.
"Hm. Widy maklum. Udah selesai kerjaannya? Yakin? Gak bakal tiba-tiba ninggalin lagi, kan?"
Dia tertawa. Tampak gigi putih berjejer rapi. Merah bibir tipis, menambah kesan manis.
Namanya Kak Wahyu. Kami sama-sama anak rantau di kota metropolitan. Siapa sangka ternyata berasal dari satu halaman. Sebuah kota kecil di tengah provinsi Sumatera Utara. Ambisinya adalah menjadi wirausaha, sekarang dia punya beberapa barbershop dan produk minyak wangi buatan sendiri yang dipasarkan sampai ke banyak kota.
Tidak sepertiku terikat kerja di sebuah perusahaan pemasaran hasil perkebunan. Pun hanya karyawati biasa.
Akhirnya kami memesan makanan. Sejak tadi aku menunggu dia dengan perut melilit.
"Sabtu ini ada acara?"
"Kosong, kenapa, Kak?"
"Bisa nemanin kakak, dong? Ke nikahan temen."
"Oh, bisa. Temen yang mana?"
"Widy gak kenal, Mas Bambang namanya. Perjalanan cinta dia itu ribet banget, lho."
Pelayan datang membawa nampan berisi makanan yang kami pesan. Kami diam sejenak. Lanjut setelah sajian siap disantap.
"Ribet gimana?" Aku penasaran.
"Dia di Medan, si cewek dari Banjarmasin. Kenalnya sepuluh tahun lalu, malah lewat Facebook. LDR selama itu, bisa juga ya naik pelaminan. Luar biasa."
Aku tertawa kecil. "Apa sih yang gak bisa? Kalau Tuhan udah berkehendak."
Dia berdehem.
Dalam benak, pemikiranku juga sama. Mereka mungkin salah dua orang tersabar di dunia. Tapi tetap saja aku bingung. Lewat ruang fana, bagaimana awalnya mereka bisa saling percaya? Dari mana getar itu berasal hingga menyatukan dua jiwa yang saling jauh?
"Wid ... Widy, hape kamu bunyi terus."
"Iya ... iya," bergegas keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Kuambil gawai berdering dari atas ranjang. Belum sempat di angkat, panggilan berakhir.
6 panggilan tak terjawab Kak Wahyu.
Menghela napas. Berencana balik menelpon. Tapi, seperti sedang malas bicara. Biar sajalah. Sambil mengeringkan rambut, kubuka kembali aplikasi Facebook. Banyak bacaan menghibur di sana. Duduk bersandar di kepala tempat tidur.
Mata tiba-tiba terpaku, sebuah postingan gambar seorang pria. Kurus tinggi, bermata sipit. Kira-kira sedikit lebih tua dari kak Wahyu. Rambutnya legam dan lurus.
Abirama ... penulis idola di grup literasi. Mengintip komentar-komentar dulu, katanya dia sudah menerbitkan beberapa buku.
Foto dia banjir 'like' dan pujian.
'Oppaaa, sarangheo!'
'Abang ganteng, ih sisain satu yg kek gini ya Alloh.'
'Oh ... begini wujud si Om, lope-lope!'
Ck! Ganteng apaan? Mata mereka pada minus apa. Mengamatinya tanpa sadar, aku mendelik! Kalau dia sampai dipuja begini, apalagi kak Wahyu.
Hah! Sudahlah. Tidak ingin 'kepo'. Lanjut menyimak diskusi-diskusi kepenulisan. Entahlah. Mimpiku sejak kecil adalah menjadi seorang penulis. Tapi Ayah selalu melarang. Ia berharap aku menjadi wanita karir atau PNS. Biarkan aku menulis saja. Oh Tuhan, beri aku kesempatan!
Tring!
Satu pesan messenger muncul. Dari akun yang tidak asing.
Penyu Darat :
[Hai, Cinta Maya?] | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat Yang Membawa Petaka
Eh? Dia salah satu penulis senior di grup literasi. Ada apa gerangan? Oh iya. Di Facebook aku membuat nama akun 'Cinta Maya'. Tersadar nama yang telah kubuat, jadi tertawa sendiri. Entah bisikan dari mana sampai memilih nama aneh begini.
Aku :
[Hai, Bang Penyu?]
Teringat beberapa waktu lalu mengomentari postingan puisinya. Kami saling berbalas komentar. Karena aku memang terpukau dengan diksi indahnya. Hanya itu. Agar tidak dianggap sombong, kuladeni saja chat dia. Membahas tentang literasi.
Siapa sangka, chat lanjut sampai hari-hari berikutnya. Dia mulai tertarik untuk tahu kehidupan nyataku. Oh, Tidak! Ragu. Mungkin dia penasaran sebagai teman? Tapi perasaanku mengatakan tidak demikian.
Sedikit sajalah. Boleh dia tahu.
"Wid, gak ikut makan siang?"
"Bawa bekal," jawabku menunjukkan bekal ke atas meja. Bercanda sebentar dengan teman-teman kantor yang hendak keluar makan siang. Setelah mereka hilang dari balik pintu lift. Aku mulai membuka kotak bekal.
"Allahumma baarik llana fim...,"
"Dasar pelakor!"
Hiaaa! Rambutku diremas oleh seseorang lalu ditarik kuat ke belakang juga ke samping, nyaris terjerembab dari atas kursi hidrolik yang berputar-putar.
Menjerit kesakitan. "Tolong!"
Orang-orang berbondong datang, ikut panik memisahkanku dari cengkeraman wanita bertubuh besar bernafsu meremukkan tubuh kecilku. Beberapa teman kantor agak kesusahan menahan dia yang terus meronta.
"Pelakor! Lepaskan! Kau ... habis ditanganku!"
Menangis memegangi kepala juga tubuh dirasa sakit. Dia siapa?
Hiks.
"Ma, Mama apa-apaan!" Satu lagi orang aneh muncul, bertubuh mungil dengan tengah kepala plontos.
Tunggu ... wajahnya tidak asing. Itu wajah yang ada di foto profil si Penyu Darat. Dasar dia! Emosi, melepas sebelah high heels. Kutodongan ke muka mereka.
"Pergi! Kalian siapa? Pasangan absurd! Tinggalkan kantorku. Dan kamu! Dasar penyu darat!"
Sepatu siap menjitak kepalanya yang lebih rendah dariku. Tapi tiba-tiba Pak manajer muncul dari dalam lift. Tubuhku menegang.
Lelaki berkumis tebal itu menatap tajam kami satu persatu.
Kenapa manusia maya ini bisa muncul ke kehidupan nyataku? Kumohon jangan lagi!
Habislah! Nasib pekerjaanku terancam! | Cerpen Sedih Kisah Cinta Maya Chat Yang Membawa Petaka