Aku Sangat Butuh Sandaran Dalam Pelukanmu

Dengan menyandingnya di antara kau dan aku, kau tahu betul itu akan menyakitiku, sehingga aku harus memilih kehilanganmu. Tega kamu, Galih. | Cerpen Sedih Aku Sangat Butuh Sandaran Dalam Pelukanmu

"Aku tidak akan melepaskanmu, Kirana." Rajukmu, menahan tanganku, meraih dan menggenggamnya erat.

Dan lepaskanlah tanganku, "ia lebih membutuhkanmu, dari pada aku." Kau tahu aku tidak akan hancur, oleh sedalam apapun luka yang kau torehkan. Kau pernah mengatakan betapa aku adalah seorang perempuan yang tangguh, bukan?

"Kirana, aku mohon..." Kau menghiba, "beri waktu untuk aku membereskan persoalan ini dengannya."

Untuk?

Dan kau diam, dan aku tahu kau hendak mempersiapkan keadaannya, membuatnya mengerti, mengenai kesalahpahaman perasaan di antara kalian.

Kau lelaki yang percaya setiap kesalahan lelaki akan selalu termaafkan. Mungkin akan selalu ada perempuan semisalkan itu. Tapi, itu bukan aku.

Untuk?

Kembali padaku, dan membuatnya mengerti bahwa kau mencintaiku, sehingga dengan penuh kerelaan dan kemurahan hatinya, ia melepasmu, untukku?

Dan, bagaimana kau berfikir, atau kalian berfikir aku masih menginginkanmu, Galih? Kau boleh berfikir ada perempuan yang demikian. Tapi, itu bukan aku!

"Ia tidak pernah tahu, kau telah bersamaku sebelum ini, Kirana." Kau tertunduk lesu, murung. "Dan ini adalah kesalahanku sepenuhnya." Tapi, itu hanya pembelaanmu. Selalu ada seribu satu alasan atas alibi cinta dan kesilafan.

Pengakuan yang seolah hendak menunjukan sikap kesatria, menunjukan betapa kau merana dan patut dibelaskasihani. "Sayang, hati itu cuma satu, sekali patah tak tergantikan."

Di sini, di lorong dekat deretan pintu-pintu ruang rawat, salah satunya ruang di mana ia tengah terbaring diberikan perawatan dari cedera melukai dirinya sendiri, "semua oleh karena kau!"

Dan tatapanmu, seolah aku muncul di saat yang tidak tepat. Sebaliknya, aku merasa ini adalah moment yang tepat, mengetahui sebenarnya dirimu, Galih.

Masih kau menahanku, kendati aku menepis tanganmu hendak berlalu.

Kau menyeru lemah, dengan tatapan mata letih dan sembab, "Kirana, aku mohon..." Menghiba, butuh pertolongan, jiwamu dalam bahaya. Suatu informasi yang kau tularkan agar aku peduli padamu, hidupmu dan omong kosong cintamu itu, Galih.

"Seolah tak berdaya, dia lebih memilih mengakhiri hidup, dari pada kehilanganmu." Tiba-tiba air mataku menitik, kendati sedapat mungkin aku membendungnya, namun tak kuasa. Bibirku bergetar, "jadi kau cukup percaya diri, bahwa aku tidak bisa hidup tanpamu?"

Sedapat mungkin aku mengatakan hal itu penuh ketabahan, nyatanya aku memang terluka. Iya, aku tidak bisa hidup tanpamu, tapi bila pun harus; tapi tak begini. Jadi maafkan aku, bila... "kau sudah tidak berarti bagiku, mengkhianatiku dan melukai perempuan lain, oleh hanya alasan kesilafan hasrat lelaki? Ini sudah berakhir."

Lekas kubalikan badan, berjalan gontai menelusuri lorong koridor gedung, meninggalkannya. Biar kutabah saja, sebelum kau melihatku menangis, dan butuh sandaran dalam pelukanmu.

Biar air mataku jatuh sekali untukmu, cintai dan lindungilah ia seperti seharusnya kau lakukan itu bagiku. "Selamat jalan, kekasih."

Seandainya kapan, entah masa yang mana kau menanyakan kabarku, aku akan bilang bahwa, "aku baik-baik saja, percayalah." | Cerpen Sedih Aku Sangat Butuh Sandaran Dalam Pelukanmu