Jakarta, 26 oktober 2015
"Kamu lihat," tangan Reyhan menunjuk Sang Rembulan dan banyaknya bintang yang singgah di kegelapan malam, "serasi, bukan?" | Cerpen kehidupan Kisah Bulan Dan Bintang Serta Malam
"Sangat." Embun tampak menikmati suguhan malam yang terlihat. Senyuman terus terukir dibibir tipisnya.
Reyhan mengalihkan tatapannya kepada wanita disampingnya. Embun Adyania Sasmita. Wanita asal Chinese-Manado dengan lesung pipit yang tak pernah lepas dari senyumannya, Matanya menatap Embun dengan sesuatu yang tak bisa diartikan.
"Kamu selalu cantik, Embun ... " lirihnya hampir tak terdengar.
"Eh? Apa yang cantik, Rey?" Kening Embun mengkerut, tampak mencerna kalimat yang Reyhan lontarkan.
Seketika Reyhan tersadar. Dikedipkan matanya berulang kali seraya diarahkan pandangannya kedepan.
"Bintangnya, cantik."
"Ohhh ... Rey, kalau aku memberimu pilihan, kamu ingin seperti siapa? bulan? atau bintang?"
Angin malam membuat Embun memeluk dirinya sendiri. Reyhan yang melihat itu, segera melepas jaket yang dipakainya, lalu dengan perlahan di sampirkan ke bahu Embun. Wangi maskulin menyeruak masuk kedalam indera penciuman Embun. Sesaat mata mereka saling menatap, terkunci akan sesuatu yang tak bisa dijelaskan. Reyhan tersadar. Matanya lebih dulu mengalihkan tatapan dari Embun, takut terbawa suasana semakin dalam.
"Supaya enggak dingin lagi ..." Reyhan tersenyum canggung, mencoba menjelaskan kelancangan dirinya tadi. sedangkan Embun tampak tersipu malu, "kalau kamu? mau jadi siapa? aku ingin dengar dari kamu dulu." lanjutnya membahas pertanyaan Embun.
Embun berdehem sebentar, mengalihkan rasa gugup yang melandanya.
"Aku ingin seperti bintang ..." Pandanganya kini lurus kedepan, memandang gedung-gedung yang bersinar dikala malam, "bagiku, bintang adalah cahaya yang enggak pernah pudar. Walau kadang, cahaya bintang sering dikalahkan bulan, ia tak pernah menyerah. Ia tetap bersinar sendiri. Dan aku ingin seperti itu." Lagi, Embun tersenyum. Begitu pun Reyhan, ada rasa haru yang menyeruak ke dalam hatinya.
"Aku enggak nyangka, kamu Si Gadis manja bisa puitis jugaa hehe ..." Reyhan terkekeh, perkataannya tak sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya.
Embun mendelik pura- pura marah ke arah Reyhan, "Mulai yah! Sekarang giliranmu."
"Kalau aku ... Aku enggak ingin jadi bulan, ataupun bintang," ada jeda sejenak. Embun tampak ingin memprotes jawaban Reyhan, tetapi tak ada satu katapun terucap dari bibirnya. Reyhan menutup matanya seakan menikmati angin malam yang menusuk kulit putihnya.
"Aku ingin menjadi malam, tampak sederhana. Ia rela menjadi gelap, supaya bisa memberi tempat untuk orang lain bersinar. Tak terlalu banyak menuntut, tapi ia begitu berjasa, bukan?"
Tak mendapat respon apapun dari Embun, Reyhan menoleh, mendapati Embun menatapnya lekat seakan berbinar mendengar jawabannya.
"Bulan bisa menghilang, begitupun bintang. Tapi gelap malam, ia abadi ..." Reyhan melanjutkan perkataannya tapi kini dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, " aku ingin seperti itu. Menemanimu tanpa menuntut apapun dan memberimu ruang untuk bersinar tanpa mengharapkan apapun."
Embun terenyuh, Dihadapkan tatapannya kedepan. Ada perasaan asing yang mencoba masuk ke dalam hatinya, semacam rasa suka? haru? atau apa? Ia menggelengkan kepala, meghalau bentuk rasa apapun yang mencoba tiba-tiba masuk.
"Sudah malam, Rey. Aku pulang dulu ... Kamu juga, jangan betah di kegelapan malam." Embun tersenyum, mengembalikan jaket yang tadi dipakainya kepada Reyhan, kakinya berjalan menuruni tangga dari balkon tempat kerja mereka berdiri tadi.
Mata Reyhan menatap Embun yang kini sudah menghilang dari tatapannya. Ia tertunduk lesu, rasa sesak kembali membuatnya sulit bernapas, "Andai kamu tahu Embun ... Delapan tahun kita menjalin ikatan persahabatan, selama itu pun cintaku jatuh padamu." Air mata Reyhan ikut terjatuh bersamaan dengan ucapannya, seolah ia sudah tak sanggup lagi menahan apapun yang kini di tahannya.
Reyhan menangis, untuk wanitanya. Untuk wanita yang dicintainya. Rembulan, bintang dan gelap malam menjadi saksi bisu akan cinta yang ia sembunyikan selama delapan tahun ini, "Maafkan aku sahabatku ... Aku mencintaimu." lirihnya tak pernah tersampaikan.
Reyhan jatuh dalam cinta diamnya, dan ia pun rapuh dalam cinta yang tak bisa disuarakan kepada sahabat wanitanya, Embun Adyania Sasmita.
=======
Bandung, 12 oktober 2017
Lelaki itu mematut dirinya di cermin. Ia nampak gagah dengan jas tuxedo yang dipakainya. Beberapa kali ia menghela napas, berusaha menenangkan dirinya yang tampak gusar.
"Rileks, Arya." Lelaki yang bernama Arya menoleh. Tersenyum sumringah melihat ada lelaki lain yang berdiri di depan pintu kamarnya.
"Bang Reyhan!" Reyhan tersenyum tipis, sembari berjalan mendekati Arya. Memeluk Arya dengan penuh kasih sayang, "Adik gue udah besar yah. Padahal dulunya masih suka main kelereng, sekarang aja udah mau nikah. Eh malah mau langkahin gue lagi hehe" Arya terkekeh seraya membalas pelukan Reyhan dengan kencangnya.
"Gue kira, lu enggak bakal datang, Bang."
"Kenapa mikir gitu?" Kening Reyhan mengkerut, segera dilepaskan pelukannya dari Arya.
"Yah enggak, tau kan, Abang gue tuh sibuk bangett."
"Lebay!"
"Dari dulu gue udah gitu, Bang." Reyhan terkekeh sembari mengacak rambut Arya pelan.
"Abang! nanti rambut Arya enggak rapi lagi ... " Arya kembali berjalan menghadap cermin, tangannya terjulur merapikan rambut yang kini tampak sedikit berantakan.
"Udah hafal belum ijab qabulnya? awas loh, salah nyebutin nama." Arya menghentikan aktivitasnya. Lalu kembali menghadap Reyhan yang kini sedang menatapnya. | Cerpen kehidupan Kisah Bulan Dan Bintang Serta Malam
"Udah dong, mau dengar?" Reyhan mengangguk pertanda menjawab pertanyaan Arya.
"Ehemm," Arya berdehem sebentar, mencoba menghilangkan gugup yang melandanya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Embun Adyania Sasmita dengan seperangkat alat sholat dibayar, tunai!"
Reyhan tersenyum getir. Rasa sesak yang dulu ia rasa, kini membuatnya sulit bernapas, lagi. Matanya kini berkaca-kaca. Ia menggigit bibirnya dengan keras, mencoba menghalau rasa sakit yang tak terkira dari dalam hatinya.
"Bang? lu enggak papa kan?"
Reyhan menyeka air matanya yang tiba-tiba terjatuh, " Enggak. Gue cuma enggak nyangka aja, lu udah dewasa."
Arya tersenyum dengan lega, " Iya dong ... Makanya elu juga harus cepat nyusul!" Reyhan mengangguk tersenyum sebagai jawaban celotehan Arya.
"Yaudah, Bang. Aku turun dulu. Mau siap-siap dibawah."
Reyhan tak mampu berkata sepatah kata apapun selepas Arya pergi. Bibirnya kelu, hatinya sendu. Matanya kini berkaca-kaca. Kini, dua orang yang sangat dicintainya bersatu didalam ikatan pernikahan.
Harusnya dia bahagia, bukan? Tapi, hatinya berkata lain.
Ia tidak bahagia!
Bisakah ia berbahagia, sekarang? Bisakah gelap malam ini menemui takdir yang membuatnya berbahagia? Berapa lama lagi Takdir mempermainkan dirinya, sekarang?
Ia tidak bahagia!
Bisakah ia berbahagia, sekarang? Bisakah gelap malam ini menemui takdir yang membuatnya berbahagia? Berapa lama lagi Takdir mempermainkan dirinya, sekarang?
Reyhan tertawa, untuk dirinya sendiri, "Kenapa, Embun? Kenapa harus Arya yang kamu cintai?" Matanya kembali menangis dalam diam. Lihat, dalam menangis pun ia harus diam. Tak cukupkah dengan hanya cintanya saja yang diam?
Reyhan menyeka air matanya, "Mungkin takdirku cuma menjadi gelap malam ... yang hanya menjadi tempat untukmu bersinar bersama dengan orang yang kamu cintai, Embun." Reyhan mencurahkan isi hatinya, seorang diri. Tanpa ada siapapun disini.
Reyhan menatap tamu yang berdatangan dari jendela kamar Arya, "Semoga berbahagia, Embun." lalu dengan perlahan dilangkahkan kakinya menuruni tangga tempat Akad akan segera berlangsung.
******
Reyhan disana, duduk bersama para tamu yang ikut menyaksikan pernikahan Arya dam Embun. Tak ada ekspresi apapun diwajahnya. Seolah, ia telah pasrah dengan apapun yang akan terjadi dengan dirinya.
Ucapan 'Sah' seketika menggema setelah Arya mengucap ijab qabul tanpa ada kesalahan apapun. Kini, Embun berhasil dipersuntingnya.
Reyhan tertunduk. Hatinya menangis. tapi tak ada air mata yang keluar dari matanya. Ia lelah. tetapi, bukankah ini kesalahannya? kalau saja dulu, ia memberanikan diri mengungkapkan apapun yang ia rasakan kepada Embun, mungkin ia yang berada disitu. Di tempat Arya duduk sekarang. Mengucap ijab qabul dengan lantangnya menyebut nama Embun. Dan hidup berbahagia dengan anak-anak yang membuatnya bertambah bahagia.
Namun sekarang apa?
Reyhan yang terlalu takut akan segala kumungkinan. Ia yang takut Embun akan menolaknya. Ia yang takut Embun tak mencintainya. Dan ia yang takut Kebahagiaan Embun bukan miliknya. Lalu, bagaimana jika kebahagian Embun adalah Reyhan? bagaimana jika Embun sebetulnya menunggu Reyhan? tapi, Reyhan tak pernah mengungkap apapun. ia terlalu menyimpan segalanya sendiri. dan ia pula yang harus menanggung rasa sakit itu ... sendiri.
Reyhan yang terlalu takut akan segala kumungkinan. Ia yang takut Embun akan menolaknya. Ia yang takut Embun tak mencintainya. Dan ia yang takut Kebahagiaan Embun bukan miliknya. Lalu, bagaimana jika kebahagian Embun adalah Reyhan? bagaimana jika Embun sebetulnya menunggu Reyhan? tapi, Reyhan tak pernah mengungkap apapun. ia terlalu menyimpan segalanya sendiri. dan ia pula yang harus menanggung rasa sakit itu ... sendiri.
Reyhan mendongakkan kepala. Disana! ia melihat wanitanya tersenyum manis dihadapan semua orang. Berjalan penuh anggun, menuju tempat suaminya, Arya Abimanyu.
Dengan kebaya pink yang melekat ditubuh putihnya, Reyhan menatap teduh wajah Embun, "Cantik ..." gumamnya tanpa sadar.
Mata Embun tanpa sengaja bertemu dengan mata teduh Reyhan. Embun tersenyum. Ia nampak bahagia sekarang. Ada suami dan sahabatnya yang akan selalu menemaninya nanti.
Reyhan tak sanggup membalas senyuman yang diberikan Embun. Setelah Embun duduk bersama Arya, ia merasa sudah tak bisa lebih jauh lagi melihat acara ini.
Reyhan berdiri, melangkah pergi dari tempat yang membuatnya hatinya patah berkeping-keping. Ditinggalkan sepucuk surat ditempat duduknya tadi, berharap Embun dapat membacanya jika mempunyai kesempatan.
Kini, Sebagian jiwa Reyhan menghilang. seiring dengan hati yang telah ia buang.
Reyhan berjalan tak tentu arah. kemanapun, asal ia menjauh dari tempat Arya dan Embun berada. Sedari tadi, ia berjalan sembari menduduk, tak menghiraukan apapun yang berada didepannya! Beberapa kali terdengar klakson mobil dan seruan untuk menyuruhnya menepi dari jalanan.
Sampai pada akhirnya ...
Tiiinnn!!
Brakkkk!!
"Akhhhhhhh ..." | Cerpen kehidupan Kisah Bulan Dan Bintang Serta Malam
- Bersambung -