Diasah Dieksekusi Dan Hiduplah Sekali Lagi

Suatu ketika, di tahun 2004, saya bertanya kepada seorang kontributor sebuah harian, bagaimana caranya agar bisa menulis di koran. | Cerpen Motivasi Diasah Dieksekusi DAn Hiduplah Sekali Lagi

Beliau bertanya, kamu bisa nulis?

Saya jawab dengan ke-pede-an tingkat tinggi,"Bisa, Mas,"

"Oke, kalau gitu tulis dan Mas lihat kayak apa bentuknya (tulisan saya),"

Maka saya tulislah sebuah artikel tentang pertambangan rakyat. Saya serahkan kepada beliau untuk dicek.

Hasilnya?

Dari empat lembar folio yang saya serahkan, hanya kurang dari satu halaman yang bebas dari coretan.

Alasannya?

Tulisan saya menggunakan kalimat yang tidak efektif, banyak pengulangan kata, banyak ejaan yang tidak terstandar antara Bahasa Indonesia, Inggris, Jawa, Melayu, prokem, pokoknya tidak karuan bentuknya.

Soal tanda baca?

Jangan tanya kacaunya, sekacau hati saya saat mendengar Linkin Park mau ganti vokalis yaitu si Raisa.

Beliau lalu memberi ketikan perbandingan yang hasilnya setelah dibaca memang khas ala 'tulisan koran'.
Itu beliau baru menyoroti dari segi kepenulisan, dari segi materi lebih kacau lagi. Tema yang saya angkat dalam artikel itu adalah tentang pertambangan rakyat, tapi bahasannya melebar kemana-mana.
Pendek kata, artikel saya gagal total.

Lalu saya coba tulis puisi dan cerpen. Minta beliau membaca, sayangnya, beliau dengan rendah hati mengakui "Mas gak mudeng puisi dan fiksi,"

Aihh...orang kalau sudah ahli memang suka begitu. Merendahkan diri.

Beda ya, dengan kita yang baru belajar ini, merasa bisa, merasa jadi author (Yeah, in English author means: penulis, oke lah)

Jadi saya mau ikut istilah milik Bang Ferry Hidayat aja, deh. Saya ini penulis status facebook. Lebih spesifik, lebih aman, lebih bisa membela diri saat ada yang komplain "Penulis kok tulisannya kayak gitu!"

"Ayee... saya kan penulis status Facebook...."

Dan sekarang, 14 tahun setelah tahun 2004 itu, tulisan saya tidak jauh berbeda. Tetep penuh dengan pengulangan kata, tetap menggunakan kalimat yang tidak efektif, kesulitan menggunakan kata ganti orang dan penggunaan ejaan yang tidak terstandar. Di cerpen dan cerbung saya atau dalam tulisan inipun, seorang ahli bisa menemukan kesalahan itu dengan mudah. | Cerpen Motivasi Diasah Dieksekusi DAn Hiduplah Sekali Lagi

Mengapa saya tidak berubah menjadi lebih baik dalam hal menulis?

Jawabannya karena saya memang tidak belajar, tidak mempelajari dan hanya bermodal nekat. Tidak ada langkah nyata memperbaiki tulisan saya, selalu membuat alasan, ntar ah, nantilah, sibuk, apalah-apalah dan hanya mengandalkan kenekatan berani menulis, membiasakan diri menulis.

Lalu dari kebiasaan menulis, jadilah terbiasa, dari terbiasa inilah lalu orang awam akan menilai bahwa saya adalah penulis. Pujian menyesatkan nan memabukkan yang disematkan pembaca kepada saya yang celakanya pelan tapi pasti saya terima.
Ayee....

Pada masa SMA, seorang Guru Bahasa Indonesia pernah menyarankan agar saya ambil jurusan Bahasa Indonesia di IKIP (waktu itu namanya IKIP) beliau bilang saya punya bakat sastra.
Saya dengan pedenya menjawab."Enggak, Bu. saya mau kuliah di pemerintahan, saya mau kerja di pemerintahan,"
Asal tahu saja, waktu SMP cita-cita saya jadi pegawai kantor camat wkwkwk...serius na

Maka inilah akhirnya, saya menjadikan akun facebook saya sebagai pelampiasan hobi menulis. Sejauh ini prestasi yang diperoleh adalah sebatas like and comment. I apreciate. Thanks a lot. Tapi kalau tujuan untuk jadi novelis dan penulis yang benar-benar penulis, jauh panggang dari api.

So, untuk teman-teman yang memang ingin menjadikan menulis sebagai sebuah profesi entah itu profesi utama atau sambilan, tidak ada tawar menawar, belajar menulis langsung pada ahlinya. Itu mutlak perlu.

Ambil batu asah, asah pena mu dan eksekusi tulisanmu. Belajar tidak bisa sambil lalu atau setengah-setengah. Harus serius. Karena kalau cuma sambil lalu, apalagi cuma pengen gratisan kayak saya, ya hasilnya akan begini ini. Bertahun-tahun tak ada kemajuan.

Walaupun tentu, profesi penulis mungkin tidaklah semulus yang kita bayangkan. Industri literasi, hampir serupa dengan industri musik. Ada cost and capital, ada ongkos produksi dan persaingan ketat yang tidak bisa kita hindari (saya ngomong apaan, sih?)

Kita patut bersyukur ada KBM, wadah untuk belajar menulis secara gratis, wadah untuk curhat, ngegaje dengan tulisan gak jelas model begini, tapi ingat, karena ini hanya wadah, kita tak bisa mengharapkan senior dan pakar selalu membagi ilmunya di sini. Mereka juga punya kesibukan di dunia nyata yang harus diselesaikan.

Walaupun tentu ada beberapa pakar dan senior yang sesekali memposting tentang ilmu kepenulisan. Seorang ahli puisi Mbah Jev Indra Delcandrevidezh beberapa waktu lalu memposting materi tentang puisi yang sejujurnya membuat saya jadi tahu, oh, ternyata pakem puisi pun tak bisa sembarangan. Saya hobi nulis puisi, tapi ya sekena-kenanya saya menulis.

Asal tulis lalu saya katakan itu puisi dan teman-teman saya di dunia nyata percaya kalau itu puisi, ya iyalah masa itu laporan keuangan, beda na. | Cerpen Motivasi Diasah Dieksekusi DAn Hiduplah Sekali Lagi