"Belikan saja kenapa sih. Kasihan tahu teman-temannya sudah pada punya."
"Aku lebih kasihan kalau dia punya gadget di usia yang masih 5 tahun. Nggak baik untuk psikologisnya. Dia bisa kecanduan gadget." | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 4
"Ya kan kita bisa kontrol."
"Aku nggak jamin bisa. Pernah aku pinjamin smartphone-ku dengan perjanjian maksimal 1 jam eh dianya nangis minta terus."
"Lagipula gadget nggak selalu berdampak negatif kan Hil. Banyak positifnya juga."
"Kalau cuma untuk nonton video anak-anak atau video buat dia belajar boleh saja, tapi kan bisa pakai smartphone-ku. Nggak harus punya sendiri."
Yusa menghela nafas panjang, kemudian keluar rumah. Sikap yang khas saat dia kesal namun tidak ingin lagi berdebat denganku. Sebenarnya bisa saja dia membelikan gadget dengan uangnya. Namun kami sepakat untuk mendiskusikan terlebih dahulu barang yang akan kami beli, baik untuk Fian atau tidak.
Tahun pertama bercerai, Yusa masih seenaknya sendiri. Aku pun demikian. Kami sering bertengkar karena hal itu hingga waktu membuat kami sadar bahwa ikatan yang terputus hanyalah ikatan pernikahan. Selamanya kami tetaplah orang tua Fian yang harus bekerja sama, berkomunikasi dengan baik, dan saling menghargai posisi masing-masing.
"Maafkan aku, Yus. Bukannya aku nggak menghargai pendapatmu," kuhampiri dia yang sedang merokok di teras.
"Nggak apa-apa. Ada benarnya juga kok."
"Kamu nggak marah kan?"
Dia tertawa getir. "Ngapain juga marah hanya karena hal sepele begitu?"
"Terima kasih udah menghargaiku sebagai ibunya Fian," ucapku setulus mungkin.
Hatiku seketika berdetak kencang saat tiba-tiba dia menatapku dalam. Ah, kenapa juga harus berterima kasih seperti itu? Pasti karena akhir-akhir ini aku terlalu sering menonton drama korea.
"Kamu ibu yang baik, Hil," ucapnya sambil tersenyum. Manis sekali. Senyum itulah yang dulu membuatku merindukannya setiap hari.
Astaga, apa-apaan ini?
"Ngomong-ngomong kayaknya ada yang pernah janji bakalan berhenti merokok kalau punya anak cowok. Sekarang Fian usianya udah 5 tahun lho pak," kualihkan pembicaraan secepat mungkin.
Pada malam hari orang cenderung mudah terbawa suasana, bukan?
"Mulai deh. Ya kan nggak semudah itu berhentinya Hil. Aku mengurangi sedikit demi sedikit. Sekarang sehari cuma 2 batang kok."
"Baguslah kalau begitu. Aku nggak mau Fian ikut-ikutan merokok nanti. Lagipula ini demi kesehatanmu juga kan?"
Yusa tersenyum, lagi. Jika saja lampu teras lebih terang mungkin akan terlihat pipiku yang merona karena malu dan salah tingkah. | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 4
Perasaan seperti itu pasti akan muncul sewaktu-waktu. Bagaimanapun dia adalah lelaki yang dulu kucintai. Apakah sekarang tidak lagi? Entahlah. Luka membuat rasa itu seakan terkubur.
Jika saja kami tidak menikah, mungkin aku akan tetap mencintainya hingga detik ini. Cinta kepada sahabat, bukankah lebih abadi?
Kupikir kami salah menafsirkan perasaan. Hanya karena saling merasa nyaman dan tidak ingin kehilangan satu sama lain, kami lantas memutuskan untuk menikah. Tidak terpikir bahwa pernikahan bukan hanya dibangun atas dasar itu. Komitmen, kepercayaan, dan keterbukaan adalah hal yang paling penting.
"Akhir pekan ini kita makan bareng ya, "ajak Yusa.
"Boleh. Dimana?"
"Mekdi."
"Nggak mau ah. Fian nanti malah minta macam-macam. Lagipula bulan ini udah pernah ke sana kan. Bulan depan saja, "tegasku.
"Kamu ini selalu deh. Sebulan 2 kali nggak apa-apa kan. Kecuali kalau setiap hari, nah baru nggak boleh."
"Mendingan makan ayam bakar di lesehan depan kampusku saja. Fian juga doyan kok."
"Males ah. Lagian enakan ayam gorengnya mekdi. Iya kan Fian?"
Fian mengangguk-angguk dengan semangat. "Ayo, bu..." Ditariknya tanganku sambil memasang wajah memelas."
Aku tidak suka makan di gerai cepat saji terkenal itu. Tetapi kali ini, bolehlah.
"Biar aku yang bayar, "kataku. Yusa sudah keluar banyak uang akhir-akhir ini, kupikir ada baiknya sesekali mentraktir.
"Boleh nambah lagi nggak, Bu?" tanya Yusa dengan ekspresi memohon yang kekanakan. Spontan aku tertawa kecil.
"Boleh."
Fian ikut tertawa.
Sesampainya di rumah, aku baru ingat besok lusa adalah ulang tahun Yusa. Apakah dia sengaja mengajak makan malam bersama karena lusa bekerja hingga malam?
Tahun kemarin, aku tidak merayakannya. Pun mengucapkan selamat. Haruskah aku mengajak Fian untuk memberikan kejutan padanya kali ini? Bagaimanapun kami harus terlihat harmonis di hadapan Fian kan? Tetapi bagaimana jika aku terbawa suasana lagi?
Hilda, jangan egois. Kamu pasti bisa mengatasi perasaanmu. Ini demi Fian, batinku mencoba memantapkan hati. Saat masih pacaran, aku akan membawakan kue ke rumahnya. Lalu kami merayakan bersama ibu dan ayahnya. Haruskah kali ini begitu? Siapa tahu hubungan kedua keluarga membaik dengan cara ini.
Aku akan mengajak ibuku turut serta. Benar, baiknya memang begitu. Jika kalian menjadi aku, kalian akan melakukan hal yang sama bukan? | Cerpen Kehidupan Kisah Antara Aku Dan Mantan Suamiku Part 4
- Bersambung -