Kisah Anak Yang Durhaka

Kuremas-remas surat kabar yang baru saja aku baca. Headline news itu masih menyayat-nyayat hati. Perih sekaligus merasa malu. Hal yang tidak pernah aku sangka, kini menjadi kenyataan. Sesuatu yang telah mencoreng nama baik semua keluarga. Berita itu sangat menggemparkan akhir-akhir ini. | Cerpen Sedih Kisah Anak Yang Durhaka

Adalah Derall Prabawa, anak lelakiku yang bungsu. Dia lahir dua puluh tahun yang lalu di sebuah rumah sakit elit dan ternama di Jakarta. Almarhumah istriku dinyatakan meninggal setelah melahirkan dia karena detak jantungnya melemah. Perasaanku saat itu sangat sedih dan hancur, ditinggal istri yang paling aku cinta. Tapi mau bilang apa, semua sudah skenario dari Yang Maha Kuasa, aku hanya bisa pasrah menerima.

Kembali ke Derall. Aku beri nama seperti itu ada cerita tersendiri. Derall sama artinya "Dengan Rahmat Allah" Kenapa demikian, karena atas rahmat-Nya, akhirnya aku dikaruniai seorang anak laki-laki yang sudah lama aku impikan. Aku menikah dengan Rara almarhumah istri sudah berjalan sepuluh tahun saat itu. Dikaruniai tiga orang putri yang cantik, pintar dan insya allah sholehah. Anakku yang pertama bernama Arumi Nasha Razeeta. Dia sudah berumah tangga dua tahun lamanya dan diboyong suaminya ke Malang Jawa Timur. Putriku yang kedua bernama Ananda Novisha Alnaira, saat ini sedang melanjutkan S2 nya di Jepang. Putriku yang ketiga Humaira Althafunnisa Salsabila, sebentar lagi akan menyabet gelar S1-nya di German.

Alhamdulillah, semua putri-putriku mempunyai otak yang lumayan cerdas. Aku bersyukur sekali. Dan ketiganya hasil didikanku sendiri. Setelah almarhumah istri meninggal, aku yang menggantikan posisinya. Antara urusan kantor dan anak-anak, aku bagi seadil mungkin. Hasilnya, aku boleh berbangga hati, putri-putriku mendapat beasiswa semua. Tapi... Tidak dengan anakku yang keempat, Derall Prabawa.

Padahal, aku sangat bahagia ketika dia lahir. Akhirnya aku punya anak laki-laki juga setelah sekian lama menunggu. Karena rencananya, dialah yang akan meneruskan sekaligus menggantikan posisi di kantor. Aku sudah mulai tua, harus ada generasi penerus. Karena di tangan seorang laki-laki aku percaya, bahwa perusahaan akan semakin maju dan berkembang pesat. Aku juga bercita-cita menempatkan sementara Derall di kantor cabang yang baru diresmikan di Bekasi. Karena dia seorang laki-laki.

Namun, semua mimpi itu harus aku kubur dalam-dalam. Hatiku hancur, sehancur-hancurnya. Headline news yang baru saja aku baca, memporakporandakan semua asa dan harapan yang sudah aku bangun sejak lama. Derall yang aku harapkan bisa menjadi penerus perusahaan, sepertinya hanya mimpi semata.

"Tuan... ke sini tuan. Lihat TV. Ada berita tentang Mas Derall. Tuan!"

Kudengar suara Bi Lasmi dari ruang TV, suaranya lumayan lantang. Tanpa menunggu waktu, aku beranjak dari kamar. Melangkah menuju ruang keluarga.

"Tuan, lihat... itu Mas Derall dengan tampilan barunya." Bi Lasmi langsung menatap wajahku setelah aku berada di dekat TV. Dan benar saja. Itu memang Derall Prabawa anakku yang penampilannya kini sudah berubah seratus persen jadi seorang perempuan. Astagfirullahaladzim.

Wajahnya terlihat cantik, rambutnya panjang di bawah bahu. Make-upnya pas sekali. Gaya bicaranya persis seperti seorang perempuan. Ya Allah, aku hampir tidak percaya melihatnya. Benarkah itu anak lelakiku. Ini seperti mimpi. Ternyata dia lebih memilih menjadi seorang perempuan. Ya Allah, aku terhenyak kaget.

"Wahhh, cantik sekali."

"Terima kasih."

"Mbak Lusiana Lena, bagaimana perasaannya setelah bermetamorfosa dari yang dulu, hingga sekarang yang baru."

"Sekarang aku bisa bernafas dengan lega, mulai membuka lembaran yang baru. Memulai semuanya dari awal. Pokoknya aku happy, bahagia."

"Mengapa anda lebih memilih menjalani hidup seperti sekarang ini, bagaimana dengan reaksi keluarga anda. Apakah menyetujui, maaf... menjadi seorang transgender."

"Ini hidup aku, yang menjalani aku sendiri. Soal keluarga, biar itu menjadi urusan aku. Yang penting aku yakin dengan keputusan ini."

"Baiklah. Jadi sekarang nama Derall Prabawa tidak ada lagi dong ya."

"Sssttt, jangan sebut-sebut nama itu lagi. Sudah menjadi bagian dari masa lalu. Sekarang aku sudah menjadi Lusiana Lena yang bahagia karena telah menemukan jati diri yang sebenarnya."

Astagfirullahaladzim. Rasanya aku ingin menangis melihat tingkah anakku yang sekarang sudah berganti nama menjadi seperti itu. Ya Allah, persendianku seakan terlucuti semua. Jantungku seperti berhenti berdegup. Transgender, berarti anakku sudah...

"Ampuni anakku ya Allah... Ampuni dia." Lututku seketika melemas. Akupun terduduk di karpet. Tak mau melihat wawancara itu lagi. Aku benci, aku muak.

"Tuan... Tuan..."

"Matikan TV-nya Bi Lasmi, matikan! Saya benci melihatnya. Saya muak!" Perintahku menggelegar ke seantero ruangan.

"B... bb... baik Tuan."

Aku tidak tahu berapa lama tak sadarkan diri. Setelah menonton berita itu di TV, menurut Bi Lasmi aku pingsan. Pak Maman satpam rumah yang mengangkatku ke sofa. Kepalaku terasa berat. Berusaha untuk bangkit.

"Alhamdulillah Tuan sudah sadar."

"Saya pingsan berapa lama Bi?"

"Lumayan lama Tuan, sekitar satu jam. Tapi sempat mau telepon dokter, tapi kata Pak Maman nggak usah katanya. Tuan cuma shock." | Cerpen Sedih Kisah Anak Yang Durhaka

"Astagfirullahaladzim... Derall. Anakku."

"Ini ada teh hangat, diminum dulu Tuan. Untuk menghangatkan badan."

Kulihat Bi Lasmi sudah menyodorkan secangkir teh hangat. Kepulan asapnya masih berlenggok mengangkasa. Beberapa saat setelah aku teguk, terdengar bunyi bel rumah. Jelas terdengar.

Kulihat Bi Lasmi bergegas membukakan pintu, aku masih asyik menikmati teh hangat buatan pembantu yang sudah dua puluh lima tahun bekerja di rumahku. Beberapa saat kemudian, Kudengar suara pintu dibuka. Terdengar sebuah percakapan Bi Lasmi dengan seorang perempuan. Hmmm... Kira-kira siapa tamu yang sedang di malam seperti ini. Belum selesai aku berpikir, tiba-tiba saja...

"Papa..."

Kudengar suara seorang perempuan. Sangat lembut dan halus sekali. Namun sepertinya aku mengenali suara itu. Ya, suara seperti yang kudengar dan kulihat tadi di televisi. Kuletakkan secangkir teh di atas meja kemudian kutolehkan pandangan. Dan...

"Kamu... Derall..."

Ya. Itu memang Derall, anak bungsuku yang wujudnya sama persis seperti yang ada di televisi tadi. Aku hampir tidak percaya.

"Papa..." Derall bermaksud memelukku, seketika aku tolak.

"Jangan sentuh, kamu bukan anak saya."

"Pa, ini aku Lusiana Lena. Anak Papa yang..."

"Kamu bukan anak saya. Pergi kamu dari sini. Pergi!!"

"Aku datang ke sini untuk..."

"Anak saya laki-laki, namanya Derall Prabawa. Bukan Lusiana Lena. Aku tidak pernah punya anak dengan nama itu."

"Papa, ini jalan hidup aku. Papa harus terima kenyataannya. Selama ini aku telah terjebak di tubuh yang salah. Aku mohon Pa..."

"Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga saya. Memalukan! Semua membicarakannya. Oke, kamu menjadi banci atau waria masih bisa saya maafkan. Tapi dengan merubah kelamin, saya tidak akan pernah bisa memaafkan. Kamu sudah merubah kodrat. Menentang apa yang sudah Allah berikan. Terlalu mengikuti hawa nafsu. Saya benci kamu, saya muak. Cuihhh." Kubuang ludah ke lantai karena saking kesalnya. Emosiku kembali naik.

"Aku seperti ini karena Papa. Yang selalu dibanggakan cuma anak perempuan Papa. Kak Arumi, Kak Novisha dan Kak Humaira. Karena mereka pintar-pintar. Tidak seperti aku."

"Itu cuma alasan kamu saja, hanya untuk menjadi seorang perempuan. Padahal dari awal saya sudah peringatan sama kamu, jangan bergaul dengan si Bimo yang banci itu."

"Mas Bimo itu kenal baik dengan produser rekaman Pa, aku harus dekati dia karena cita-citaku untuk menjadi penyanyi harus terwujud."

"Tapi sekarang buktinya apa? Kamu terpengaruh kan? Wujudmu sudah berubah total 100%. Dan saya yakin, operasi kelamin yang sudah kamu lakukan, pasti atas saran dia. Jawab!"

"Tapi aku bahagia dengan keadaanku sekarang Pa. Dan aku memang merasa, yang ada pada diriku seperti perempuan. Papa harus ngertiin perasaan aku dong."

"Semua itu bisa kamu lawan, itu namanya nafsu. Allah menciptakan manusia dengan segala kesempurnaannya. Sudah dengan kodratnya masing-masing. Tapi kamu, berani merubahnya. Itu dosa, kamu harus ingat itu Derall!"

"Aku tahu aku salah Pa, dosa. Tapi akan kutebus semua ini dengan berbuat baik. Menyantuni anak yatim, fakir miskin, sedekah dan yang lainnya. Bahkan kalau perlu, aku akan umroh dan ibadah haji berkali-kali untuk menebus dosa-dosa. Dan aku rasa, Allah melihat niatku yang tulus. Toh sekarang aku sudah cukup uang untuk itu."

"Kamu pikir, Allah akan menerima semua itu? Yakin sekali kamu. Asal kamu tahu Derall, di dalam Al-Qur'an, laki-laki yang menyerupai perempuan atau sebaliknya, itu dosa. Allah sangat murka, karena kamu sudah keterlaluan. Melampaui batas. Di akhirat nanti, penghuninya hanya ada laki-laki dan perempuan. Tidak ada yang namanya banci, bencong, waria atau transgender seperti kamu. Ingat itu."

"Tapi Pa..."

"Saya sangat kecewa. Karena masalah ini, semua rekan bisnis dan relasi saya banyak yang membatalkan kontrak kerja samanya. Mereka menganggap saya tidak becus mendidik kamu. Semua karena ulah kamu. Sudah memalukan nama baik saya. Dasar anak tidak pandai bersyukur. Terlalu mengikuti hawa nafsu. Sekarang juga, kamu pergi dari sini anak durhaka. Pergi! Saya najis melihat perempuan jadi-jadian seperti kamu di sini. Cuihhh."

Kuluapkan amarah, Pak Maman yang mendengar teriakanku, langsung menghampiri dan memegang badanku.

"Papa, maafkan aku Pa..."

"Satu hal lagi. Perusahaan rekaman yang selama ini mengorbitkan kamu menjadi penyanyi dangdut, bisa saya beli saham, bangunan dan semuanya akan menjadi milik saya. Dengan begitu, kamu tidak akan bisa berkutik lagi Derall. Ingat itu."

"Jangan Pa!"

"Sekarang, kamu pergi dari rumah saya. Rumah ini saya haramkan untuk kamu. Pergi!"

Kutarik tangan Derall dengan kasar keluar rumah. Pak Maman sempat melarang dan menahan. Namun aku tidak peduli. Kemarahanku sudah berada di puncak. Kuseret dia dengan tenaga yang masih aku punya.

"Papa, ampuni aku Pa."

"Minta ampun sama Allah, jangan sama saya. Dengar, saya bukan Papa kamu. Anak saya Derall Prabawa, bukan Lusiana Lena. Paham!" | Cerpen Sedih Kisah Anak Yang Durhaka

"Papa!"

"Pergiii!"

Kulemparkan anak durhaka itu ke halaman rumah dengan sekuat tenaga. Aku tidak peduli dia meronta atau mengaduh kesakitan. Hati dan perasaanku lebih sakit dari itu.