Nyaris setiap pagi Arushi datang ke dapur untuk membantu ibu menyiapkan sarapan. Setelah shalat ia lekas memasang jilbab langsungan supaya tidak ribet memakai peniti sana-sani. Ruangan berukuran sedang itu masih kosong. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 6
Sosok ibu tidak terlihat. Arushi ke pintu dan memperhatikan pintu kamar ibu. Tertutup. Padahal tidak biasanya ibu belum bangun. Ia mulai gelisah. Takut bila ibu sakit karena semalam wajahnya tampak pucat.
Diketuknya pintu itu. "Ibu ... Ibu baik-baik?"
Tidak ada jawaban. Lantas Arushi memberanikan diri mendorong pintu. Ternyata tidak dikunci. Terlihat ibunya terlelap dengan selimut membungkus tubuh dari kaki hingga leher. Apa ibu sakit? Arushi mendekat. Ragu, ia meletakkan punggung tangan di dahi wanita yang telah membesarkannya itu. Panas. Berarti ibu memang sakit. Jadi, tidak keluar seperti biasa.
"Ibu ... Ibu ...," ujar Arushi lembut. Kelopak mata ibu membuka perlahan. Tapi, begitu pandangannya jelas, ibu malah menggeser tubuhnya agak menjauh.
Demi apa pun Arushi merasa sakit sekali kalau ibu bersikap seperti itu padanya. Namun, ini bukan waktu yang layak untuk membahas perasaan itu. Dan tidak akan ada masa di mana Arushi ingin bertanya perihal perlakuan ibu selama ini. Ibu tetaplah ibu. Yang telah berjuang keras membesarkannya hingga kini. Mengirim ribuan doa ketika sujud kusuknya.
"Arushi belikan obat ya, Bu? Demam Ibu tinggi. Atau ke rumah sakit aja?" tanya Arushi.
Hening. Tidak ada suara yang keluar dari mulut ibu. Wanita itu memalingkan wajah ke arah lain. Mengabaikan pertanyaan Arushi.
Dengan getir, ia menggigit bibirnya. Harus apa jika ibu bahkan tidak mau menjawab pertanyaannya. Arushi bangkit dari kasur. Keluar dari kamar menuju dapur lagi. Tangan-tangan Arushi mengambil sayur-sayur dari kulkas buru-buru. Diambilnya pisau dan mengiris daun-daun segar itu sambil menetes linang airmata. Sedih.
"Jangan bersikap begini, Bu. Nanti Ibu nggak sembuh kalo nggak minum obat. Makan ya?" bujuk Adiba. Adiknya berdiri di sampingnya dan menyodorkan nampan berisi makanan dan obat.
"Kamu yang suapin ibu, ya?" pinta ibu pada Adiba.
"Oke. Tapi, janji harus dihabisin makanannya. Arushi udah bikin sup kesukaan Ibu." Ia tersenyum menoleh ke arah Arushi. Mengucapkan terima kasih melalui gerak matanya.
"Iya," jawab ibu datar. Tanpa memandang Arushi yang membeku.
Lagi-lagi Arushi merasa disuguhkan pemandangan pedih di mata. Kaca-kaca mulai memenuhi pelupuk. Refleks ia mundur ke belakang. Dan berbalik pergi. |Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 6
Meninggalkan kakak dan ibunya saling bercengkrama tanpa dirinya. Sebab meskipun ia ada, kehadirannya tidak berarti apa-apa. Sepanjang ingatan Arushi, ibu tidak pernah menemani berjam-jam bersua. Curhat pada ibu ... Arushi tak ingat apa itu pernah terjadi atau tidak. Hatinya ... bahagia dan sedih. Setidaknya Adiba bisa mencetak senyum di bibir ibu. Itu sudah cukup.
"Tante Mira sakit?" tanya Rudra.
"Iya, Kak. Jadi, Kak Adiba nggak bisa kerja dulu."
"Kamu kerja?" tanya Rudra karena lantaran melihat penampilan Arushi yang rapi.
"Ibu bilang, Kak Adiba aja yang jaga," jawab Arushi. Berat. Sejujurnya ia cemas meninggalkan dalam kondisi begini. Tapi, ibu yang menyuruh. Agar gajinya tidak nunggak bulan ini.
Ekspresi Arushi memasrah. Gadis ini benar-benar penurut dan berbakti. Selain cantik, dia juga sholeha. Menurut Rudra apa yang melekat di tubuh Arushi sangat sempurna. Hidung mancung, kulit putih, tinggi, dan iris mata berwarna coklat itu acapkali tidak bisa hilang dari ingatan Rudra. Dia bukan seperti kebanyakan wanita negeri ini. Seolah ada darah lain yang menyatu hingga gadis bertubuh proposional itu pantas disandingkan dengan seorang model. Kemudian disadari Rudra: Arushi tengah mentapnya tajam. Cepat, ia tersadar dari imaji dan perkiraannya.
"Dilarang keras melihat seorang wanita yang bukan muhrim seperti itu!" tandas Arushi lugas dan menyengat.
Rudra terkekeh. "Sok dilihatin kamu. Ge-er." Ia menoyor kepala Arushi pelan. "Sembarangan. Kamu kali yang ngelihatin aku dari tadi."
Seorang pemuda berambut gondrong yang dikuncir rapi, tertangkap Rudra tengah membopong sebuah boneka besar. Kerepotan. Saking gede boneka itu, kaki bonekanya sampai tersapu, mengenai tanah.
"Dia mau ngasih hadiah untuk siapa?" Rudra menatap Erdogan yang semakin mendekat ke arah mereka.
Serta-merta Arushi menoleh. "Kak! Itu untukku?" tanya Arushi setengah memekik takjub. Mulutnya menganga lebar.
"Kepalamu! Jangan minta hadiah dariku. Minta sama Rudra." Erdogan tiba di teras sambil menegakkan boneka yang dibawanya bersandar di dinding rumah. "Di mana Adiba?"
Bibir Arushi mengerucut. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 6
Pura-pura ngambek. "Pelit kamu, Kak," rengut Arushi.
- Bersambung -