Sesaat kedua orang itu saling terdiam. Ini momen pertama ketika Erdogan berhadapan langsung dengan gadis yang ditaksirnya. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 4
Empat tahun perasaan itu dipendam. Sakit, kecewa, apalagi cemburu sering mengganggu tidur. Hingga hatinya mulai terus mengintimidasi. Sebab betapa lama ia merutuki diri merasa jadi orang paling bodoh.
Dibooking khusus restoran mewah ini demi gadisnya. Kerlap-kerlip lampu menghias di sisi kiri-kanan tiang peyangga. Atasnya seperti sebuah kelambu transparan yang menaungi mereka berdua. Indah dan istimewa. Kelompok pemain musik mulai mengambil alih instrumen mereka. Nada-nada terdengar merdu. Menyentuh sekali. Erdogan menarik napas dalam-dalam. Sekarang gadis itu di depan mata. Tinggal menyatakan saja. Terlepas dari penolakan atau justru menerima.
"Adiba ... aku sebenarnya nyiapin semua ini karena mau bicara serius," kata Erdogan berusaha senormal mungkin di tengah-tengah kegugupannya.
Seketika badan Adiba menegang. Menunggu Erdogan melanjutkan ucapannya. Ia merasa was-was. Takut, kalau apa yang diangankan selama ini akan diungkap sekarang. Di waktu ... ia tidak punya jawaban.
"Apa pernah kamu merasa bahagia ketika melihat orang lain bahagia?" Erdogan mencoba memberanikan diri. Jemari tangannya saling berkerumik. Gugup. "Aku pernah. Kadang aku sedih cuma karena sesuatu sepele. Kamu pernah?" Ia menatap tepat ke manik mata Adiba. Berusaha menyelami apa yang ada di pikirannya.
Setitik airmata menggelinding. Jatuh menetes di antara kelopak mawar merah yang bertabur di meja. Ajakan Erdogan, persiapan dan ungkapan tadi, seketika Adiba merasa kesulitan bernapas. Terkuak sudah. Prasangka itu menjelma nyata.
Wajah rikuh Erdogan berganti mendung. Meskipun sudah mengantisipasi segala kemungkinan, ternyata tetap ia tak mampu melihat airmata Adiba meleleh. Dan itu jelas bukan karena senang. Melainkan sesuatu yang merobohkan susunan-susunan kalimat selanjutnya untuk diutarakan.
Bersama alunan musik yang terdengar manis namun amat buruk di benak Adiba. Lebur dan luluh lantak. Ia bangkit. Menunduk sebentar seraya menatap mata berkaca-kaca Erdogan. Terlintas kepedihan mendalam di sana. Demi menghormati perasaan itu, Adiba cuma bisa menunjukkan wajah pilu seraya berlari keluar dari sana. Tanpa sepatah kata atau alibi. Pergi begitu saja.
"Kamu tau benar siapa pria yang dipilih Adiba? Jangan memaksa! Kamu jadi konyol karena cinta itu," geram Erdogan pada dirinya sendiri. Nanar di netranya tumpah. Hanya dua butir.
"Apa yang kalian lihat? Pergi sana!" gertak Erdogan pada grup musik yang asyik memainkan alat-alat mereka. Para anggota musik kontan lari karena barusan dilempar gelas kaca oleh Erdogan. Kalut sekaligus kalap.
Senyum Rudra terangkat lebar hingga matanya menyipit. Nyaris sebelum tidur, foto di ponselnya selalu dibuka. Memperlihatkan seorang wanita berhijab yang tengah tersenyum manis ke arah kamera seraya mencium boneka panda berukuran sebesar badannya. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 4
Dibooking khusus restoran mewah ini demi gadisnya. Kerlap-kerlip lampu menghias di sisi kiri-kanan tiang peyangga. Atasnya seperti sebuah kelambu transparan yang menaungi mereka berdua. Indah dan istimewa. Kelompok pemain musik mulai mengambil alih instrumen mereka. Nada-nada terdengar merdu. Menyentuh sekali. Erdogan menarik napas dalam-dalam. Sekarang gadis itu di depan mata. Tinggal menyatakan saja. Terlepas dari penolakan atau justru menerima.
"Adiba ... aku sebenarnya nyiapin semua ini karena mau bicara serius," kata Erdogan berusaha senormal mungkin di tengah-tengah kegugupannya.
Seketika badan Adiba menegang. Menunggu Erdogan melanjutkan ucapannya. Ia merasa was-was. Takut, kalau apa yang diangankan selama ini akan diungkap sekarang. Di waktu ... ia tidak punya jawaban.
"Apa pernah kamu merasa bahagia ketika melihat orang lain bahagia?" Erdogan mencoba memberanikan diri. Jemari tangannya saling berkerumik. Gugup. "Aku pernah. Kadang aku sedih cuma karena sesuatu sepele. Kamu pernah?" Ia menatap tepat ke manik mata Adiba. Berusaha menyelami apa yang ada di pikirannya.
Setitik airmata menggelinding. Jatuh menetes di antara kelopak mawar merah yang bertabur di meja. Ajakan Erdogan, persiapan dan ungkapan tadi, seketika Adiba merasa kesulitan bernapas. Terkuak sudah. Prasangka itu menjelma nyata.
Wajah rikuh Erdogan berganti mendung. Meskipun sudah mengantisipasi segala kemungkinan, ternyata tetap ia tak mampu melihat airmata Adiba meleleh. Dan itu jelas bukan karena senang. Melainkan sesuatu yang merobohkan susunan-susunan kalimat selanjutnya untuk diutarakan.
Bersama alunan musik yang terdengar manis namun amat buruk di benak Adiba. Lebur dan luluh lantak. Ia bangkit. Menunduk sebentar seraya menatap mata berkaca-kaca Erdogan. Terlintas kepedihan mendalam di sana. Demi menghormati perasaan itu, Adiba cuma bisa menunjukkan wajah pilu seraya berlari keluar dari sana. Tanpa sepatah kata atau alibi. Pergi begitu saja.
"Kamu tau benar siapa pria yang dipilih Adiba? Jangan memaksa! Kamu jadi konyol karena cinta itu," geram Erdogan pada dirinya sendiri. Nanar di netranya tumpah. Hanya dua butir.
"Apa yang kalian lihat? Pergi sana!" gertak Erdogan pada grup musik yang asyik memainkan alat-alat mereka. Para anggota musik kontan lari karena barusan dilempar gelas kaca oleh Erdogan. Kalut sekaligus kalap.
Senyum Rudra terangkat lebar hingga matanya menyipit. Nyaris sebelum tidur, foto di ponselnya selalu dibuka. Memperlihatkan seorang wanita berhijab yang tengah tersenyum manis ke arah kamera seraya mencium boneka panda berukuran sebesar badannya. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 4
Itu merupakan kado ulang tahun Rudra yang diserahkan pada Arushi kalau tidak salah ketika gadis itu berusia dua puluh tahun. Baru-baru mengenakan hijab. Jadi, waktu itu Arushi rada petakilan dan miring-miring memakai jilbabnya. Dan beberapa gambar lain tersimpan dalam galeri.
"Ayah ... kenapa saya diberi nama Arushi?" tanya bocah kecil berusia sembilan tahun itu. Mata cokelatnya menuntut jawaban. Sedangkan ayah cuma membelai rambut sebahu Arushi. Tapi, tak menjawab. Sedikit mengecewakan memang.
Pintu terbuka seketika. Lamunan Arushi mencelat. Kakaknya berdiri di pintu dengan wajah pilu. Tidak tahu apa yang terjadi. Tanpa minta ijin langsung masuk kamar dan terduduk lemas di sudut ranjang Arushi. Terisak dengan telapak tangan menutupi wajah sembabnya.
"Kenapa, Kak?" tanyanya pelan. Disentuh bahu bergetar wanita yang berumur tiga tahun di atasnya.
Tersendat-sendat Adiba menguraikan apa yang menjadi spekulasi di balik tangis itu. "Erdogan ... apa kakak harus bohong ... untuk membuat seseorang bahagia, Ar?"
Perkara itu ternyata. Arushi tidak menyangka Erdogan serius untuk mempertanyakan cinta Adiba. Tapi, memang melelahkan mencintai sepihak tanpa orang yang dicintai mengetahui itu.
"Ayah bilang, jangan berbohong. Dan jangan menerima kebohongan," Arushi berkata dengan suara halus, "Kak Adiba, ada beraneka orang di dunia ini. Tapi, kebenaran nggak bisa diubah. Itu fakta. Arushi tau akan sangat menyakitkan yang namanya ditolak. Tapi, menerima cuma karena menyenangkan hati seseorang, itu cuma sesaat." Arushi menatap Adiba. Meyakinkan.
Satu tetes turun lagi dari netranya. Bibir itu bergetar, menahan kepedihan. "Erdogan ... dia pasti kecewa sekali sama Kakak, Ar," gumamnya pelan.
Arushi mengangguk membenarkan.
"Ayah ... kenapa saya diberi nama Arushi?" tanya bocah kecil berusia sembilan tahun itu. Mata cokelatnya menuntut jawaban. Sedangkan ayah cuma membelai rambut sebahu Arushi. Tapi, tak menjawab. Sedikit mengecewakan memang.
Pintu terbuka seketika. Lamunan Arushi mencelat. Kakaknya berdiri di pintu dengan wajah pilu. Tidak tahu apa yang terjadi. Tanpa minta ijin langsung masuk kamar dan terduduk lemas di sudut ranjang Arushi. Terisak dengan telapak tangan menutupi wajah sembabnya.
"Kenapa, Kak?" tanyanya pelan. Disentuh bahu bergetar wanita yang berumur tiga tahun di atasnya.
Tersendat-sendat Adiba menguraikan apa yang menjadi spekulasi di balik tangis itu. "Erdogan ... apa kakak harus bohong ... untuk membuat seseorang bahagia, Ar?"
Perkara itu ternyata. Arushi tidak menyangka Erdogan serius untuk mempertanyakan cinta Adiba. Tapi, memang melelahkan mencintai sepihak tanpa orang yang dicintai mengetahui itu.
"Ayah bilang, jangan berbohong. Dan jangan menerima kebohongan," Arushi berkata dengan suara halus, "Kak Adiba, ada beraneka orang di dunia ini. Tapi, kebenaran nggak bisa diubah. Itu fakta. Arushi tau akan sangat menyakitkan yang namanya ditolak. Tapi, menerima cuma karena menyenangkan hati seseorang, itu cuma sesaat." Arushi menatap Adiba. Meyakinkan.
Satu tetes turun lagi dari netranya. Bibir itu bergetar, menahan kepedihan. "Erdogan ... dia pasti kecewa sekali sama Kakak, Ar," gumamnya pelan.
Arushi mengangguk membenarkan.
"Tapi, itu lebih baik. Daripada suatu hari kebohongan itu semakin besar dan akhirnya Kak Erdogan akan susah mengembalikan hatinya ke semula." | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 4
- Bersambung -