Gadis dengan manik mata coklat itu terpaku. Hidung bangirnya memerah. Di dalam sana, sesuatu terasa menyakitkan. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 2
Seolah menggerogoti benak. Diam, mendengar penuturan sang penelepon.
"Nggak ada kematian yang kembali. Kalo seseorang pergi sementara, maka suatu hari mungkin muncul lagi," suara Rudra masih parau, "Arushi ... yang pulang ke Pencipta, dia kekal di alam sana. Ayah kamu sedih kalo lihat anaknya nangis begitu." Nadanya bergetar. Seolah bisa berhenti tiba-tiba. Terasa susah payah.
Pernah suatu ketika Arushi pulang telat karena pengunjung toko sedang ramai. Pemuda itu bersedia menunggu hingga jam sepuluh malam. Duduk di kursi depan toko. Memperhatikan kegiatan yang Arushi lakukan. Sebenarnya ia merasa tidak enak karena merepotkan Rudra. Tapi, salah pemuda itu sendiri. Kenapa tidak mau pulang, padahal Arushi sudah wanti-wanti menyuruhnya pulang.
Perlakuan Rudra berbeda. Dia membuat Arushi nyaman bahkan di tengah-tengah pahit kehidupan. Kadang ia merasa kesal jika Rudra sering mendesaknya bicara.
"Kak, udah dulu ya. Besok takut kesiangan bangun. Kan mau kerja." Ia tersenyum.
"Perlu dinyanyiin, nggak?" tanya Rudra. Nadanya kembali ceria.
"Nggak usah."
"Kalo didongengin? Mau?"
"Emang bisa dongeng?" Senyum Arushi semakin lebar. Tak percaya tentang Rudra yang bisa mendongeng. Terakhir kali dia menceritakan kisah Cinderella pada Arushi. Tapi, tidak sampai tamat. Soalnya, sebagian cerita tidak dihapalkan.
"Ganti aja. Gimana kalo aku cerita film action. Tadi, habis nonton soalnya. Mau, nggak?" Rudra berhenti. Menatap ke layar gawai. Sambungan berakhir. Arushi menyudahi sepihak.
"Nggak ada kematian yang kembali. Kalo seseorang pergi sementara, maka suatu hari mungkin muncul lagi," suara Rudra masih parau, "Arushi ... yang pulang ke Pencipta, dia kekal di alam sana. Ayah kamu sedih kalo lihat anaknya nangis begitu." Nadanya bergetar. Seolah bisa berhenti tiba-tiba. Terasa susah payah.
Pernah suatu ketika Arushi pulang telat karena pengunjung toko sedang ramai. Pemuda itu bersedia menunggu hingga jam sepuluh malam. Duduk di kursi depan toko. Memperhatikan kegiatan yang Arushi lakukan. Sebenarnya ia merasa tidak enak karena merepotkan Rudra. Tapi, salah pemuda itu sendiri. Kenapa tidak mau pulang, padahal Arushi sudah wanti-wanti menyuruhnya pulang.
Perlakuan Rudra berbeda. Dia membuat Arushi nyaman bahkan di tengah-tengah pahit kehidupan. Kadang ia merasa kesal jika Rudra sering mendesaknya bicara.
"Kak, udah dulu ya. Besok takut kesiangan bangun. Kan mau kerja." Ia tersenyum.
"Perlu dinyanyiin, nggak?" tanya Rudra. Nadanya kembali ceria.
"Nggak usah."
"Kalo didongengin? Mau?"
"Emang bisa dongeng?" Senyum Arushi semakin lebar. Tak percaya tentang Rudra yang bisa mendongeng. Terakhir kali dia menceritakan kisah Cinderella pada Arushi. Tapi, tidak sampai tamat. Soalnya, sebagian cerita tidak dihapalkan.
"Ganti aja. Gimana kalo aku cerita film action. Tadi, habis nonton soalnya. Mau, nggak?" Rudra berhenti. Menatap ke layar gawai. Sambungan berakhir. Arushi menyudahi sepihak.
Gadis itu buru-buru mematikkan handphone lalu berbaring di atas kasur. Derap langkah mendekati kamar. Ia pura-pura terlelap. Handle pintu bergerak, dan seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun berdiri di bibir pintu. Tidak masuk atau bergerak ke arah Arushi. Dia hanya berdiri dengan wajah datar. Seperti malam-malam biasanya. Ia tahu, karena matanya mengeriyip sedikit-sedikit. Ekspresi datar yang ibu tunjukkan. Setelah mengecek Arushi, saklar lampu dimatikan. Akhirnya sosok itu melenggang keluar. Tanpa mengatakan atau melakukan apa-apa.
"Kamu semalam pulang jam berapa Arushi?" Ibu baru selesai makan. Dan langsung menodong Arushi yang hendak menarik kursi untuk duduk.
"Semalam ada festival di dekat toko. Pulangnya agak kemalaman." Ia menunduk. Pasti tidak cuma satu pertanyaan.
"Kamu minta dijemput Rudra?" Ibu bertanya tajam. Matanya menatap Arushi dengan tatapan dingin.
"Arushi nggak minta. Kak Rudra yang maksa," jawab Arushi. Bukan mengelak. Tapi, memang Rudra yang bersikeras mau mengantarnya pulang.
"Ibu nggak mau kamu ngerepotin Rudra. Dia juga punya kesibukan sendiri. Kamu kan bisa pulang jalan kaki."
Arushi tidak menjawab. Rasanya ia mau mengajukan pertanyaan pada ibu. Kenapa di mata ibu Arushi dianggap bersalah terus? Tanpa diminta Rudra sudah sampai di halaman toko. Menawarkan tumpangan sekaligus tidak menerima bantahan. Apa Arushi salah dalam hal itu?
"Kamu dengar, kan?" Ibu mengulang pertanyaan. Sedikit ketus. Memastikan Arushi tidak menyia-nyiakan perintahny"Kamu dengar, kan?" Ibu mengulang pertanyaan. Sedikit ketus. Memastikan Arushi tidak menyia-nyiakan perintahnya. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 2
Rudra terdiam di ambang pintu ruangan di mana Arushi tengah berdiri sambil menunduk. Dia tak bergeming."Tante, maaf," Rudra berjalan menghampiri meja diikuti Adiba di belakang. "Semalam Arushi bilang nggak mau ikut. Tapi, saya yang maksa, Tante. Udah larut malam dan langit mendung. Saya takutnya Arushi kehujanan di jalan waktu pulang," jelas Rudra.
"Dia sudah besar Rudra. Kalau hujan, pasti berteduh. Kamu juga sibuk sama pekerjaan kamu. Jangan menambah beban lagi," tandas Mira lugas. Kemudian menatap ke tiga anak muda itu bergantian. Tanpa buang waktu langsung melangkah meninggalkan meja makan.
Beruntung Arushi tidak sampai menjatuhkan airmata di sana. Dia masih kuat. Untuk sekadar menahannya. Meski mata telah nanar. Membendung kesedihan. Rudra dan Adiba bertukar pandang. Arushi mendahului keduanya berjalan keluar. Tidak menggubris Adiba dan Rudra yang berseru menghentikkan langkah gadis berpakai kasual dalam balutan pakaian panjang dan hijab. Rompi abu-abu Arushi tampak mengepak seiring langkah setengah berlarinya. Terpaksa Rudra masuk ke mobil dan segera meluncur untuk menjajari jarak yang sudah tertinggal jauh di belakang Arushi.
"Tante Mira kok nggak ngebolehin Arushi dijemput aku, Dib?" Rudra heran. Padahal Adiba pun sering diantar-jemput olehnya. Tapi, Tante Mira tidak mengomel seperti pada Arushi.
Adiba menoleh, menatap Rudra yang tengah menyetir. Lama. Tampak muka itu agak memerah. Dia tergesa-tega membawa kendaraan miliknya melaju. Berusaha mengejar Arushi yang sudah berdiri di sebuah mobil. Adiknya tampak masuk ke mobil di jok belakang.
"Kamu semalam pulang jam berapa Arushi?" Ibu baru selesai makan. Dan langsung menodong Arushi yang hendak menarik kursi untuk duduk.
"Semalam ada festival di dekat toko. Pulangnya agak kemalaman." Ia menunduk. Pasti tidak cuma satu pertanyaan.
"Kamu minta dijemput Rudra?" Ibu bertanya tajam. Matanya menatap Arushi dengan tatapan dingin.
"Arushi nggak minta. Kak Rudra yang maksa," jawab Arushi. Bukan mengelak. Tapi, memang Rudra yang bersikeras mau mengantarnya pulang.
"Ibu nggak mau kamu ngerepotin Rudra. Dia juga punya kesibukan sendiri. Kamu kan bisa pulang jalan kaki."
Arushi tidak menjawab. Rasanya ia mau mengajukan pertanyaan pada ibu. Kenapa di mata ibu Arushi dianggap bersalah terus? Tanpa diminta Rudra sudah sampai di halaman toko. Menawarkan tumpangan sekaligus tidak menerima bantahan. Apa Arushi salah dalam hal itu?
"Kamu dengar, kan?" Ibu mengulang pertanyaan. Sedikit ketus. Memastikan Arushi tidak menyia-nyiakan perintahny"Kamu dengar, kan?" Ibu mengulang pertanyaan. Sedikit ketus. Memastikan Arushi tidak menyia-nyiakan perintahnya. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 2
Rudra terdiam di ambang pintu ruangan di mana Arushi tengah berdiri sambil menunduk. Dia tak bergeming."Tante, maaf," Rudra berjalan menghampiri meja diikuti Adiba di belakang. "Semalam Arushi bilang nggak mau ikut. Tapi, saya yang maksa, Tante. Udah larut malam dan langit mendung. Saya takutnya Arushi kehujanan di jalan waktu pulang," jelas Rudra.
"Dia sudah besar Rudra. Kalau hujan, pasti berteduh. Kamu juga sibuk sama pekerjaan kamu. Jangan menambah beban lagi," tandas Mira lugas. Kemudian menatap ke tiga anak muda itu bergantian. Tanpa buang waktu langsung melangkah meninggalkan meja makan.
Beruntung Arushi tidak sampai menjatuhkan airmata di sana. Dia masih kuat. Untuk sekadar menahannya. Meski mata telah nanar. Membendung kesedihan. Rudra dan Adiba bertukar pandang. Arushi mendahului keduanya berjalan keluar. Tidak menggubris Adiba dan Rudra yang berseru menghentikkan langkah gadis berpakai kasual dalam balutan pakaian panjang dan hijab. Rompi abu-abu Arushi tampak mengepak seiring langkah setengah berlarinya. Terpaksa Rudra masuk ke mobil dan segera meluncur untuk menjajari jarak yang sudah tertinggal jauh di belakang Arushi.
"Tante Mira kok nggak ngebolehin Arushi dijemput aku, Dib?" Rudra heran. Padahal Adiba pun sering diantar-jemput olehnya. Tapi, Tante Mira tidak mengomel seperti pada Arushi.
Adiba menoleh, menatap Rudra yang tengah menyetir. Lama. Tampak muka itu agak memerah. Dia tergesa-tega membawa kendaraan miliknya melaju. Berusaha mengejar Arushi yang sudah berdiri di sebuah mobil. Adiknya tampak masuk ke mobil di jok belakang.
Rudra pasti mengenal sang empunya. Ia menatap Rudra lagi. Raut mukanya tak terbaca. Barangkali tercenung atau malah tak suka. | Cerpen Cinta Kirimkan Jodoh Sejati Hanya Untuk Arushi Part 2
- Bersambung -