Jomblo. Sudah biasa aku disebut dengan kata itu, jadi gak bakalan malu dengan statusku, menjadi seorang jomblo yang kuat. | Cerpen Cinta Ketika Cinta Seorang Jomblo Tak Terbalas
Dari dulu memang aku tak pernah merasakan yang namanya pacaran, karena bagiku pacaran itu hanyalah buang-buang waktu, tenaga, bahkan uang.
Tapi itu fikiranku zaman dulu, beda dengan sekarang. ingin rasanya aku merasakan indahnya masa pacaran, munafik, kata ini juga sudah kebal buatku.
Ya seharusnya aku tak boleh menggharapkan yang namanya pacaran. tapi apalah dayaku hanya seorang wanita akhir zaman yang tak luput dari dosa.
Keinginanku merasakan pacaran karena ada sebabnya, dan sebabnya itu adalah seorang Laki-laki berparas menawan, Alim. hingga aku terjebak dalam sebuah ikatan cinta dalam diam.
Setiap hari Jum'at aku selalu memperhatikan jalanan di depan rumahku yang biasa dilewati Orang-orang, karena memang letak rumahku terbilang sangat strategis karena dekat dengan jalan raya, bukan lagi dekat, tapi, itu sudah di pinggir jalan raya.
Dan disinilah sekarang aku berada, memperhatikan Orang-orang yang berlalu lalang, tepatnya menunggu seseorang yang akan lewat dengan damainya menuju mesjid untuk melakukan salat jum'at berjama'ah.
Dia adalah Ibrahim. Yang InsyaaAllah akan menjadi calon imamku.
Aku sudah hafal betul kalau dia akan lewat hari ini, dan dugaanku benar, baru saja dia lewat di depan rumahku, betapa berbunganya hatiku ketika melihat wajahnya yang mulus, meskipun aku melihatnya tak terang-terangan.
Tak berani aku mengungkapkan rasa ini kepadanya, hingga suatu hari kuberanikan mengirimkan surat kepadanya.
Kutitipkan surat itu kepada temannya, Aku tak tahu Dia sudah menerimanya atau belum, karena sudah seminggu ini suratku belum juga dibalas olehnya.
Sungguh bosan emang kalau harus menunggu, kali ini Aku menulis surat yang ke dua, tapi tidak kutitipkan kepada temannya, alasanya karena surat yang kemarin saja belum juga dibalas, ada kemungkinan surat itu tak ia berikan kepada Ibrahim. karenanya aku jadi Su'udzon, Astaghfirullahaladzim.
Surat yang ke dua ini kutitipkan kepada Adik perempuannya Ibrahim.
Aku mengenali Adiknya Ibrahim ketika Aku mengikuti sebuah kajian di mesjid. Ternyata keluarganya sangat Agamis.
Lagi dan lagi suratku tak kunjung dibalas oleh Ibrahim, akhirnya aku menulis surat untuknya, tak tahu sudah yang keberapa aku menulis dan mengirimkan surat kepada Ibrahim, karena setelah surat yang ke dua kutitipkan kepada Adiknya Ibraham. Aku mendapat kabar kalau surat itu sudah dibaca oleh Ibrahim, senang, akhirnya Dia mau membaca suratku meskipun tak ia balas suratku, dan akhirnya aku sering menulis dan mengirimkan surat kepadnya.
Untuk kali ini akan Aku berikan langsung kepada orangnya, seperti biasa aku menunggu Dia lewat di depan rumahku.
"Assalamualaikum," ucapku ketika Ibrahim datang.
"Waalaikumsalam," ucapnya sangat lembut, ini adalah kali pertamanya Aku melihat Dia sedekat ini mendengar suara merdunya, SubhanAllah, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.
Dia hanya menundukan pandangannya, mungkin dia tak mau ada fitnah diantara kami berdua, Aku faham itu.
Kuberikan surat itu kepadanya, dengan hati yang bergetar kencang. berharap Dia menerimanya.
Harapanku terkabul, Dia menerimanya dan berkata, "Syukron Ukhty."
Aku hanya bisa menganggukan kepala ketika Ibrahim berkata seperti itu, junur sebenarnya aku tak mengerti apa yang Dia ucapkan.
Diapun pamit dan berlalu meninggalkanku yang masih teresona melihat kepergiannya.
Sudah lebih satu bulan saat Aku memberikan surat itu langsung kepada Ibrahim, dan aku pun sudah berhenti menulis dan mengirimi Ibrahim surat, dan surat itupun menjadi surat terakhirku untuknya, karena Ibrahim kini telah pergi keluar negri, aku selalu bertanya kepada Adiknya Ibrahim tentang kemana perginya dan tujuannya Ibrahim, namun Dia tak mau memberitahuku.
Bahkan aku berfikir kalau aku tak mungkin pantas untuknya, ku baca sebuah artikel yang berjudul 'Laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik begitupun sebaliknya'. Akupun semakin sadar kalau aku itu tak pantas untuknya.
Suatu hari aku berusaha berhijrah, niatku dalam hijrah ini memang terbilang salah karena aku berniat hijrah karena seseorang bukan karena Allah. Tapi dengan berjalannya waktu Aku mulai merubah hijrahku, yang tadinya karena Ibrahim kini menjadi karena Allah semata.
Dan sekarangpun aku tak pernah memikirkan Ibrahim lagi. Hingga saat ini sudah 3 tahun yang lalu aku menjadi seorang muslimah yang sekarang banyak sekali para pemuda dan orangtuanya yang datang ke rumahku hendak meminangku, namun aku tolak. Karena sedikit aku berhatap suatu saat nanti Ibrahim akan datang melamarku.
Namun kali ini harapanku tak sesuai dengan rencanNya, aku mendapat kabar dari Adiknya Ibrahim kalau Ibrahim sudah menikah di turki dan menetap disana, pupus sudah harapanku, mungkin inilah balasan Allah kepadaku karena niat awal hijrahku yang salah.
Suatu hari aku pergi hendak berjalan-jalan, kulihat seseorang yang kukenali Dia adalah Fatimah adik dari Ibrahim. Tak sengaja kuikuti Dia dari belakang, karena dia seperti terburu-buru dan tak luput Kuperhatikan tangnnya yang membawa sebuah keranjang yang berisi bunga.
Kulihat Fatimah sedang duduk dan menaburkan bunga yang ada di keranjang itu kesebuah makam.
Aku penasaran memangnya keluarga Ibrahim siapa yang meninggal?
Kuberanikan diriku untuk membaca nisan di makam itu.
Ibrahim al-fath Bin Sulaiman iskandar
Deg.
Nama itu begitu sangat kuhafal, apa mungkin, tidak, bukankah Ibrahim sedang berada di Turki? Lalu ini makam siapa?
Aku sudah mulai kalut dan tiba-tiba saja aku tak tahu semua menjadi serba gelap.
Kubuka mataku perlahan ketika aku merasa sudah baik, tapi aku bingung ini bukan kamarku, lalu dimana aku sekarang? Kucoba berdiri dan memperhatikan isi dari kamar ini, betapa terkejutnya aku ketika melihat sebuah kotak yang berisi tumpukan surat, dan aku sangat mengenali tulisan dari surat itu. Ini adalah tulisanku yang kuberikan kepada Ibrahim, ketampar pipiku berharap ini adalah sebuah mimpi, namaun sayang ini adalah sebuah kenyataan, yang aku sendiri tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Ibrahim.
Pintu kamar itu terbuka dan tampaklah seorang wanita paruhbaya yang kuyakini Dia adalah pemilim rumah ini, dan disusul seorang perempuan yang kukenali Dia adalah Fatimah adik Ibrahim.
Fatimah dan Ibu itu menghampiriku dan melukku, ada apa ini? Kenapa mereka menangis?
Fatimahpun memberitahu mengapa Aku berada di rumahnya, karena tadi Aku pingsan disebuah pemakaman, Akuupun langsung teringat dengan batu nisan yang bertulisan Ibrahim Al-fath.
Kutanyakan rasa penasaranku itu kepada Ibunya Fatimah, namun Dia tak mampu menjawabnya, Dia hanya terisak, menangisi suatu hal yang aku tak tahu apa yang Ia tangisi.
Akhirnya Fatimah yang menceritakan semua hal yang Aku tak tahu.
Betapa terkejutnya Aku ketika tahu bahwa makam tadi adalah makam mendiang Ibrahim, Ia meninggal karena sebuah penyakit yang dideritanya. Dan Ibrahim tidak ingin Aku tahu bahwa di mempunyai penyakit kanker.
Dan alesan Dia pergi ke luar negri dan menikah di sana adalah sebuah kebobongan agar aku tak mengingatnya lagi.
Akupun diberikan sebuah surat oleh ibunya Ibrahim, yang dimana surat itu adalah tulisan terakhir Ibrahim yang diperuntukan kepada ku.
Untuk Mayang:
Assalamualaikum,
Maaf, aku tak pernah membalas suratmu. (Aku sudah menangis ketika membaca awal dari surat itu.)
hanya kata maaf yang bisa kutulis dalam surat ini, mungkin kamu membenciku karena aku tak memberikan jawaban kepadamu,
Kumohon hapuslah airmatamu, karena aku sudah bahagia dan aku tak mau kebahagiaanku itu membuat mu sedih, jadi hapuslah airmatamu. Semoga kamu bahagia seperti aku yang bahagia saat ini.
Aku bukanlah jodohmu yang baik, semoga Allah memberikan jodoh yang terbaik untukmu,
Aku tak bermaksud membuatmu menangis, namun aku hanya ingin kamu bahagia, meskipun itu aku sudah tiada di bumi ini.
Dan terimakasih kamu telah mau berhijrah, semoga hijrahmu karena Allah semata.
Sekali lagi aku minta maaf atas semuanya. | Cerpen Cinta Ketika Cinta Seorang Jomblo Tak Terbalas
Ku harap kau mengerti dan bahagia bersama seseorang yang akan menjadi Imammu kelak.