Kesempatan Kedua Hidupku Untuk Bidadari Kecilku

Samar-samar kulihat seseorang memakai baju berwarna putih sedang menangis terisak, duduk di samping ranjang tempatku berbaring lemah. | Cerpen Ibu Kesempatan Kedua Hidupku Untuk Bidadari Kecilku 

Tak bisa ku lihat jelas wajahnya, tapi sangat ku kenal suaranya. Ingin ku berucap, "jangan menangis!" Tapi berat. Ku genggam tangannya erat, yang diletakannya di atas tanganku. Ku lakukan sebagai isyarat.

Kembali ku bermimpi.

Di tengah pemakaman yang dipenuhi hamparan daun berguguran, sayup-sayup ku dengan suara seseorang "Pergilah! Temui ibumu, dia sangat menyayangimu. Karena dialah engkau selamat."

Aku berpikir, pasti ibu saat ini sedang berdo'a untukku.

Lalu aku menjawab, "tidak, eyang! Aku ingin ikut denganmu," jawabku seakan tau siapa yang berbicara padaku.

"Pergilah!"

Kurasakan sesak di dada, sulit benafas. Lalu aku sadar. Sayup-sayup ku membuka mata, nampak seseorang yang lain sedang membaca al-qur'an.

Aku bermimpi lagi.

Di tempat yang sama, "katakan padanya (orang yang membaca al-qur'an), bahwa aku menyayanginya."

Lalu aku sadar, kubuka mataku sepenuhnya, tapi sulit rasanya saat aku ingin bicara. Aku mengumpulkan seluruh tenaga untuk berbicara pada orang disekelilingku, tentang apa yang ku alami, tapi hanya mulut yang menganga, tanpa suara.

Susah payah aku bicara, dengan suara yang terbata, ku ucapakan padanya (orang yang membaca al-qur'an) bahwa eyang (buyut) sangat menyayanginya. Dia mengangguk tanda mengerti apa yang terjadi. Dia memintaku untuk tidak memaksakan berbicara. Dia, pamanku.

Ibu, dia mulai bicara padaku.

"Sayang, anakmu perempuan. Dia sangat cantik, tapi kembarannya meninggal," ibu berkata.

"Ibu, apa dia terlahir sempurna?" Aku mencoba bertanya, berharap tidak ada hal buruk yang terjadi pada putriku.

"Tentu," ibu menjawab singkat.

Aku bernafas lega.

Bukan aku tak menyayanginya, tapi mendengar putriku terlahir sempurna tanpa cacat, seakan terlepas dari beban yang menggunung. Tak peduli seberapa sakit proses yang ku alami, hilang sudah. Tentang putriku yang lain yang pergi sebelum aku melihat wajahnya, itu takdir. Aku ikhlas.

Resah saat menunggu waktu kelahiran tiba. Memang menurut prediksi dokter masih terpaut waktu dua minggu. Waktu yang masih cukup lama bagi seorang ibu hamil sepertiku, dengan kondisi mengandung dua janin, ditambah sedikit asupan makanan yang masuk membuat tubuh terasa sangat lemah.

Entah kenapa hari-hari terakhir ini aku merasa kondisi tubuhku sangat lemah. Aku hanya bisa berbaring meringkuk di atas kasur, sesekali aku berbaring di kursi panjang dekat jendela untuk melihat keramaian diluar sana.

Perasaanku mulai tidak enak, entahlah. Ku ambil benda pipih di atas nakas. Ku telpon sumiku memintanya untuk segera pulang, dia pun menyetujui. Apalagi yang lebih penting, menjadi suami siaga, menunggu si kembar menyapa dunia dengan jerit tangisnya.

Kupikir ulang, waktu persalinan masih berselang lama. Kasihan jika dia harus pulang dan menunggu waktu terlalu lama, sedang pekerjaan disana jadi tertunda. Aku menelponnya lagi, mengataan padanya agar tidak terburu-buru pulang, tapi dia ingin pulang, aku mencegahnya lagi dengan berkata "aku baik-baik saja".

Pagi hari, ibu membangunkanku untuk sarapan, tapi aku menolak dan tetap berbaring, kurasa tubuhku sangat lemah dan bergetar. Tiba-tiba cairan bening keluar tanpa terkendali, lalu aku berteriak pada ibu dan mengatakan bahwa keluar cairan itu padahal aku tidak pipis. | Cerpen Ibu Kesempatan Kedua Hidupku Untuk Bidadari Kecilku 

Ibu dengan sedikit panik segera memanggil kaka untuk memanggil seorang bidan. Sedangkan aku menelpon suami, memberitahu.

Bidan memintaku untuk berbaring, lalu memeriksa tekanan darah, dan bukaan. Ternyata sudah bukaan empat, tapi bidan mengatakan ada kelainan. Lalu bidan merujuk agar aku dibawa ke klinik bersalin dokter kandungan atau RSUD.

Jarak yang lumayan jauh ditempuh, memakan waktu hingga dua jam. Diperjalanan aku meraskan panas di bagian bokongku, bidan membimbingku untuk melakukan pernapasan yang benar saat merasakan sakit.

Sesampainya di klinik bersalin aku di tolak, karena alasan ruangan penuh. Ditambah melihat kondisiku yang tidak mungkin melahirkan normal. Lalu aku dilarikan ke RSUD.

Bidan yang mendampingiku terus memberi semangat, dia bercerita tentang saudaranya yang melahirkan normal diruang operasi, seakan tau apa yang ada dipikiranku. Sedangkan ibu terus membacakan do'a untukku, kulihat wajahnya sangat pucat, seakan takut kehilangan.

Sesampainya di IGD, aku di bawa menuju ruang bersalin menggunakan brankar. Aku merasakan ada sesuatu yang keluar dari vagina, semakin kuat.

Di ruang bersalin aku dibimbing untuk mengatur nafas, dan tidak mengejan sebelum waktunya. Saat itu aku diberitahu bahwa kaki anakku sudah keluar, tapi aku mendengar seorang bidan berkata kepada bidan lainnya untuk tidak memberitahuku, karna takut kehilangan bersemangat. Aku rasa sesuatu yang tidak baik terjadi. Saat itulah aku mengatakan bahwa aku akan melahirkan sepasang bayi kembar. Sontak para bidan dan perawat terkejut. Lalu aku dirujuk untuk melakukan tindakan operasi, karna tidak ada jalan keluar lain.

Saat itu suamiku belum datang, hingga kaka yang menyetujui tindakan operasiku.

Perawat mengatakan bahwa aku memiliki penyakit asma, jadi harus dilakukan nebulisasi terlebih dulu. Aku minta agar prosesnya dipercepat, aku sudah tidak kuat rasanya menahan sakit dan kantuk.

Entah apa yang dokter lakukan, aku merasakan brankar yang aku tiduri berputar, lalu aku sampai diruang operasi, perlahan kesadaran hilang.

Berontak, itu yang kulakukan saat mulai sadar, aku dikelilingi banyak dokter dan perawat.

Seseorang bertanya "mbak lihat sini," aku melihat ke arahnya, "Merespon" ucapnya lagi. Lalu seseorang yang lain melakukan demikian. Seorang dokter bertanya, "mbak, mbak mau sembuh kan?" Aku mengangguk pelan. "Kalo gitu mbaknya diem ya, jangan melawan." Kulihat seorang perawat mengikat tanganku, dan akupun tertidur, lagi.

Aku rasa sudah bangun dari tidur yang panjang, mimpi yang menakutkan. Kulihat ibu dan paman duduk setia disampingku, memanjatkan do'a pada yang memiliki segalanya.

Saat aku sepenuhnya tersadar, aku tau ini bukan mimpi, ini nyata.

Dan saat itu aku bersyukur sudah diberi kesempatan kedua, untuk menjalani hidup yang hampir berakhir, juga memberikan kehidupan untuk bidadari kecilku. | Cerpen Ibu Kesempatan Kedua Hidupku Untuk Bidadari Kecilku